Tiga Puluh - Cosmic

237 36 23
                                    

Awan sudah tiba pagi-pagi sekali di kantornya, seperti biasa. Namun kali ini dengan tujuan yang sangat jauh berbeda. Bukan tengah memenuhi kewajibannya yang tercatat sebagai Karyawan Senior, namun sebagai Karyawan pre-resign.

Awan mengundurkan diri.

Ini merupakan satu-satunya pilihan yang ia miliki ketika memutuskan untuk pulang ke Ibu Kota.

Demi menghampiri kesempatannya untuk kembali ke dalam pelukan Nanda dan Gemintang.

Terdengar gegabah untuk beberapa orang yang mengetahui keputusannya, termasuk Dikta. Namun Awan tidak memiliki alasan lain untuk tidak pulang.
Lagi-lagi ia mengamini bahwa ia takut kesempatannya hanya tinggal kali ini saja.

Sekaligus meyakinkan Nanda bahwa ia tidak main-main ketika meminta Nanda untuk lebih mempercayainya demi masa depan mereka, walau masih terdengar mustahil untuk dirinya pribadi.

Hubungan cinta sesama jenis seperti yang mereka lakoni, tidak dapat pertentangan di kalangan para sahabat dan keluarga walau secuil seperti sekarang ini saja sebenarnya sudah jauh lebih baik.

Namun begitu, Awan tidak berniat mundur sama sekali.


***


Awan memasuki satu ruangan berukuran sedang yang sempat sangat familiar dengannya ketika setahun yang lalu.

Tidak ada yang berubah.

Komputer yang ia gunakan masih sama. Kursi yang ia duduki masih sama. Hanya berbeda di beberapa stick-note yang tertempel pada permukaan sebagian biliknya saja yang berbeda.

Kanna tidak mendapatkan pengganti posisinya, namun akhirnya team mereka diperbantukan oleh salah seorang Staff kreatif, yang dengan situasi dan kondisi terbatas masih bisa menghandle segala pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka.

"Mas Awan?"

Awan menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk ruangan, dan mendapati Ernest tengah menghampirinya dan menyerahkan sesuatu ke hadapannya. 

Sebuah kaleng minuman kopi instant yang masih menjadi favorit mereka hingga kini.

"Beres-beres hari ini?"

Awan mengedarkan pendangannya ke segala penjuru ruangan, "tapi barang-barang gue udah enggak ada lagi di sini, jadi ya... Cuma tinggal beres-beres berkas aja. Sebagai persyaratan lampiran application letter gue ke Perusahaan berikutnya."

Ernest mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai pertanda bahwa ia paham dengan jawaban Awan. Lalu Ernest meneguk minumannya sekali, Awan pun.

Keduanya kembali terdiam.

"Habis ini, punya rencana apa lagi?" Ernest memutuskan kembali bertanya, karena sebenarnya ia sedikit penasaran.
Ralat.
Tapi sungguh-sungguh penasaran.
Ia kenal Awan sebagai laki-laki yang bebas. Belum pernah terlibat suatu hubungan yang serius, berbanding terbalik dengan keadaan laki-laki itu saat ini.

Dan Ernest masih belum paham letak baiknya di mana, kecuali, Awan memiliki orang lain yang mampu ia jadikan tempat bernaung.

Namun yang Ernest pahami saat ini adalah, Awan begitu terburu-buru mengambil keputusan. Seolah tidak memberikan kesempatan kepada dirinya sendiri untuk berpikir. Namun, ya... Ernest tidak memiliki hak untuk melarang, maka ia memutuskan bertanya, mungkin jawaban Awan mampu menjawab rasa penasarannya.

"Lusa ada jadwal interview langsung dengan User, karena waktu di sana gue udah berhubungan dengan HRD-nya by phone. Semoga keterima."

The Smell of Rain - Koo Junhoe & Kim Jiwon [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang