Chapter 8

28 11 3
                                    

-


Tok! Tok! Tok!

Aku mendengar suara ketukan dari pintu kamarku, namun aku tidak memedulikannya. Aku masih menutup rapat kedua mataku, menghiraukan segala suara yang mencoba untuk membangunkanku. 

Aku belum siap untuk memulai hari.

Maka dari itu, aku langsung semakin menaikkan selimut yang aku gunakan hingga menutupi seluruh tubuhku.

Tok! Tok! Tok!

Aku tetap tidak mengindahkan suara ketukan itu. Namun suara ketukan itu semakin lama semakin cepat, dan semakin keras.

Aku mulai terganggu dengan suara itu, namun aku masih tidak berminat untuk membuka mataku.

Hening.

Akhirnya suara ketukan itu berhenti. namun,

Ceklek.

Pintu kamarku terbuka.

"Sayang, kenapa kau belum bangun? kau akan terlambat nanti!" Ucap ayahku mencoba untuk membangunkanku. Aku berusaha untuk tidak bergerak agar ayahku berpikir bahwa aku masih tertidur dengan pulas dan membiarkanku untuk bolos hari ini.

"Cassie..." Panggil ayah sembari menggoyangkan tubuhku dengan pelan.

"Cass, wake up."  Aku sedikit membuka mataku dan berdehem pelan, lalu perlahan kembali menutup mataku. Bertindak layaknya orang yang masih mengantuk.

Tanpa aba-aba ayahku langsung menarik selimutku hingga jatuh. Otomatis tubuhku yang tidak terbalut dengan selimut langsung merasakan dinginnya udara pagi. Aku memeluk tubuhku sendiri mencoba untuk meminimalisir rasa dingin yang menghantamku.

"Apa Dad? aku masih mengantuk..." Ucapku sedikit manja padanya.

Aku dapat melihat ayahku yang menggelengkan kepala. "Kau harus sekolah sayang, bangunlah kau akan terlambat."

Aku duduk diatas kasurku, menatapnya dengan tatapan suntuk.

"Cepatlah." suruh ayahku lalu duduk diatas kasur.

Aku menguap dan mengucek mataku agar tidak terlalu mengantuk.

"Tapi dad, aku tidak mau masuk hari ini." Aku menatap matanya sayu, dan seperti biasa ketika aku malas untuk kesekolah ayahku akan bersikap dingin padaku.

"Mengapa?" Tanya ayahku dengan intonasi yang menekankan bahwa dia tidak suka dengan ucapanku.

"Aku hanya ingin beristirahat Dad."

Ayah hanya diam menatapku, aku menunduk menghindari kontak mata dengannya. ayahku tahu bahwa aku bodoh dalam berbohong.

Aku menelan ludahku gugup. 

Aku mengangkat kepalaku lalu melihat kearahnya, ayah hanya menaikkan satu alisnya. 

Aku langsung memalingkan wajahku kearah nakas di samping. Disana, aku melihat fotoku dengan Adrian yang sedang tertawa bersama. Aku menggigit bibir bagian bawahku, lalu kembali menghadap ayah. 

Kurasa sedari tadi, dia mengamati apa yang aku lakukan. Melihatku yang terus menerus menatap fotoku bersama Adrian. 

Ayahku menyadari apa yang terjadi denganku. Dia menghela napas lalu menggelengkan kepalanya, "Jadi, semua ini karena Adrian?"

Aku yang mendengar itu hanya menunduk dan mengangguk kecil. 

Ayahku tertawa kecil, dia berdiri lalu berjalan kesampingku. Setelah itu dia mengusak pucuk kepalaku sambil berkata, "Kalau sekarang yang kau coba adalah menghindar, selamanya kau tak akan bisa selamat Cass... Masalah tidak akan selesai dengan sendirinya."

Mendengar itu, dengan cepat aku langsung bangun dan memeluk ayahku.

Ayahku terkejut dengan pelukan tiba-tiba itu, namun tak lama dia langsung membalas pelukanku. 

Dengan cepat aku langsung mempererat pelukan hangat itu.

"Ohhh... sudah ah, ini pertama kalinya kau memeluk ayah setelah sekian lama." Canda ayah. Aku memukul dada ayahku manja lalu kembali memeluknya.

Aku cemberut lalu menatap wajahnya. "Tapi Dad, masalah yang aku hadapi dengannya tidak sedikit."

"Hahh, kalau begitu kau harus pergi meninggalkannya. Dan matamu sudah sedikit membaik sekarang." Ucapnya dengan enteng.

Aku kembali memukul dada ayahku, dia hanya tertawa dengan perlakuanku. Ayah mengelus kepalaku dengan sayang lalu mengecupnya, "Kau tahu kan? mencintai seseorang itu tidak harus bisa memilikinya." 

"I know dad, i know. Tapi aku belum mau menyerah saat ini."

"That's my girl."

Aku tersenyum dengan ucapan ayahku. Memang benar, cinta itu tidak harus memiliki. Namun, hati dan perasaan ini tidak mau melihatnya bahagia dengan orang lain.

"Baiklah, bersiaplah. kau akan benar-benar terlambat sekolah." Aku mengangguk dan melepas pelukanku. Aku langsung lari ke kamar mandi bersiap untuk pergi sekolah. Ayah yang melihat tingkahku itu hanya menggelengkan kepalanya lalu turun kebawah untuk menyiapkan sarapan.

Selesai mandi, aku langsung mengenakan seragam sekolahku lalu turun kebawah untuk sarapan.

Selesai sarapan, aku diantar oleh ayahku menuju sekolah. Tak terasa lama, karena kalian tahu? Rasanya benar-benar seperti ingin mati. Ayahku melaju dengan sangat cepat sambil menyerobot kendaraan lain.

Setelah sampai di halaman sekolah yang lumayan sepi, aku membuka pintu lalu keluar dari mobil. Aku sedikit menopang berat badanku sendiri karena demi tuhan, aku ingin muntah.

Ayahku hanya tertawa puas melihat keadaanku yang mengenaskan.

Aku membanting pintu mobil karena kesal. Ayahku terkejut dan menatapku galak. 

Aku menatapnya tanpa rasa bersalah lalu tersenyum bodoh. 

Aku melihat mobil ayahku meninggalkan area sekolah. Sebelum ayahku pergi dia berpesan padaku untuk terus bersemangat dan menelfonnya kalau ingin dia jemput.

Aku tidak suka membawa kendaraan sendiri kesekolah. Karena ya ..., aku sudah terbiasa diantar jemput oleh Adrian. Omong-omong soal Adrian, aku tidak berangkat bersama dengannya. Akupun memikirkannya, tumben sekali dia tidak menjemputku? 

Aku tidak mau memikirkan hal itu sekarang, aku harus cepat masuk kedalam kelas agar aku tidak dihukum. 

Tiba dikelas, aku berniat menuju mejaku namun...,

Aku melihat Adrian sedang tertawa dengan gadis sialan itu.

Evelyn.

Sial!


TBC

We Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang