Bel pun berbunyi, menandakan jam pelajaran terakhir sudah sudah selesai dan waktunya untuk pulang.
Dengan malas aku mengambil tas milikku di kursi. Jujur saja, aku sama sekali tidak mengeluarkan buku untuk pelajaran terakhir.
Aku berdiri sambil menggendong tas dan berjalan keluar dari kelas. Aku tiba-tiba berhenti saat melewati bangku yang biasa aku duduki dengan Adrian. Tas milik Adrian masih ada disana. Aku memandang dalam tas itu.
Apakah aku harus membawa pulang tas miliknya?
Aku melihat kearah bangku yang di duduki oleh Evelyn dan tas miliknya juga masih ada disana.
"Apa setelah Adrian mengikuti ucapanku tadi dia langsung membawanya untuk membolos bersama? " Tanyaku pada diriku sendiri. Jika memang benar, apa yang harus aku lakukan?
Oh tuhan aku benar-benar tidak tahu. Aku tidak mau Adrian sampai-sampai menjadi milik orang lain.
aku tak rela.
Apalagi jika bersama Evelyn.
Aku benar-benar tidak mau itu terjadi. Aku menatap tas gendong milik Evelyn sekali lagi lalu berlalu pergi keluar dari kelas. Berjalan-jalan sebentar dikoridor, aku berfikir untuk pergi ke taman belakang sekolah. Aku tidak tahu mengapa, hanya saja aku merasa jika aku kesana perasaanku akan menjadi lebih baik.
Oh dan juga, setelah itu aku berencana untuk mengunjungi ibu dirumah sakit. Aku sudah sangat merindukannya.
Berjalan melewati lorong-lorong kelas dan turun ke lantai satu. Aku lupa memberitahu kalian bahwa aku dan Adrian sudah kelas akhir di highschool dan mungkin sebentar lagi kita akan menghadapi ujian akhir.
Setelah turun, akupun berbelok kearah kiri untuk menuju parkiran karena jalan satu-satunya menuju taman belakang sekolah adalah melewati tempat parkir sekolah.
Aku masih berjalan dengan santai sambil bersenandung, saat aku melewati parkiran, aku melihat sepasang manusia yang sedang berpelukan disana.
Aku heran, seharusnya yang masih berada disekolah ini hanyalah aku sendiri, tapi...
tidak...,
Aku kembali teringat bahwa aku tidak sendiri disekolah. Tas milik Adrian dan Evelyn masih ada didalam kelas. Apa mungkin?
Aku melihat kedua orang itu masih berpelukan. Aku segera mencari tempat persembunyian yang bagus untuk melihat mereka, hanya untuk memastikan bahwa yang sedang berpelukan disana itu bukanlah Adrian.
Aku bersembunyi di balik tiang sekolah tepat di belakang mereka, aku mengintip dan samar-samar aku bisa mendengar pembicaraan mereka.
"Thank you for listening Ri..."
"Apakah kita kembali seperti dulu?"
"Aku tidak tahu evee, aku hanya-"
Tiba-tiba saja ponselku berdering dengan nyaringnya. Dengan panik aku segera menolak panggilan itu dan mematikan ponselku. Saat aku melihat kembali kearah mereka, mereka sudah tidak ada disana. Dengan itu aku langsung mengumpati orang yang meneleponku barusan. Aku bahkan belum tahu siapa dua orang itu
Aku menghela napas panjang, ponselku berdering kembali menampilkan siapa yang sedang mencoba untuk menghubungiku. Aku melihat nama kontak tersebut dan disana tertera tulisan 'ayah'. Tanpa berpikir panjang aku langsung mengangkat telepon dari ayahku.
Aku terkejut karena saat baru saja menjawab telepon itu, ayahku langsung berteriak, aku yang merasa kebingungan langsung saja bertanya padanya,
"Ada apa dad? kau tidak perlu berteriak seperti itu."
"TIDAK PERLU? AKU SUDAH MENCOBA BEBERAPA KALI MENELEPON MU DAN KAU MENOLAKNYA!" Ucap ayahku disebrang telepon dengan penuh amarah. Aku yang mendengar teriakan ayahku menjadi sangat kesal. Aku kembali membalas ayahku dengan berteriak, "AKU SEDANG BELAJAR AYAH! ada pelajaran tambahan dikelasku hari ini. ADA APA?!"
Aku tahu yang aku lakukan sangat tidak sopan, aku hanya ikut terbawa emosi.
Hening saat itu juga. Lalu aku mendengar helaan napas dari ayahnya, "Hahh... Cass, cepatlah kerumah sakit. Ibumu mengalami kritis kembali."
Mendengar itu, aku menutup mulutku tidak percaya. Namun saat ingin menanyakan kebenaran akan hal itu, telpon dari ayah sudah dimatikan dengan sepihak. Saat itu juga aku mengeluarkan air mata karen shock, mengetahui bahwa ibuku kembali dalam keadaan kritis.
Dengan itu akupun langsung berlari keluar dari sekolah untuk menuju rumah sakit tempat ibu dirawat selama ini.
Tiba di gerbang sekolahnya, aku melihat Adrian yang sedang bersiap untuk melajukan kendaraan motor milikya. Pandangan kita bertemu, aku tahu pasti dia sedang memandangku saat ini dari balik kaca helm gelap miliknya itu.
Adrian terkejut melihatku menangis, ia langsung mematikan motornya lalu menghampiriku.
"Ada apa Cass?" Tanyanya dengan nada yang begitu khawatir. Aku bisa merasakan tangan hangatnya yang memegang pipiku lalu ibu jarinya menghapus air mata yang keluar dari kelopak mataku.
Aku langsung saja memeluk tubuh Adrian dengan erat. Aku tidak peduli dengan hal tadi yang aku pikirkan tentang dia. Adrian mengusak kepalaku perlahan mencoba menenangkan diriku.
Setelah aku mulai tenang dan berhenti menangis, Adrian membawa kepalaku untuk memandang wajahnya yang entah sejak kapan helm yang ia pakai tadi sudah ia lepas.
"Kau kenapa Cassie?" Tanya Adrian lagi dengan lembut. Aku kembali terisak saat mengingat ibu yang kembali kritis. Aku menenangkan diriku lalu bercerita pada Adrian apa yang terjadi pada ibuku. Adrian dengan segera mengajakku menaiki motornya untuk menuju rumah sakit.
Akupun mengangguk mengiyakan ajakannya.
Aku menaiki motor Adrian dan memakai helm yang dia berikan padaku. Setelah aku siap, Adrian pun melajukan motornya membelah jalanan kota.
Disepanjang perjalanan, aku terus memeluk pinggang Adrian dan dengan penuh kesempatan aku masih saja mengharapkannya.
Aku menutup mataku, menjernihkan pikiran sekaligus menenangkan diriku.
Aku lagi-lagi melupakan tindakan Adrian di lorong kantin tadi siang. Tidak apa, setidaknya Adrian berada disisiku sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
We Can't
Romance"A- Aku... Aku menyukaimu." "Apa? kau bercanda kan. Kita ini-" "Aku tahu... Aku tahu, maafkan aku." Akupun pergi meninggalkannya. Dengan kesedihan yang terus meluapkan air mataku, aku terus berlari. Menghindari sebuah kenyataan yang sangat menyakit...