8. Maafkan Aku

56 34 69
                                    

Bahkan, bayangan pun tak selalu berada di sisi, ada kalanya ia di depan, dan ada kalanya ia di belakang, namun untuk sekarang bayangan itu harus tetap di sisi, dan tidak boleh pergi, kemana pun itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bahkan, bayangan pun tak selalu berada di sisi, ada kalanya ia di depan, dan ada kalanya ia di belakang, namun untuk sekarang bayangan itu harus tetap di sisi, dan tidak boleh pergi, kemana pun itu.

Baru saja tiga hari keluar dari rumah sakit, Yuki kembali merasakan sakit yang lebih parah lagi.

“Kata abang, Kakak gak boyeh nangis.”

Yori mengusap punggung Yuri sambil tersenyum. Berat bagi Yuri saat melihat kembarannya menahan sakit yang mungkin tidak tertahankan, namun Julion melarangnya pergi, karena tidak bagus juga bagi Yori menunggu terlalu lama di rumah sakit.

“Kapan abang ngomong?” tanya Yuri sambil menarik gadis kecil itu ke dalam pelukannya.

Terlihat berpikir dengan telunjuk di ujung dagu mungilnya, lalu tersenyum. “Di dayam mimpi,” ucapnya dengan senyum yang terpampang di wajah.

Untuk kesekian kalinya, Yori mampu mengembalikan senyum. Tidak jauh berbeda dengan Yuki.

“Abang kuwat, masa gangguin Adek sampe nangis bisa, lawan batuk kecil aja nda bisa, wuu yemah,” ejeknya.

**

Julion masuk ke dalam mobil, dan melihat anak laki-lakinya tertidur setelah diberi obat pemenang. Butuh waktu bagi Yuki untuk sembuh kembali. Dan ditambah lagi, dokter yang biasa melakukan pencakokan pembuluh darah sedang di masa cuti.

Laju mobil yang tak seperti biasanya, banyak hal yang terpikirkan di dalam kepala Julion, mulai dari Yuki yang tak ingin pindah rumah sakit, kondisi tubuh Yuki, hingga bayangan Zahra yang kembali muncul di dalam ingatan.

“Maaf, Ra. Aku belum bisa jadi ayah yang baik buat mereka.”

Julion menepikan mobilnya saat Yuki menahan dada di dalam tidurnya. Zahra pernah berada di posisi yang sama. Namun, saat itu istrinya langsung diobati, berbeda dengan Yuki, ia enggan untuk diobati. Ada saja alasan yang ia katakan.

“Nda ...” gumam Yuki, membuat Julion tertegun.

Sesekali menggumam sambil memanggil Zahra, dan sesekali ia pun tersenyum.

Pandangan Julion tak putus menatap anaknya, perlahan pikirannya kosong, tidak tahu apa yang ada di dalam kepalanya sekarang.

Cukup lama, hingga Julion kembali melajukan mobilnya. Bukan berniat untuk menghindar dari keluarga Zahra, namun cara mereka menyalurkan sayang itu berbeda, dan tidak dapat diterima oleh ketiga anaknya.

Tindakan Yuki memang di luar wajar, namun Julion tak ingin memahari anaknya di tempat keramaian. Alhasil saat itu, Yuki kembali disidang di rumah oleh ayahnya.

Alasan yang berujung pada dirinya, membuat Julion tidak bisa berkata lagi.

Didapati kedua anak perempuannya tengah tertidur dengan TV yang menyala, bukan mereka yang menonton TV, tapi TV yang sedang menyaksikan mereka yang asik di alam mimpi.

Hello March ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang