Namun, pada nyatanya obat yang paling ampuh itu adalah kelurga sendiri.Benar dugaan Yuki, usahanya untuk memberontak di rumah sakit tidak sia-sia. Bahkan, marahnya Julion tak mampu memecahkan kerasan kepalanya seorang Yuki.
Mendapati Yori yang belum tidur di rumah Wina, Yuki membawa Yori ke dalam pelukannya. Padahal ini sudah lewat dari jam tidurnya.
"Kenapa belum bobo?" tanya Yuki. "Ingat gak, kalau tidur lewat dari jam yang udah ditentuin, es krim-nya Abang habisin," ancam Yuki.
Yori menggelengkan kepala. "Adek ndak bisya bobo di syini," balasnya, lalu tatapannya teralihkan saat melihat Julion masuk dan berjalan ke arahnya.
"Ayaaah!" teriak Yori sambil merentangkan tangannya, dan tidak lupa dengan senyum lebar yang pamerkan.
Suasana rumah malam ini lebih ramai, karena anak-cucu Wina berkumpul di rumahnya, dan itu karena oknum bernama Yuki.
Yuri turun dari lantai dua setelah menidurkan Yori. Didapatinya semua berkumpul di bawah sana, yang didominani oleh kaum laki-laki. Karena cucu Wina yang perempuan hanyalah Yuri dan Yori.
Tanpa alasan, mereka sedang menghaikimi Yuki. Dan ini untuk kedua kalinya bagi laki-laki itu. Waktu itu hanya masalah rokok, untung saja saat itu hanya Julion dan Yuri. Namun, kali ini ia seakan telah melakukan kesalahan besar.
Zidan duduk di hadapan Yuki, menatap keponakannya yang sudah tumbuh dewasa, sama seperti anaknya—Jirsan.
"Maumu apa?" tanya Zidan.
Yuri mengambil posisi di sebalah istri Zidan, menatap Yuki yang sepertinya tidak peduli dengan lingkungan sekitar.
"Kamu tinggal baring, diobatin. Apa yang dipikirkan? Biaya?" tanya Zidan, namun yang ditanya hanya diam.
"Penyakitmu gak akan sembuh sendiri," sambung Wina, dan respon masih sama.
Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkan laki-laki itu sekarang. Namun, berada di hadapan Wina dan Zidan membuatnya tidak nyaman.
"Yuki!" bentak Zidan, sekilas laki-laki itu melirik pamannya, namun ia kembali mengalihkannya.
Julion hanya diam, bukan tak ingin buka suara. Namun, untuk menghadapi Yuki, hanya Yuri yang mampu. Zidan berdiri dengan tatapan kesal melihat kelakuan Yuki yang terlalu kekanak-kanakan itu.
"Kita kayak gini karena peduli, Ki," ujar Zidan dengan penuh penekanan. "Ingat bundamu juga pernah kayak gini, buktinya dia sembuh, 'kan?"
Yuki mengenakan jaketnya, lalu menatap Zidan dan beralih pada Wina.
"Itu bukan penyakit parah, kalau bisa ditangani sendiri, ngapain habisin duit, Om." Yuki buka suara. "Yuki udah tau itu, dan Yuki lagi ngobatin sendiri," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello March ✔️
Não FicçãoJuara 3 dalam kompetisi Writing With Bougenvillea Publisher Cabang Bekasi 🥉 (Selesai) Belahan bumi Selatan tengah menikmati musim gugur yang indah, dan teruntuk Maret-ku, kuharap kau juga menikmatinya "Kenapa musim gugur itu indah?" "Karena deda...