Tiga Puluh Satu - Eccentricity

285 33 22
                                    

Suatu hari pada tahun 2005...

Laki-laki berperawakan tinggi, yang tengah berusia paruh baya, beranjak masuk ke dalam sebuah mobil mewah, diikuti dengan seorang lagi yang dikenal sebagai Istri dari laki-laki tersebut.

Pagi masih sangat tinggi, namun keduanya sudah sepakat menempuh perjalanan hari ini sejak beberapa waktu yang lalu.

Laki-laki itu bernama lengkap Wiguna Thama Witjaksono, berusia 46 tahun, seorang Pengusaha kelapa sawit yang terkenal di Nusantara, karena begitu banyak saham yang ditanamnya pada puluhan usaha menengah.

Memiliki seorang istri, bernama Arumaya Batari, berusia 40 tahun, dan menyandang nama Thama setelah memutuskan menikah dengan Wiguna dua puluh tahun yang lalu.

Hati Arumaya tak secerah cahaya mentari pagi ini. Kedua matanya masih begitu bengkak untuk dibawa bangun pagi-pagi sekali tadi. Bahkan Arumaya tidak memiliki kesempatan demi menyambut Putra satu-satunya dari bangun tidurnya.

Sedangkan Wiguna, ia hanya sedang mencari cara, agar keluarga mereka tetap utuh dan tidak terbuang, serta tidak dikucilkan oleh anggota keluarga besar Witjaksono.

Keduanya menghabiskan waktu tempuh sekitar 3,5 jam dalam diam, hingga akhirnya tiba di dalam satu pekarangan rumah yang tidak terlalu besar namun begitu nyaman, juga rindang karena tanaman hijau yang menaungi sekeliling rumah tersebut.


Panti Asuhan Pelangi Vincentius
Sejak 1970


Rapal Arumaya di dalam hati, sambil kepalanya mendongak ketika membaca banner lebar yang terpasang pada salah satu dinding rumah, dan merasakan bahwa terik matahari menyapu permukaan wajahnya dengan hangat.

"Arumaya..."

Kepala Arumaya kemudian tertoleh, dan mendapati sang suami sudah berdiri tepat di samping tubuhnya. 

Wiguna merentangkan telapak tangannya, satu bahasa tubuh yang selalu ia tunjukkan ketika keadaan hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Aku tau kamu tidak pernah setuju dengan rencana ku ini, tapi aku tidak memiliki pilihan yang lain lagi..." Wiguna menatap kedua mata Arumaya dengan sama terlukanya. "Ini salah ku, mungkin, tidak menghabiskan waktu yang berharga dengan Nanda sebagaimana orang tua, dan berakhir mengetahui bahwa Nanda tumbuh tidak seperti yang aku mau..."

Arumaya menghalau tatapan Wiguna, ia memilih menatap telapak tangan laki-laki itu yang masih terbuka di hadapannya.

Hatinya kembali sakit.

Kalimat Wiguna sedikit banyak menunjukkan bahwa dirinya tak cukup baik sebagai seorang Istri, sekaligus Ibu.

Namun begitu, Arumaya mengamini kalimat Wiguna, bahwa laki-laki itu— tidak. Tapi mereka.

Bahwa mereka tidak memiliki pilihan yang lain...

'Aku enggak berniat menikah, Ma, juga enggak berniat untuk meneruskan apa pun di keluarga ini...'

Kalimat yang Nanda curahkan disela-sela tangisnya beberapa malam lalu kepada Arumaya, setelah Arumaya dan Wiguna mendapati kenyataan bahwa harapan mereka sebagai orang tua telah hancur begitu saja.

Nanda mengakui bahwa dirinya tidak menaruh minat kepada wanita, namun tidak juga akan seenaknya dalam hal itu. Karena bagaimana pun Nanda mengerti. Sangat mengerti bahwa ia tumbuh di lingkungan yang menganggap perasaannya adalah satu hal yang tabu.

The Smell of Rain - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang