Bab 5 - Change

5K 439 14
                                    

Ketidaknyataan ini membuat Kaluna Utari menyadari berapa banyak hal yang ia lewatkan karena kurangnya rasa bersyukur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ketidaknyataan ini membuat Kaluna Utari menyadari berapa banyak hal yang ia lewatkan karena kurangnya rasa bersyukur. Begitu dirinya masuk ke dalam kelasnya dulu, ia bisa melihat hal yang selalu ia abaikan sejak dulu. Seperti harum ruangan kelas, harum meja, harum tip-ex, harum spidol, harum buku, dan harum keringat anak-anak yang baru saja selesai olahraga.

Mata pelajaran olahraga di jam pertama hari Rabu sebenarnya sangat menjengkelkan. Karena seusai olahraga, mereka harus segera berganti baju menggunakan seragam putih-biru, dan guru mata pelajaran IPA tidak mau mengajar kalau masih ada yang menggunakan seragam olahraga.

"Haduh panas banget," eluh Tyson dengan wajah merah penuh keringat yang membanjiri tubuhnya. Ia membuka baju olahraganya hingga menyisahkan tubuhnya yang mungkin dianggapnya sebagai aset berharga nan seksi.

"Eh, Cherrybelle, gue minta minum dong." Pemalakan terang-terangan Ade pada Hesti yang sedang mengobrol dengan teman sebangkunya.

"Dih modal dong, beli minum sendiri sono!" cetus Hesti dongkol pada tingkah Ade yang sangat tidak tahu diri. Sudah meledek Hesti karena sangat menyukai salah satu girlband Indonesia populer pada tahun 2011, masih mau meminta minum gadis berambut pendek itu pula.

Kaluna tersenyum melihat pemandangan itu, ia masih tidak menyangka dapat menyaksikan kembali hal-hal yang umum terjadi ketika dirinya masih menduduki kelas tiga SMP.

"Lu mau ganti baju gak, Lun?" Sentuhan di bahu Kaluna membuat tubuh gadis itu agak terlonjak. Ia baru sadar kalau saat ini dirinya sedang berdiri di depan kelas menyaksikan keadaan kelas yang riuh karena kepanasan.

"Iya, mau," balasnya pada Aileen terbata-bata. Ia memutari matanya mencari letak tempat duduknya karena ia lupa. Begitu ia melihat sebuah tas bergambar sepatu, bibirnya membentuk senyuman lebar. Kaluna pun berlari menuju kursi itu dan langsung memeluk tas kesayangannya.

Dari dulu ia sangat menggemari tas apa pun yang memiliki gambar sepatu, ia tidak memiliki alasan pasti untuk itu, yang jelas ia sangat menyukainya. Ia ingat tali tas kesayangannya ini sudah putus, dan tanpa sepengetahuannya, sang ibu membakar tas-tas miliknya yang sudah tidak terpakai. Waktu itu rasanya sakit sekali.

Kaluna pun memeriksa tali tas miliknya, masih bagus, talinya masih kencang. Astaga, ia tidak percaya kalau barang yang ia ingat sudah rusak, kini di depan matanya masih tampak sehat dan kuat perkasa.

"Lun, bareng ya ganti bajunya," kata Safira yang duduk di belakang kursi Kaluna. Ia tampak mengambil seragam putih-abunya dari dalam tas.

"Gue juga deh," sahut seseorang yang membuat Kaluna terdiam mengingat-ngingat suara siapa ini. Ia menoleh ke belakang, melihat seorang perempuan bertubuh agak gemuk, berkulit putih pucat, dan bermata kecil.

Mata Kaluna membulat sempurna kembali melihat temannya itu, karena sudah lama sekali tidak bertemu dengan Nuraini. "Woy, Nur, apa kabar lu?" serunya tanpa sadar. Sontak kelakuannya yang di luar dugaan itu membuat Nuraini menatap Kaluna dengan tatapan heran.

One Last Chance (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang