2. Harus Bagaimana Lagi?

26 9 11
                                    

"Gue bukan budek, tapi gue malas aja ngomong sama lo. Lo itu aneh," Lena mengangkat alisnya. Merasa bingung dengan ucapan cowok yang berada di hadapannya itu. Baru kali ini Lena dibilang aneh sama orang. Ia pikir, apa yang aneh darinya.

"Apa lo bilang? Aneh? Heh! cool guy, yang aneh itu elo, bukan gue," kesalnya.

Perkataan Lena tidak ditangkapi oleh cowok yang duduk di depannya itu, cowok itu malah membuang muka, dan membukakan jalan untuk Lena.

"Nah, dari tadi ngapa sih, gak usah dimarahin dulu baru dikerjain," omelnya lagi.

"Dasar nenek lampir," gumam Denish.

"Apa lo bilang?"

"Enggak, emang gue ngomong apa?"

"Lo tadi ngatain gue kan?"

"Idih, ge'er banget lo jadi orang. Siapa juga yang ngatain lo ha?"

Lena pun terdiam. Ia kembali kepada aktivitasnya yang awal. Sedangkan Denish tersenyum penuh kemenangan. Meskipun cowok itu dingin, pendiam. Tapi jahil dengan orang yang bisa membuatnya nyaman dan tenang. Denish Arsenio, laki-laki yang jarang berbicara dengan seorang wanita. Jika ia menangapi wanita itu, berarti wanita itu sepesial baginya.

Tak lama keributan yang dibuat Lena dan Denish. Ketukan sepatu terdengar, langkahnya semakin dekat. Semua siswa-siswi langsung berlarian kembali ketempat duduknya. Sesekali Lena bergumam pada teman sekelasnya. Walaupun kecil, tapi suara itu masih bisa Denish dengar.

"Menel banget sih, udah tau masuk, masih aja kelayapan kebangku orang," ocehnya.

"Kok lo yang sibuk sih? Kan yang jalan mereka, bukan elo," sahut Denish.

"Nyambung aja lo cool guy kayak listrik," balas Lena cuek. Gadis itu tidak menoleh sedikitpun ke arah Denish, ia seperti engan menatap laki-laki itu lagi. Meskipun banyak yang bilang kalau Denish itu cuek ke orang-orang. Tapi mengapa tidak dengan Lena? Lena pun bingung dengan dirinya sendiri, kenapa ia bisa bertemu dengan cowok nyebelin kayak Denish. Apalagi dia harus menghadapi cowok yang selalu menganggu ketenangannya. Siapa lagi kalau bukan Zikri. Lena bingung harus bagaiman lagi menghadapi kedua cowok itu.

"Gue bukan listrik!" tekan Denish.

"Iya gue tau, tapi lo cool guy kan?"

"Seterah lo aja mau bilang apa," tak ada lagi obrolan diantara mereka. Kini suara wanita yang berada di depan mendominasi di sisi kelas.

"Selamat pagi anak-anak," sapa wanita berkisaran umur 28 itu. Dengan badan yang ramping, juga wajah yang cantik. Membuat dirinya banyak dikagumi oleh banyak siswa-siswa di SMA Garuda. Tapi wanita itu tak begitu peduli, ia selalu membalas sapaan mereka dengan senyuman.

"Selamat pagi bu," balas mereka.

"Apa kabar kalian baik?"

"Alhamdulillah baik bu, cuman hati saya aja yang gak baik bu," curhat Farid.

"Bucin aja lo," sambung Nira.

"Bucinnya sama lo gak papa Ra." Nira membuang pandangan dari Farid. Cowok itu kalau diladeni tambah jadi, jadi lebih baik diam jika ingin tenang.

"Sudah, jangan bertengkar. Silahkan buka buku fisika kalian!"

Saat bu Gea, menjelaskan materi fisiki tentang tekanan. Tiba-tiba Farid menyahutinya. Kelas yang ditempati Lena agak kurang nyaman. Tapi di kelas inilah ia agak tenang, kelas lainnya malah lebih parah. Apalagi kelasnya Zikri.

"Bu, menurut ilmu fisika, tekanan berbanding lurus dengan gaya kan? Kalau hidup penuh tekanan itu kenapa bu?" pertanyaan yang membingungkan.

