Fifty three

1.7K 171 21
                                    



Coolio menghisap rokoknya menarik masuk melewati hidung dan dibawa melalui pernafasan, setelah itu dia membuangnya kebawah lalu menginjaknya agar segera mati karna dia tahu untuk masuk kedalam sana, sama sekali tidak diperbolehkan membawa benda jahat itu karna sang empu rumahnya menolak

"Master, kami sudah membawa masuk barang bawaan anda" kata salah satu bawahan nya yang bertugas menjaga tempat ini

Coolio mengangguk kemudian melangkah untuk masuk kedalam rumah yang terhitung kecil namun sangat tenang untuk ditinggali didalam pedesaan dikota besar tempat kelahiran nya itu

Dengan penuh penat dikepalanya, hanya disini dia dapat meluapkan semua beban hidupnya

Ya, tempat terakhir nya untuk pulang

.
.
.

Aaric menutupi tubuh Lala dengan selimut setelah berjam-jam dia menidurkan anak gadis ini. Malam ini dia, Aaron dan Lala akan tidur bersama dikamar nya. Aaric akan berbagi ranjang dengan Aaron walaupun sebenernya dia sama sekali tidak suka dengan hal ini, sedangkan Lala tidur disebuah kasur lipat yang didapat nya dari seorang pelayan dari gudang, jadi dia meletak kan kasur Lala disebelah nya tidur karna terlalu bodoh untuk menyuruh Aaron yang tidur bagai mayat untuk menjaga Lala

"Sudah kau buang?"

Aaron mengangguk sambil menutup pintu kamar Aaric. Laki-laki itu sekarang sudah mengenakan pakaian siap tidurnya, melihat rambut panjangnya yang basah menandakan Aaron habis mencuci wajahnya

"Kau akan tidur seperti itu?" Tanya Aaron

"Tidak, aku akan berganti pakaian"

Karna sudah terbiasa hidup bersama, mengganti pakaian dihadapan satu sama lain bukan lah hal yang memalukan, seperti Aaron yang memperhatikan Aaric berganti pakaian dihadapan nya

"Menurut mu daddy akan kemana?"

Aaric menggeleng "Kenapa tidak kau tanyakan tadi?"

"Aku sudah tahu dia tidak akan jawab"

Aaric masuk ke dalam kamar mandi lalu tidak lama keluar setelah melakukan hal yang sama seperti Aaron. Dia mengusap wajahnya dengan handuk kecil

"Kita akan seperti ini sampai daddy pulang?"

"Sepertinya"

Aaron membanting badan nya ke ranjang besar di kamar Aaric lalu meletakkan kedua tangan nya sebagai bantalan "Sampai kini aku masih heran mengapa kita harus hidup se misterius ini sih" ucapnya "Maksud ku, mereka jelas bisa memberitahu kita ada apa agar kita juga berjaga-jaga disini, bukan malah meninggalkan kita hanya dengan satu perintah lalu pergi tanpa memberitahu kapan berakhirnya"

"Ini kan kehidupan yang kau impikan" ucap Aaric

"Iyasih" jawabnya "Tapi kalau seperti ini aku kan kesal lama-lama, seperti pertama kita masuk sekolah saja mereka tidak memberitahu siapa saja yang harus kita jauhi, kenapa mereka hanya beritahu Ates jadinya kan kita yang berhadapan dengan Leon, sudah tahu Ates bodoh hanya memberitahu informasi yang masih ada di dalam isi kepalanya"

"Sudahlah, semakin kau pikirkan semakin membuat kau terlihat bodoh"

Aaric duduk ditepi ranjangnya sambil memperhatikan kasur Lala, memastikan anak itu tidur nyenyak, kemudian dia mengambil ponselnya dan mulai larut sampai dia lupa kalau dia sedang bersama Aaron saat ini

"Ceritakan tentang Abigail"

Aaric langsung mematikan ponselnya lalu beranjak naik ke ranjang, merebahkan badan nya setelah itu menutup tubuhnya dengan selimut. Ya, dia mengabaikan Aaron

"Aku tidak ada niat untuk mengambil dia darimu kok"

"Dia juga belum tentu mau dengan mu"

"Kalau begitu ceritakan" Aaron merubah posisinya menyamping menghadap Aaric yang saat ini membelakanginya

"Tidur"

"Tidak"

"Tidur"

"Tidak"

"Aaro—"

"Tidak Aaric"

"Tidak ada yang spesial darinya hanya perempuan biasa"

"Aku dengar madre menolaknya"

Akhirnya Aaric merubah posisinya berbaring lurus menatap langit-langit kamar

"Kenapa dia menolaknya? Jelas Abigail punya kharisma"

"Karna dia perempuan malam"

Aaron terdiam. Itu sudah alasan yang jelas

"Kau meyakinkan nya?"

Aaric mengangguk

"Kau pasti mengancam" Aaric diam tidak merespon

"Kau tahu Aaric, terkadang mungkin menyebalkan saat kau tahu kau punya kembaran, tapi aku selalu merasa justru aku punya penghubung, ya seperti saat kejadian itu aku rasa kita berdua tahu apa saja yang orang normal belum tentu tahu" kata Aaron "Aku jelas sadar bahwa Abigail perempuan baik, dan dia cocok dengan mu yang hidup seperti ini tapi kalau sudah mengikuti tradisi keluarga memang jelas dia tidak bisa berkompetisi" lanjutnya

"Siapa yang berkompetisi? Abigail jelas hanya satu dan aku tidak ingin menambahkan pikiran"

"Elda" ucap Aaron "Madre jelas menyukai wanita itu, kau akan dihadapkan pada pilihan dan aku sadar kalau Elda akan mengambil kesempatan yang akan madre berikan"

"Entahlah"

"Tapi kalau punya dukungan dari daddy sudah jelas kehidupan mu tidak akan diganggu gugat, kau bisa jadi pembangkan seperti yang daddy lakukan, mungkin menyakiti madre, tapi menurutku sampai kini semua keputusan yang dia ambil selalu berakhir bagus, tidak seperti bayangan madre"

"Aku sudah bicara padanya"

"Lalu?"

"Hanya saja jangan buat keluarga ini terancam karna orang luar"

"Kau fikir Abigail ancaman?"

"Belum untuk saat ini"

Aaron tercengang "kau sedang jalani hubungan dengan seseorang saja masih belum percaya ya, sesulit itu mengambil kepercayaan darimu" Katanya hiperbola "Kalau suatu hari Abigail adalah ancaman?"

"Pilihan nya hanya ada dua"

Aaron diam menunggu

"Aku yang meninggalkan nya atau madre yang membunuh nya"

Stayed with fatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang