1. RANEYSHA HERA ALCANDER

3.1K 273 21
                                    

HAPPY READING!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HAPPY READING!!

Rintik hujan turun membasahi jalanan kota Oleander di sore hari membuat suasana menjadi begitu dingin. 

Terlihat banyak sekali warga kota tersebut yang masih berlalu-lalang sekedar untuk pergi ke warung atau Cafe terdekat, baru pulang dari kegiatan masing-masing, atau tengah berjalan-jalan menikmati keindahan hujan di akhir kata siang dan bisa disebut sebagai hujan senja itu.

Siapa yang bisa menolak keindahan hujan pada saat senja? Air berbentuk ribuan rintikkan itu turun dan telah berhasil memisahkan beberapa bagian dari diri senja yang bahkan tidak bisa di lakukan fajar karena perbedaan mereka.

Setetes demi setetes turun, mengenai permukaan kulit bumi dan mencari letak kerinduan untuk orang-orang yang tengah beradu kasih serta membuat seperempat dari orang-orang tersebut merasakan duka yang bahkan akan membuat mereka ingin lupakan senja berhujan ini.

Air hujan membasahi akar dari berbagai tumbuhan agar mereka tumbuh dengan indah. Tapi pernahkah air itu merasa jika ada yang tak suka padanya? Tidak. Karena terkadang, hujan itu egois. Dia yang memberikan kebahagiaan, dia juga yang menghilangkan kebahagiaan itu seiring dengan derasnya air yang diturunkan.

Di sebuah Cafe yang sunyi, tidak banyak diketahui oleh banyak orang dengan nama Cafe Nigella, duduklah seorang gadis berparas cantik yang tengah menatap keluar jendela, menikmati setiap rintikan hujan yang turun lebat di luar sana. 

Secangkir kopi di atas meja yang sudah setengah juga sepiring brownis yang hanya dimakan beberapa sendok saja sudah dapat menentukan berapa lama gadis itu di sana, yang sepertinya baru saja menyelesaikan tugasnya, terlihat dari laptop di hadapannya yang masih menyala.

Asik dengan pemandangan di luar sana, tiba-tiba dering telepon dari benda pipih di sebelah laptop-nya berbunyi. 

Rahel merupakan nama si gadis berparas rupawan itu. Tatapannya beralih pada handphone-nya, melirik nama yang tertera pada layar sebelum akhirnya memutuskan untuk menggeser tombol berwarna hijau.

"Halo, Bund?" Rahel menyapa terdahulu, suaranya tegas namun lembut, sebagaimana karakteristik dirinya.

"Halo? Sayang, kamu di mana? Kenapa belum pulang? Ini sudah jam enam loh, kamu kerja tugasnya di mana, sih? Bunda khawatir, nih." Namun, seperti biasa, Rahel justru diserbu oleh pertanyaan beruntun dari orang yang menelponnya—yang tidak lain adalah Bunda-nya sendiri.

Rahel menghembuskan nafas pelan. "Cafe Nigella, Bund. I'm fine, don't overdo it," jawabnya merasa harus diberikan sedikit waktu. "Lagian ini masih jam enam?" 

Tapi, Bunda-nya tetaplah seorang Ibu yang kekhawatirannya begitu mendarah daging. 

"What did you say, Raneysha?!" Suara Bunda tidak naik, namun nada bicaranya yang penuh penekanan sudah menjelaskan jika dirinya tengah menahan amarah karena keras kepala-nya si bungsu.

BEHIND METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang