Chapter 10

24 11 0
                                    

-

Mata kami saling terikat satu sama lain, dia hanya diam memandangiku. Aku merasa keheranan, mengapa dia bisa ada disini?

"Hi Cass." Panggilnya dengan nada lembut padaku. 

Aku yang sedikit takut dengan keberadaan Grey hanya bisa berjalan mundur secara perlahan. Greyson yang menyadari pergerakkanku langsung memegang tanganku mencoba menahanku untuk pergi. Aku yang sudah mulai risih dan semakin ketakukan mulai memberontak, mencoba melepaskan genggamannya pada lenganku.

"Get of me!" Ucapku sedikit berteriak membuat beberapa orang memusatkan perhatiannya padaku. Sementara itu, Greyson yang tidak memedulikan tatapan dari orang-orang dan malah menahan tanganku semakin erat. 

"Please Cass, biarkan aku berbicara padamu. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu bahwa-"

"Hey , let her go!"  

Adrian yang tiba-tiba datang langsung melepas paksa genggaman Greyson padaku. Ucapan Greyson sempat terhenti karena kedatangan Adrian yang secara tiba-tiba.

Adrian menyembunyikan diriku dibelakang punggungnya, di belakang sini aku dapat mencium wangi perfume Adrian yang sangat memabukkan. Wangi citrus dengan mint dari tubuhnya benar-benar menghipnotisku.

Wangi yang selalu membuatku merasa aman dan nyaman.

Terhipnotis dengan wangi Adrian, aku tidak menyadari bahwa Greyson sudah pergi. Aku melihat Adrian yang sepertinya masih merasa marah. Terlihat dari tangannya yang mengepal sangat kuat sehingga urat-urat tangannya nampak sangat jelas.

"Bagaimana sialan itu bisa ada disini?" Kesalnya dengan lirih lalu berbalik menghadapku. Tatapan kita saling bertemu, aku menyukai tatapannya yang dalam dan sangat menghanyutkan. Mata yang terkesan tegas dan penuh dengan misteri. 

Adrian melambaikan tangannya didepan wajahku, membuat aku sadar dari kagumku padanya, "Apa yang kau lamunkan?"

"Huh? T-tidak ada." Elakku padanya. Aku tidak mungkin langsung mengutarakan apa yang aku lakukan kan? seperti, "Oh aku hanya sedang memandangmu dan mengagumi dirimu." itu akan terlihat sangat konyol dan menyedihkan. 

"Really? lalu apa yang aku katakan tadi?" Tanyanya yang membuat aku bingung harus menjawab apa. Sial, tuhan tolong aku.

"Uhmm... Kau tadi bilang mengapa sialan itu bisa ada disini bukan?" 

Ctak!

"Aww.." Adrian menjitak keningku, aku mengusap-usap keningku untuk menghilangkan rasa sakit jitakan maut dari Adrian. Aku tahu dia hanya main-main, namun ini sungguh sakit.

"Wrong."  Ucapnya setelah menjitak keningku cukup keras, "Sudah kuduga kau pasti berbohong, kau tak bisa mengalahkan kepekaan seorang Adrian Cass." Dia tersenyum kecil menyiratkan sebuah ekspresi yang membuatku sangat kesal.

Aku menatapnya penuh dengan kekesalan. Dia hanya menatapku sambil mengangkat satu alisnya dengan senyuman yang sangat menjengkelkan itu, namun sialnya dia tetap terlihat tampan.

Adrian tiba-tiba saja tertawa, membuatku menjadi keheranan. Apa yang dia tertawakan? aku menyatukan kedua alisku yang malah membuat tawanya semakin keras, "Hahahaha... Apakah aku setampan itu hingga dapat seluruh perhatianmu padaku? Aku tidak mengatakan apa-apa Cass, tidak sama sekali." Dia lanjut menertawaiku, namun pipiku memerah karena ucapannya tadi. Apa sejelas itu aku terlihat memperhatikannya?

Aku menyilangkan kedua tanganku di dada, memperhatikan tawa puas Adrian. Sedari tadi aku sudah memperlihatkan wajah kesal ini namun dia tidak memperhatikannya. 

Tiba-tiba saja tawa Adrian terhenti, dia seperti melihat kearah sesuatu. Lebih tepatnya seseorang.

Aku yang bingung menurunkan kedua tanganku dan melihat kearah yang Adrian pandang. Ternyata yang membuat tawa Adrian berhenti adalah Evelyn.  Dia memandang kearah Evelyn yang sedang berbicara pada orang lain, lebih rincinya dia sedang berbicara dengan pria entah siapa.

Padahal aku baru menemui dan berbicara pada jalang itu tadi. Aku kembali memandang Adrian dan dia terlihat kesal, marah, dan juga..., sedih?

Tunggu dulu, mengapa Adrian memasang wajah seperti itu? Apa yang dia lakukan?

Tidak-tidak, mengapa ia merasa sedih?

Bahkan batu karang yang selalu dibasahi oleh ombak pantai pun tidak bisa menjelaskannya.

Ada apa dengan Adrian dan Evelyn?

Apakah mereka saling mengenal sebelumnya?

Tapi yang kurasakan adalah Adrian memiliki ketertarikan pada 'gadis' jalang itu. Akkh memikirkan itu membuat hatiku berdenyut sakit.

Pertanyaan-pertanyaan tentang Adrian dan Evelyn benar-benar merusak isi pikiranku. Memang ada yang mengganjal dari kedekatan mereka berdua.

Aku menatap wajah Adrian yang terlihat begitu memprihatinkan.

'Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku Adrian...'

Aku mencoba untuk bersikap normal dan menjentikkan jariku di hadapan Adrian, "What are you lookin at dickwad?" 

Adrian tersadar lalu melihatku namun dia langsung mengalihkan pandangannya lagi pada Evelyn. Aku yang merasa terabaikan meninju pelan bahu Adrian untuk mendapatkan atensinya padaku.

Itu berhasil, namun tetap saja dia terus mengalihkan pandangannya lagi pada Evelyn.

"Hampiri saja gadis itu, daripada kau memandangnya seperti ini dari jauh terlihat sangat menyedihkan. Kau benar-benar menyedihkan Adrian." Sinisku, aku langsung pergi dari hadapan Adrian dan dia tetap tidak peduli.

Hal itu membuatku merasakan sebuah perasaan yang begitu aku benci. Sakit hati. Aku menoleh kebelakang dan..., Adrian benar-benar menghampiri gadis itu.

hah sial.

Aku kembali berjalan menuju kelas, karena selera makanku sudah hilang. Mengapa begitubanyak drama yang menghampiriku akhir-akhir ini?

Masuk kedalam kelas aku mengambil tasku lalu pindah ke meja belakang, bermaksud untuk menghindari Adrian.

Namun hingga jam istirahat berakhir dan jam pelajaran terakhir pun dimulai, dia tidak pernah datang kembali ke kelas. Aku menatap bangku yang selalu aku duduki bersama Adrian terpampang kosong. Melihat hal itu saja sudah sangat menyakitkan. 

Aku tersenyum dan tertawa rendah dengan kecut. Aku juga melihat kearah bangku yang Evelyn duduki dan itupun...

Kosong.

Aku sampai-sampai mengabaikan guru yang sedang menjelaskan mata pelajaran favoritku hanya hanya karena memikirkan hal ini.

Yeah, kurasa Adrian tengah bersama dengan Evelyn sekarang.

Aku menunduk lesu, menyembunyikan kepalaku di antara lengan menunggu bel pulang berbunyi.

Aku sudah merasakan terlalu banyak sakit hati hari ini. Aku benar-benar muak.

Aku ingin pulang.

.

.

.

.

.

TBC

We Can'tTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang