5

6.3K 733 30
                                    







Kembali, Renjun kembali menyalahkan dirinya. Tidak becus mengurus anak-anaknya hingga membuat salah satu dari mereka menderita karenanya. Lorong gelap rumah sakit menjadi saksi betapa hancur hatinya sekarang. Kakinya tidak kuat lagi menahan beban tubuhnya sendiri. Renjun merosotkan tubuhnya di lantai dan menyandarkan dirinya pada dinginnya dinding rumah sakit.

Hidupnya kembali berada dititik paling terberat. Kembali tidak ada yang menguatkan, justru dirinya yang harus menguatkan anak-anaknya. "Bodoh Renjun, bodoh" umpatnya sendiri.

Ia terlalu fokus mencari materi hingga melupakan jika kedua anaknya juga membutuhkan perannya. Hanya dirinya yang menjadi contoh hidup untuk Jeno dan Jaemin.

Selama ini Jaemin tidak pernah mengeluh apapun padanya, tapi dokter berkata jika penyakit yang diderita oleh anaknya sudah masuk dalam tahap kronis. Belum permasalahan yang satu selesai, masalah yang lain datang menghampirinya.

Renjun kembali ke ruangan dimana anaknya berada. Membuka pintu dengan perlahan. Jeno dan Jaemin telah melalang buana di alam mimpinya sedari satu jam lalu. Dirinya sengaja keluar untuk mengurus administrasi Jaemin dan berkunjung sebentar ke ruangan dokter yang menangani anaknya.

Dengan telaten ia membetulkan selimut yang dikenakan oleh Jaemin lalu beralih duduk di tepi ranjang yang digunakan Jeno. Mengelus punggung anak yang tidur dengan telungkup tersebut. Sejak pertama kali saudara kembarnya rawat inap di rumah sakit, Jeno tidak mau untuk pulang dan terus bersamanya menjaga Jaemin.

Renjun memutuskan untuk duduk pada sofa, memandang wajah anaknya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Renjun tau wajah itu menyembunyikan banyak hal, termasuk rasa sakit yang dirasanya selama ini.

Kerusakan hati yang dialami Jaemin telah parah, hati anaknya telah rusak. Jalan satu-satunya untuk menyelamatkan nyawanya hanya cangkok hati dan hal tersebut masih menunggu seseorang yang mau memberikan hatinya untuk ditransplantasi.

"Sembuh anak ibu"

.

Renjun memegang tangan Jaemin saat anak itu hendak turun dari ranjang. "Mau ibu gendong atau duduk di kursi roda?" tanyanya.

"Mau berjalan saja. Nana sudah sehat"

Hari ini sang anak diperbolehkan untuk kembali ke rumah selagi menunggu pendonor hati yang cocok untuk Jaemin. Selagi menunggu, kehidupan anaknya bergantung pada obat-obatan yang diberikan oleh dokter.

Dengan ransel berisikan pakaian mereka yang bertengger apik di punggungnya, Renjun berjalan dengan menggandeng tangan kedua putranya. Jeno dan Jaemin bersenandung riang sepanjang perjalanan.

"Ibu, Nono mau makan ayam seperti yang pernah ibu masakkan dulu. Nono lupa namanya" pintanya.

"Boleh, nanti ibu masakkan untuk kalian berdua" janji Renjun. "Nana mau apa?"

"Apa saja, masakan ibu selalu enak"

"Nanti ibu masakkan makanan sampai perut kalian tidak kuat menampung semuanya" godanya dengan kekehan di akhir.

Ketiganya masuk pada mobil yang selama 3 hari ini terparkir rapi di area parkir rumah sakit. Renjun akan membawa kedua anaknya untuk langsung pulang. Mengistirahatkan tubuh yang kurang istirahat walaupun tidak melakukan pekerjaan apapun.

Di dalam mobil, ketiganya tidak banyak bicara. Renjun melirik kedua putranya dari kaca kecil, Jeno dan Jaemin kembali memejamkan mata selama perjalanan. Mobilnya sampai di pekarangan rumahnya setelah lima belas menit berada di jalanan. Renjun meminta bantuan penjaga rumahnya untuk menggendong Jeno, sedangkan dirinya menggendong Jaemin untuk dibawa masuk. Menidurkan keduanya di kamarnya masing-masing.

CENTER | JAERENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang