Chapter 14

8 2 0
                                    

Keesokan harinya, aku pergi kesekolah seperti biasa. Tidak ada yang berubah kecuali Adrian yang semakin gencar mendiamiku.

Aku benar-benar heran dengannya, apa yang sebenarnya sedang dia lakukan?

Mendiamiku karena dia marah padaku, atau

Menghindariku?

Memikirkan semua itu membuat kepalaku sakit. Entahlah, biarlah Adrian melakukan apapun semaunya.

Menidurkan kepalaku dimeja agar aku tidak terlalu merasakan sakit kepala itu, namun tiba-tiba aku merasakan pergerakan disampingku, ada seseorang yang duduk disana. Saat aku mengangkat kepalaku untuk melihat siapa sosok itu, aku tahu disaat itu juga itu adalah keputusan terburuk yang pernah aku buat.

Yang aku lihat adalah Evelyn yang sedang menyeringai kepadaku,

Ha, sial!

"Hai Cassie." Sapanya dengan senyuman yang begitu palsu. Aku yakin jika semua orang melihat senyumannya mereka akan terpana, tapi tidak denganku, aku ingin muntah.

Aku kembali menidurkan kepalaku dengan malas tanpa menjawab sapaan jalang itu.

Dari sisi mataku aku dapat melihat ekspresi wajahnya yang berubah drastis. Dasar ular!

Aku menutup mataku benar-benar ingin menghiraukannya. Aku dapat mendengarnya menghela napas kesal lalu dengan sekejap aku dapat mendengarnya terkekeh kecil, "Adrian menjauhimu kan?"

Dengan perlahan aku menegakkan tubuhku dan tertawa, "Hahaha, sangat lucu jalang." Ucapku dengan tajam kearahnya.

Mendengar jawabanku dia malah semakin melebarkan senyumannya.

"Aku sudah menduganya, pada akhirnya Adrian tetap akan meninggalkanmu." Aku tetap diam dan menatapnya dengan tajam.

"Kau tahu kenapa?" Lanjutnya mempermainkan ku.

"Karena orang yang dia cintai itu adalah aku, bukan kau...,"

Aku langsung menggebrak meja dan menarik kerah seragamnya mendekat kearahku.

"Apa maksudmu?" Ucapku dengan geraman rendah.

Dia tersenyum remeh, "Kau lebih baik tanya sahabatmu itu, apakah dia masih mencintaiku atau tidak? Aku sangat yakin kalau dia akan mengatakan 'iya'." Jawabnya sinis, dengan begitu, Evelyn langsung melepaskan cengkraman tanganku pada kerah seragamnya lalu keluar dari kelas.

Ekor mataku benar-benar terus memperhatikannya.

Aku semakin benci wanita itu.

-

Bel masuk sudah berbunyi, tapi Adrian benar-benar tidak menampakkan dirinya di kelas ini. Apa dia memang tidak akan masuk hari ini?

Arrrrghhh.... Pikiranku benar-benar penuh, aku tidak bisa berpikir jernih sekarang. Aku benar-benar membutuhkan udara segar.

Kurasa membeli minuman ke kantin bukanlah ide buruk kan?

Ah apa peduliku, lagi pula kelas ini sepertinya akan jam kosong.

Dengan begitu, akupun berdiri dan berjalan menuju kantin. Di perjalanan menuju kantin, aku melihat banyak sekali kerumunan dilapang basket.

Ada apa ini?

Aku menelusuk kearah kerumunan itu untuk melihat apa yang sedang terjadi.

Ketika sudah mencapai barisan paling depan,
ternyata...

Disana ada Adrian yang sedang bermain basket dengan temannya. Ya aku tahu dia siapa, tapi aku tidak ingat namanya.

Ternyata Adrian ada disini.

Kerumunan ini semakin ricuh ketika Adrian behasil menguasai bola. Aku melihat Adrian yang sedang benar-benar serius,

Mereka sedang berduel ya?

Adrian semakin gencar menahan serangan yang diberikan oleh temannya, menahan bola yang masih menjadi kepemilikannya. Dengan cepat Adrian memantulkan bola itu dan menggiringnya menuju ring.

Aku melihat Adrian yang sedang mengambil ancang-ancang untuk menembak bola itu kedalam ring.

Adrian melompat dan...,

"WHOOOAAA"

bola itu masuk kedalam ring. Kerumunan orang-orang ini berteriak melihat Adrian dengan gagahnya dapat mengalahkan lawan duel nya ini.

Dengan jelas, aku melihat Adrian yang mengelap keringat di dahi miliknya dan tersenyum kearah temannya yang sedang menjadi lawannya saat ini.

Sial dia sangat tampan!

Hati ku bergetar melihatnya, aku benar-benar terpesona.

Tiba-tiba saja kornea mataku menangkap sesosok perempuan yang sedang menghampiri Adrian sambil membawa botol minum.

Aku bisa melihat Adrian yang sedikit tertegun disana. Namun, Adrian langsung menerima botol minum dari perempuan itu lalu tersenyum.

Hatiku seketika merasa panas.
Dan semakin panas ketika menyadari bahwa perempuan itu adalah Evelyn.

Sial! Sial! Sial!

Aku melihat mereka berbincang, karena aku sudah tidak kuat lagi melihat mereka, akupun pergi menjauh dari kerumunan.

Hati dan kepalaku benar-benar terasa panas.

Berjalan di lorong aku menemukan sebuah Vending machine berisi minuman dingin. Aku teringat dengan tujuanku di awal, aku hanya ingin membeli minum. 

Arrrrghhh.

Kurasa aku butuh dari hanya sekedar minum. Aku berjalan menuju mesin itu lalu memilih minuman yang aku main. Menekan tombol, lalu memasukkan uang receh kedalam mesin itu, sialnya minumanku tertahan disana dan tidak bisa keluar.

"What the fuck?" Gerutuku kesal lalu memukul mesin itu dengan keras.

"Well, that's rude." 

Aku terkejut ketika tersadar ada orang dibelakang ku sedari tadi. Aku mengernyitkan dahiku, aku familiar dengan suara ini.

"Ck, apakah ada hal yang lebih buruk dari pada ini?" 

Tanpa mempedulikannya, aku akhirnya mengambil minumanku yang sudah terjatuh lalu menegakknya. 

'Hahh..., dasar'

.

.

.

.

.

.

TBC

We Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang