"APA maksud kamu, Elvano?" tanya ibunya dengan suara gemetar. Jantungnya berdebar dua kali lebih tepat saking terkejutnya dengan pengakuan anaknya yang diluar dugaan.
"Bos..." lirih Simon yang ia sendiri tidak menyangka akan mendengar hal itu dari majikannya sendiri. Setahunya hubungan Stefanie dan Elvano baik-baik saja belakangan ini. Tapi kenapa Elvano mau membatalkan pernikahan mereka?
Elvano terdiam sejenak. Sekali lagi ia menarik napas dalam-dalam kemudian mengembuskannya dengan perlahan. Kepalanya menunduk, menatap kedua tangannya sendiri yang saling tertaut.
"Aku tau ini keputusan yang sulit, tapi aku harus ngomong ini sebelum semuanya terlambat. Aku gak bisa nikah sama Stefanie."
Maria menutup mulutnya yang terbuka lebar. "T-tapi kenapa? Bukannya sebelumnya kalian baik-baik aja...? Elvano, Mama lagi gak pengen dibercandain ya. Acara pernikahan kamu sebentar lagi, jadi jangan ngomong yang enggak-enggak kayak gini," bentak Maria hilang kendali.
Kepala Elvano mendongak, menatap mata ibunya lurus-lurus. "Dari awal aku gak pernah suka sama Stefanie. Aku ngelakuin ini demi Mama. Tapi akhir-akhir ini aku takut sama banyak hal. Kalau pernikahan ini dilanjutin, aku takut kehidupan rumah tanggaku bakal berakhir hancur kayak Mama dan Papa."
Tamparan keras mendarat di pipi Elvano sampai membuat Simon memekik terkejut. "Gila kamu, Elvano! Bisa-bisanya kamu bilang kayak gini sama Mama? Di mana hati kamu?" teriak Maria keras. Wajahnya pun sampai memerah dan air mata jatuh begitu saja tanpa ia minta.
Elvano memegangi pipinya yang memanas. Ia membasahi bibirnya yang kering, dan mencoba setegar yang ia bisa.
Maria menutup mulutnya sendiri tidak percaya bahwa ia menampar wajah anaknya sendiri. "Vano, Mama gak bermaksud kayak gini... Oh Tuhan!" Wanita itu tidak bisa berkata-kata, ia menyentuh kepalanya sendiri yang mulai berdenyut nyeri.
"Kenapa Mama harus nyangkal itu? Papa aja mengakui kesalahannya. Bukannya itu artinya kebenaran?" tanya Elvano dengan suara pelan namun langsung menusuk ulu hati Maria.
"Elvano..."
"Selama aku gak pernah komplain sama Mama. Apa pun yang Mama mau, aku turutin. Apa pun yang Mama suruh, aku juga turutin. Itu semua bukan karena aku mau, tapi karena aku gak punya tujuan hidup sama sekali. Aku ngebiarin Mama ngendaliin hidup aku seolah-olah itu emang hal yang baik. Tapi ternyata enggak, Ma. Aku gak bahagia," Elvano menyela sebelum ibunya menyelesaikan ucapannya.
Maria terdiam mendengar isi hati Elvano. Mulutnya kelu, ia tidak bisa menjawab apa yang dikatakan oleh anaknya sendiri.
Wanita itu menarik napasnya kuat-kuat kemudian berkacak pinggang. "Tapi ini sudah terlanjur Elvano, kamu gak bisa batalin gitu aja. Gimana perasaan Stefanie? Keluarganya? Keluarga Mama? Temen-temen Mama? Kamu gak bisa batalin gitu aja cuma karena gak bahagia. Ini menyangkut nama baik keluarga kita!" pekik Maria.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Last Chance (END)
Genel KurguKaluna Utari merasa hidupnya berjalan dengan baik hingga berumur dua puluh lima tahun. Ia memiliki semua yang tak banyak orang bisa dapatkan. Tapi dengan semua keberkahan itu, kenapa ia masih tetap merasa kesepian? Sebenarnya apa yang sudah tertingg...