003

2K 360 36
                                    

Deg. Ingatkan Zin untuk tidak membahas topik ini apalagi sedang didepan Yohan, tetapi meskipun ada waktu untuk mengingatkannya-.. memangnya bisa? Ah persetan dengan hal itu kini pikirkan jawaban apa yang akan dikeluarkan dari bibir Yohan.

Apakah dia akan berbohong? Atau ia mengatakan yang sebenarnya? Entahlah hanya dirinya sendiri yang akan mengetahui juga mengeluarkan jawaban itu. Pria dengan surai coklat muda itu mengedipkan matanya sesekali, menahan dirinya untuk tidak mengeluarkan helaan nafas panjang itu.

"Maafkan aku, maaf juga tapi saat ini aku masih belum bisa menyiapkan diriku untuk memberi tahumu jawaban yang sebenarnya" Yohan mengucapkannya dengan penuh hati hati, suaranya terdengar lirih seolah bahwa dirinya perlu untuk dimengertikan saat ini. 

Tetapi meskipun begitu pikiran Zin yang sudah acak acakan akhir akhir ini. Untuk menerima pernyataan atau bisa kita sebut jawaban yang Yohan beri tadi, semakin membuat pikirannya tambah gusar, bukan hanya gusar.. Seolah tanda tanya yang sudah membesar di pikirannya, dibuat semakin besar.

"Apakah kau pikir ini lucu?! Kau menghilang tanpa ada kabar. Lalu saat aku berusaha membawa mu kembali? Kau bisa bisanya menolakku mentah mentah, seolah aku ini hanya serangga penggangu di hidupmu huh? Lalu liat sekarang kau tiba tiba saja datang kepadaku, dengan  perasaanku yang masih belum siap untuk menemuimu?" Zin mengeluarkan semua keluh kesah terhadap pria disampingnya. Isakannya ia tahan kuat kuat, melihat jika momen saat ini tidak memungkinkan dirinya untuk langsung memperlihatkan sisi lemahnya pada sahabat lamanya.

"Zin.." suara berat itu memanggil nama pria bersurai gelam itu dalam dalam. Memang, memang ini semua salahnya. Dirinya yang dahulu terlalu egois dan terlalu gampang untuk memilih sebuah pilihan tanpa berpikir panjang.

Dengan cepat seorang yang dipanggil namanya langsung mengeluarkan suaranya kembali. "Apa? Kau pikir aku tak tahu huh? setauku, kau hanyalah seorang penyendiri yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Tidak membiarkan dirinya bersender pada orang lain, ataupun membiarkan dirinya menjadi senderan untuk orang lain. Oh ya. aku lupa kau hanya ingin menyembuhkan mata ibumu dengan usaha dirimu sendiri, dan tidak membiarkan seorang pun membantumu ya?" Zin mengucapkannya dengan sintingnya. Sebab terlalu terbawa emosi, sudah dua hal sensitif yang ia ucapkan tepat didepan Yohan.

"kasihan sekali Yo--" ucapan Zin terpoton disaat pria disampingnya memotongnya dengan penuh emosi. Sungguh Zin sudah kelewat batas. "diam, dan tutup mulutmu omega brengsek." suara itu terkesan mengancam, belum lagi rem mendadak yang sengaja ia buat supaya oknum Z itu menutup mulutnya dan diam.

Ia menekuk alisnya kesal, akhirnya suasana di mobil menjadi seperti semula. Tanpa ada interaksi sesama oknum, hanya suara lagu juga hujan yang menjadi suara juga hawa yang terdengar di sekitar. 

Disisi lain entah kenapa semenjak Yohan memanggil namanya dengan suatu sebutan kotor, juga panggilan 'omega' terasa sakit sekali. Rasanya seperti yang waktu itu, entahlah dirinya lemah sekali jika sudah tentang Yohan.

Jika dilihat lihat.. bagaimana kita bisa menyalahkan kedua oknum? Jika mereka berdua sama sama memikul beban yang sama. Yohan si yang ingin memikul bebannya sendiri, sedangkan Zin yang selalu ingin direpotkan oleh orang terdekatnya.





Mobil itu berhenti, saat mereka benar benar menyampai tujuannya. Yak benar, posisi mereka berdua kini sudah berada di rumah baru. Yaitu rumah yang akan mereka berdua tinggali meskipun hanya berhubungan sebagai calon yang sebentar lagi akan menikah.

Hujannya memang sudah berhenti, tetapi dinginnya malam tetap menjadi hambatan seseorang harus tak harus mengenakan jaket. Yohan melihat sisi kirinya, disana terdapat Zin dengan mata yang tertutup juga hidung yang sembab. Sepertinya pria malang itu menahan tangisnya disela sela ia sedang tertidur. Ah rasa bersalah Yohan kembali meronta ronta.

Pria yang masih terbangun itu menggaruk tengkuknya sementara. Tanpa berpikir panjang ia lepaskan jaket hitamnya, dan mengenakannya pada badan Zin yang sangat dingin sebab angin dari ac mobil juga dinginnya aura hujan.

Ia buka pintu mobil itu lalu menggendong Zin yang masih terlelap dalam tidurnya ala bridal style, langsung membawanya masuk kedalam rumah dan meletakkannya pada ranjang tempat tidur. Tidak lupa menutupi badan pria bersurai legam itu dengan selimut tebal, sebelum pergi ia tatap sosok itu lekat lekat sebelum membereskan hal lainnya.

Badannya bergerak berjongkok, menyamakan posisi kepalanya dengan Zin. Tangannya mengelus halus surai legam itu, bola matanya tidak henti menatap sosok itu dengan hangat. Ia bergerak untuk mengambil sebuah ciuman singkat di kening, cup-. Lalu membisikkan sesuatu pelan di telinga Zin.





" bagaimana seorang malaikat sepertimu memberi bantuan yang begitu besar, pada seorang pendosa sepertiku?"


























𝗙𝗢𝗥𝗖𝗘𝗗 𝗠𝗔𝗥𝗥𝗜𝗔𝗚𝗘. Yohan X ZinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang