chapter 16

4 0 0
                                    


Ayahku menghela napasnya sedikit kasar setelah mendengarkan keluhanku terhadap Adrian. "Sudah ayah katakan berulang kali Cassie, love doesn't always have to have. Kamu masih bisa mencintai Adrian sebagai sahabatmu." 

Aku cemberut mendengar penuturan dari ayah. Ya, dia benar..., fase mencintai seseorang adalah ketika kalian bisa merelakannya bersama orang lain dan..., kita masih bisa mencintai mereka dengan banyak cara.

Dengan menjadi sahabatnya kata ayah.

"Ayah tentunya mendukung pilihanmu, apapun itu. Karena ayah yakin kamu pasti sudah tahu apa yang terbaik untuk dirimu sendiri sayang." Aku tersenyum mendengar itu, aku memeluk ayah dari samping dan menyenderkan kepalaku di bahunya. 

Aku dapat merasakan elusan di pucuk kepalaku yang disertai dengan kecupan lembut dari ayah. Aku tersenyum, dan aku sangat bersyukur aku memiliki sesosok ayah yang sangat baik.

Tiba-tiba saja, ponselku berdering menandakan ada panggilan yang masuk. 

Akupun mengambil ponselku itu lalu langsung saja aku melihat nama pemanggil itu,

Adrian.

Melihat kearah ayah, dia hanya mengangguk seakan menyuruhku untuk menjawab. Sebelum mengangkatnya, aku menutup mataku terlebih dahulu lalu menarik napas dalam dan mengeluarkannya. Aku menggigit bibir bagian bawahku lalu berbicara,

'Halo...'

'Cassie...'

'Where are you?'

'Aku sedang di rumah sakit Ad, menjenguk ibu.'

'Aku akan kesana, tunggu.'

'Tidak perlu'

'...'

'Why?'


Aku dapat mendengar suaranya yang seperti khawatir. Apa yang dia khawatirkan?

Aku?

atau fakta bahwa aku melihat Evelyn yang mencium Adrian?


'I'm heading home, kamu tidak perlu kesini.'

'Aku akan tetap kesana, tunggulah...'

Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Adrian, jika sudah begini aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Aku mendengus kesal, tapi tetap saja hatiku berdenyut sakit karena harus berhadapan dengan Adrian. 

Aku melihat kearah ayah dan aku dapat melihat ekspresinya yang seakan-akan mengejekku, "Dia akan kemari kan?" Tanya ayah sambil menahan tawanya yang melihatku gelisah.

Aku hanya memutar kedua bola mataku malas dan mengangguk pelan..., aku takut.

"Tunggulah di lobby, ayah akan disini sebentar lagi, atau ingin ayah antar kesana?"

Mendengar itu aku pun melotot kaget kepada ayah, melihat ekspresiku yang seperti itu ayah langsung tertawa terbahak-bahak sampai hampir meneteskan air matanya, entah apa yang lucu dari semua hal ini.

"Hahh..., sudah cepat sana. Nanti Adrian keburu menunggu." Ucap ayahku sambil sedikit-sedikit tertawa.

Dengan cemberut, akupun langsung turun kebawah kearah lobby. Di dalam elevator, aku memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya jika aku bertemu dengan Adrian.

We Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang