Chap 33

143 31 20
                                    

Pelikan demi pelikan membenturkan diri ke dedaunan, membuat gemersik damai di dalam kelamnya langit dan kelabunya cuaca yang mencekik.

Dalam kedua langkah kakak beradik itu sudah tak ada rumah penduduk lagi. Mereka sudah melewatinya dengan deruan tangis serta perasaan yang berkecamuk layaknya badai malam hari ini.

Kini mereka sudah sampai, ke rumah gubuk kayu yang dikatakan oleh ibunya.

Rumah yang terlihat tenang, dengan polesan kayu serta tangga menuju terasnya yang terlihat sendu.

Kwon Eunbi, anak sulung perempuan yang menggandeng tangan adiknya yang lesu itu menaikan pandangannya, menatap rumah kecil itu yang berada tepat di pinggir hutan dengan sorot matanya yang terlihat kuyu.

"Chaewon... kita udah sampe..." suara paraunya lirih. Netranya bergulir melihat adiknya yang berada tepat di sebelah kirinya dengan tangan kecil yang terpaut.

Namun ketika melihat kondisinya, membuat hatinya tercekat.

Kondisi adiknya kinisungguh berbanding balik dengan biasanya. Muram, suram, dan buram. Seolah mentari kecil yang biasanya selalu tertawa diantara gumpalan awan kini malah dilahap abis gumpalan kelabunya halimun. Mata yang selalu bersinar riang itu kini terlihat meredup dengan nanar. Senyuman yang membawa kebahagiaan itu pun menurun, menekuk kebawah seperti netranya yang kini menunduk bagai dipundung.

Keadaan adiknya begitu kacau, kulit-kulit lembutnya itu kini kotor, tercampur debu serta air yang membasahinya. Surai legam sebahunya basah, lepek meneteskan tiap jentik air dari ujung rambutnya yang sudah tak karuan.

Saat ini, Chaewon dalam keadaan terburuknya. Keadaan yang ia tak mengerti dan linglung ketika berhadapan hal tak terduga seperti tadi. Usianya baru lima tahun, namun apa yang tengah ia hadapkan begitu rumit hingga rasanya kepala kecilnya itu tak bisa berpikir dengan baik.

Melihat itu, Eunbi jadi ikut merana. Sungguh demi apapun walau dirinya sering menjahili adiknya, sering meledekinya, namun bila melihat keadaan adiknya yang sehancur ini, ia tak sampai hati. Dirinya runtuh.

Eunbi mengulum bibirnya getir, sampai ia menarik tangan Chaewon pelan untuk berjalan menuju rumah kayu itu.

Mereka pun menaiki tangga menuju teras itu selangkah demi selangkah, dengan tungkai yang lemas sebab mereka berlari dan terus berlari dari kejaran orang-orang yang belum jelas mereka ketahui identitasnya.

Bila mereka hanya ingin rumah itu, mengapa mereka harus melukai Eunbi, Chaewon dan ibunya? Lantas apa maksud percakapan mereka di walkie talkie itu dengan ingin menangkap Chaewon dan membunuh Eunbi?

Mereka tak bisa menemukan jawaban apapun atas tingkah laku orang dewasa tersebut. Keduanya hanyalah gadis berumur 12 tahun dengan adik yang baru beranjak di usia balita. Anak-anak itu belum bisa mengerti apapun konflik orang-orang besar yang terlihat tak memiliki ujung penyelesaian.

Duduklah kedua bersaudari itu di teras rumah tanpa pintu itu. Terlihat dalamnya tampak lusuh, sangat sunyi. Sepertinya ini tempat asal yang Jiwon temukan dan ia rawat sebab terasa lantai kayu ini sangat bersih meski dalam rumahnya terlihat sendu.

Eunbi ingin berdiri, hendak memeriksa dalam rumah tersebut, namun genggaman kecil menahannya untuk pergi dari sana.

Sontak ia pun menengok dan mendapati adiknya yang mencengkram tangannya kuat. Sang sulung menghela napas berat.

"Eonnie cuma periksa doang." Langsung dijawab gelengan lemah dari si Bungsu.

"Jangan tinggayin Chaewon..." suara itu gemetar, si kecil ini hanya menunduk, namun genggamannya pada tangan Eunbi semakin kuat.

Levanter  『Chaelix』✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang