Baru saja keluar dari kamar Yuri, laki-laki itu mendapati Julion berdiri di depan kamarnya. Ada tatapan yang berbeda diperlihatkan oleh Julion.
“Yuri udah tidur, Yah.” Yuki memasukkan tangannya ke dalam kantong celana, ia terasa canggung. Tidak biasanya Julion seperti itu, kecuali saat ia ketahuan bolos sekolah saat SMP dulu.
“Udah berapa lama?” tanya Julion tiba-tiba.
“Ha? Yuri tidur? Barusan dia tidur.”
“Bukan Yuri Ayah tanya, kamu makasi obat-obatan itu sejak kapan, Ki?”
Tatapan kekecewaan terbaca dari mata ayahnya, Yuki menahan napas. Awalnya ia berpikir jika temannya yang mengatakan pada Julion, karena Yuki yang terus menghindar, ia t tak ingin terikat dengan lingkungan itu lagi.
Julion melemparkan beberapa kertas ke arah Yuki, memperlihatkan tes darah anaknya itu, dan terdeteksi darahnya sudah tak bersih lagi. Laki-laki yang masih mengenakan jas hitam menarik napas panjang dan menyuruh Yuki datang kepadanya.
Yuki tak berani menatap Julion yang kini berada di hadapannya. Tapi, sudah tidak perlu lagi menyembunyikan semuanya dari Julion. Dia pun harus tahu semuanya.
“Dari SMP, Yah. Itu gak sengaja aku nyoba lewat permen yang dikasih temen.”
Julion hanya menatap sambil mendengarkan cerita yang disampaikan oleh Yuki. Bohong atau tidak, sudah tugasnya untuk mendengarkan.
“Dari sana aku udah ketagihan, Yah. Dari sana juga aku udah bisa bohong sama bunda,” sambungnya.
Panjang lebar cerita Yuki tentang apa yang ia jalani, bahkan untuk mengkonsumsi minuman keras hal biasa baginya. Segala bentuk kebohongan yang ia katakan pada bundanya dulu, sekarang diutarakan di depan Julion. Dari hal kecil hingga besar.
Di sekolah dulunya, Yuki dan Yuri tidak pernah satu kelas. Saat tingkat SMA pun, Yuki memilih masuk SMK dan Yuri SMA. Sehingga, Yuri tak pernah tahu apa yang dilakukan oleh laki-laki yang menjadi kembarannya itu.
“Ada hal lain lagi yang kamu bohongin sama bunda?” tanya Julion dan Yuki menganggukkan kepala.
“Uang bantuan longsor, teman kecelakaan dan gak ada biaya, terlebih saat magang di SMK dulu," jawab Yuki pelan.
“Termasuk, uang yang kamu minta buat donasi anak-anak luar daerah yang gak mampu sekolah?”
Yuki terpaku saat Yuri berdiri di samping Julion, ia pikir wanita itu sudah tertidur.
Gambaran yang ia tunjukkan pada saudaranya hancur seketika.
Yuki yang dikenal baik di mata Yuri, Yuki yang menjadi panutan bagi Yuri, dan Yuki yang segalanya bagi Yuri ternyata hanya sebuah cover belaka. Rasa kecewa yang tak bisa ia hindarkan.“Tapi, aku udah berubah.”
Laki-laki itu langsung berdiri, meyakinkan Yuri. Namun, hanya tatapan kosong yang diperlihatkan Yuri sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello March ✔️
Non-FictionJuara 3 dalam kompetisi Writing With Bougenvillea Publisher Cabang Bekasi 🥉 (Selesai) Belahan bumi Selatan tengah menikmati musim gugur yang indah, dan teruntuk Maret-ku, kuharap kau juga menikmatinya "Kenapa musim gugur itu indah?" "Karena deda...