Bu Gea langsung menjawab pertanyaan Farid, tapi jawaban yang diberikan bu Gea mambuat Farid terdiam. "Mungkin karna kamu banyak gaya Fad. Kan semakin besar tekanan, semakin banyak gaya yang dihasilkan."

Tapi itu tiadak lama, Farid kembali tertawa, padahal tidak ada yang lucu di sana. "Oh, pantes bu, saya kalau kebanyakan mikir itu susah. Karna otak saya kehabisan ruang penyimpanan," tawanya pecah. Tapi untung bu Gea guru yang bisa diajak bercanda. Jadi tidak perlu takut untuk di hukum. Karna karakter setiap orang itu berbeda-beda. Ada yang galak dan tidak. Kita hanya perlu memilih kata-kata saja saat berbicara dengan orang yang berbeda.

"Kamu aneh banget sih Farid, pertanyaan agak melenceng dari pelajaran. Oke gak papa, kita lanjut aja ya."

Setelah bergurau tadi, pelajaran kembali dimulai. Penjelasan yang diberikan bu Gea mampu dimengerti banyak siswa-siswi. Ada juga yang tidak begitu peduli, tapi pintar dalam bidangnya. Seperti Denish contohnya. Suara bel sudah berbunyi, kini pelajaran kedua. Saat mendengar suara bel berbunyi, Lena langsung izin keluar dengan bu Gea. Itu sudah menjadi kebiasaannya saat ada pelajaran Biologi. Entah mengapa gadis itu kurang menyukai pelajaran itu. Padahal tidak aneh.

"Bu, saya izin bentar ya. Mau ketoilet," izinnya. Bu Gea membiarkan gadis itu keluar, tapi kali ini takdir keberuntungan tidak berpihak kepada Lena. Baru saja keluar kelas, guru Biologi langsung menarik tangannya.

"Lena, mau kemana kamu?" tanya Pak Irwan.

"Mau ketoilet Pak, kenapa?" tanyanya balik.

"Nanti ya, kamu dengerin saya dulu!" seru pak Irwan. Tapi Lena kekeh ingin pergi juga. Tapi kali ini ia kalah, ia tak bisa membantah ucapan gurunya itu. Sebar-bar apapun Lena. Ia pasti menuruti dan menghargai yang lebih tua darinya, tidak heran jika banyak guru yang mengenal dirinya siswi ramah.

Lena menghelaikan napas panjang. Ia kembali memutarkan badannya, menguraikan niatnya untuk bolos pelajaran kali ini. Sampai dibangkunya ia harus memulai drama lagi dengan Denish. Laki-laki itu sangat suka menganggunya.

"Katanya mau ketoilet, kenapa gak jadi? Ketauan ya mau bolos?"

"Cerewet, lo bisa diam gak? Kalau lo gak bisa diam. Biar gue yang bikin mulut lo bungkam!" ancam Lena.

"Galak banget, cepat tua mampus," ujar Denish.

"Bodo amat, emangnya gue pikirin? Enggak."

Keduanya asik bertengkar dibangku mereka, tapi itu tak menjadi penghalang untuk pak Irwan melanjutkan pelajarannya.
"Selamat pagi menjelang siang anak-anak. Tugas dari bapak kemarin sudah dikerjakan?"

"Sudah pak."

"Belum pak," balas Lena.

"Kenapa belum?"

"Saya gak tau yang mana PR nya pak," balasnya enteng.

"Makanya Lena, kalau jam pelajaran saya kamu jangan bolos terus, ketoilet berjam-jam. Gini kan akhirnya kalau suka bolos dipelajaran biologi," ucap pak Irwan.

"Maaf pak," balasnya pelan.

"Buat yang mengerjakan silahkan bukunya dikeluarkan, lalu letakan di atas meja kalian!" pak Irwan mulai berjalan, mengecek satu persatu kerjaan mereka. Tapi Denish tidak mengeluarkan bukunya. Melihat itu Lena menaikan alisnya bingung, anak serajin dia tidak mengerjakan tugas juga. Sejak kapan itu terjadi? Itulah yang ada dalam pikiran Lena.

"Kamu gak ngerjain Den? Sejak kapan kamu suka nunda-nunda tugas?"

"Saya lupa bawa bukunya pak," balasnya dengan suara datar.

"Kalian berdua cocok, silahkan keluar!"

Selamat membaca (♡˙︶˙♡)

Date, 10.01.2022.

Grilfriend OR Not? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang