13. Kenapa?

40 20 75
                                    

"Gue gak mau pergi kalau yang ngasih tiket itu dia

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gue gak mau pergi kalau yang ngasih tiket itu dia. Gue gak perlu hadiah ulang tahun gue pergi ke sana. Nanti aja, pakai uang kita sendiri."

Masih dengan susah suasana pagi, Yuri datang dengan emosi yang meledak.

Wajah Yuri yang putih, sekarang berganti kemerahan. Tidak peduli dengan banyak pasang mata yang menatapnya bingung, bahkan Julion ada di dalam kamar Yuki. Perawat yang baru saja memastikan keadaan Yuki izin pamit lebih dulu, karena tidak enak melihat suasana yang berubah keruh.

Padahal, sebelum kedatangan Yuri. Julion, Yuki, dan Jeri tengah bercerita tentang lucunya pasangan mereka masing-masing, dan Yuki yang terkadang menggoda perawat di sana.

"Kamu kenapa?" tanya Julion sambil mendekati anaknya yang sekarang sudah mengeluarkan air mata.

"Sampai kapan Ayah mau direndahin nenek?!" teriak Yuri, mengabaikan jika ia sedang berada di rumah sakit.

"Sampai kapan, Yah!"

Ini baru pertama kali bagi Jeri melihat Yuri yang berada di puncak kemarahannya. Ia seakan tak melihat sisi menggemaskan Yuri di sana. Ia berbeda.

"Dan lo!" tunjuk Yuri pada Yuki, wajah laki-laki itu berubah menegang, di dalam hatinya ia sudah tahu apa penyebab Yuri seperti itu.

"Kenapa lo malah biarin ayah tetap direndahin, padahal lo tau. Terus sekarang lo ngemis sama dia?!"

Setiap kata dia yang dikatakan Yuri terdengar ada penekan di sana. Julion menarik Yuri ke dalam pelukannya.

"Semuanya demi kalian, Ayah masih bisa nahannya," bisik Julion.

"T-tapi," lirih Yuri.

Setiap kata yang ia dengar dari mulut Wina tadi pagi membuat hatinya terasa seperti ditusuk oleh jutaan bambu runcing, walau kata itu tak tertuju langsung padanya, melainkan untuk ayahnya, tapi di sanalah letak sakitnya.

**

Tepat pukul enam pagi, Yori membangunkan Yuri yang tertidur di sofa depan TV rumah mereka. Mungkin terlalu lelah, entah tidak sabar untuk menemui Zahra di dalam mimpi, hingga ia tak sadar jika tidur tak di kamar.

Setelah mengantar Yori ke sekolahnya, Yuri berniat mengantarkan mobil ke kantor Wina. Karena jarak rumah sakit dan kantornya pun tak terlalu jauh.

Disaat suasana hatinya membaik, seketika hancur saat tak sengaja mendengar percakapan di dalam ruangan Wina, yang jelas suara itu milik Wina dan Zidan.

Yuri mendongakkan kepalanya saat nama Julion mereka sebut di dalam.

"Kalau aku, Ma. Waktu Zahra meninggal bakal angkat kaki. Lagi pula, aku yakin dia udah tau Mama cuma basa basi aja buat nyuruh dia tetap di sini."

Yuri tersenyum dari luar. "Pergi? Mereka pikir rumah itu dari uang mereka? Tentu bukan, itu uang hasil ayah kerja sebelum di tempat kalian, rumah itu bukti kerja keras ayah buat hidupin bunda dan kami di sana," batinnya.

Hello March ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang