Zin dengan muka memerahnya, sudah beberapa kali memohon untuk tidak melakukan ini lagi. Bibirnya tak henti mengucapkan suatu keluhan, namun naas sang ibunda tidak memerdulikannya dan lanjut mencari baju baju yang cocok dikenakan sosok putranya yang memiliki paras cantik nan menawan ini.
"Bunda ayo pulang, aku sudah tidak tahan lagi berada disini" rengek Zin, dengan raut muka yang mengkerut. Dua sepasang ibu dan anak itu terlihat heboh sekali berada di tempat berbelanja sebuah pakaian. "ada apa Zin? Kau malu jika bundamu ini mengirim foto foto ini kepada calon suamimu?~~" ucap sang ibunda dengan bibir yang mengulas senyuman tengil.
Bagaimana dirinya tak merasa malu, pakaian yang ia coba disaat saat sebelumnya juga sekarang merupakan pakaian yang berkedok feminime atau lebih tepatnya baju berdress. Memang memalukan untuk seorang lelaki memakai dress, tetapi disaat itu juga ada juga yang akan terlihat menawan atau bahkan cantik saat menggunakannya. Contohkan saja Zin yang sedang memakai ataupun mencoba pakaian pakaian tersebut.
Pada umumnya seseorang dengan gender lelaki pasti akan mendapatkan role alpha atau bahkan seorang beta. Yah, sebenarnya juga ada seorang lelaki dengan wujud seorang omega tapi seperti yang aku katakan sebelumnya, jarang saja jika mereka mendapatkan role seorang omega.
Ah persetan dengan hal itu, mari lihat kembali apa yang sedang terjadi pada Zin saat ini. Sang ibunda menyodorkan satu pakaian yang sudah ia tunggu sedari lama untuk dicoba oleh anak satu satunya ini. "Bunda?! Apa apaan baju ini? Aku tidak mungkin memakainya!!" kelaknya penuh kesal setelah melihat baju itu.
"Ayolah Zin~ Kau mau semua foto yang kuambil darimu ini, kukirim semua ke calon suamimu tercinta itu?" ucap sang ibu dengan cengiran khasnya, Dengan sigap Zin langsung masuk ke ruangan pengganti dan memakai baju itu. Bohon, jika ibu Zin tidak akan mengirimkan foto foto itu pada Yohan jika Zin tidak memakai baju yang ia suruh untuk anaknya kenakan. Nyatanya saat ini sang ibunda telak asik mengirim baju baju yang baru saja anaknya itu coba pada calon menantunya itu.
"BUNDAA! INI YANG TERAKHIR YA AKU GAMAU TAU!, HABIS INI LANGSUNG MAKAN YA"
"IYA SAYANG IYA"
一
Malam, dan kini akhirnya Zin balik ke tempat dimana ia panggil rumah itu. Tanpa sempat mampir terlebihi dahulu kerumah calon menantunya, wanita itu hanya meninggalkan Zin tepat didepan rumahnya dan langsung memencet tombol klakson seolah ia mengucapkan kata pamit pada sang anak.
Zin yang ditinggalkan begitu saja langsung mendengus kesal. ah baguslah, toh ia tidak akan tersiksa lagi, batinnya sembari membuka pintu itu dengan berat hati. Cklek, suara pintu terbuka. Pandangannya langsung tertuju pada Yohan tengah terduduk sembari menatap layar ponselnya dengan tampang yang sangat serius.
Tanpa ada suatu percakapan yang keluar dari mulut masing masing sang empu, Zin langsung saja melangkah cepat dan ikut mendudukkan pantatnya pada sofa yang sedang diduduki oleh Yohan. Matanya menatap sinis, pada Yohan yang sama sekali tidak menyapanya sejak ia masuk kedalam rumah.
Mungkin melihat Yohan yang cuek dan hanya memainkan ponsel ataupun komputernya itu memang sudah biasa. Namun, apa ini? Tidak biasanya pria itu sedikit berbasa basi hanya untuk mengusik ataupun menggangu diriku. Zin memanjangkan kakinya, meletakkan area mata kaki dan selebihnya mendarat pada paha Yohan. Posisi badannya jadi lebih menyandar kepada sofa.
Yohan yang merasakan kaki Zin mendarat padanya, hanya terdiam tidak merespon kelakuan Zin semakin membuat sang empu kesal. Pasrah, mungkin saja Yohan capek setelah pulang kerja dan tidak ingin diganggu oleh dirinya.
Ia menutup matanya perlahan, merilekskan seluruh tubuhnya melihat hari ini sungguh sangat melelahkan.
menit berlalu, dan akhirnya salah satu dari mereka membuka mulut dan berbicara. "anjass mulus banget, perawan lagi." kata kata itu keluar dari mulut seorang Seong Yohan dengan lantangnya. Zin langsung saja berjingkat bangkit, setelah mendengar kata kata seperti itu.
Ia segera mendekat kearah Yohan, dan dengan keras mencoba menggapai ponsel Yohan yang sedang terjunjung tinggi oleh tangan sang empu yang begitu panjang. "IH! Lihatin siapa si?!" Zin langsung saja memekik tepat depan wajah Yohan.
"kepo banget dah" jawab Yohan dengan entengnya. Zin semakin mengerutkan wajahnya kesal. Apa ini? Ada apa dengan Yohan? Mungkin dia hanya merasa capek di tempat kerjanya, dan melampiaskan semua amarah pada dirinya begitu? Tidak. Tidak mungkin itu tidak mungkin terjadi.
Tidak mungkin kan Yohan melirik orang lain, setelah usahanya untuk mengembalikan sahabat semasa kecilnya ini pada dirinya kembali. Isi pikiran semakin menjadi jadi. Pandangannya perlahan memudar sebab air mata yang sudah perlahan keluar membasahi seisi matanya juga mengalir jatuh melalui pipinya yang bersemu merah.
Yohan terkejut, melihat Zin yang berhenti meraih ponselnya dan malah melamun. Bibirnya berkali kali memanggil nama milik sang surai legam. Sampai saat ia menggerakkan tangannya pada pipi Zin untuk menghapus air mata itu. justru tangannya malah ditepis keras oleh Zin.
"jangan berbicara padaku lagi." Zin langsung saja melarikan diri dari Yohan. langkahnya mungkin memang bisa dikejar oleh Yohan, namun naas sang surai coklat malahan terdiam membeku kejut akan apa yang sedang terjadi.
一
Zin langsung saja mengunci pintu kamar, tidak membiarkan Yohan datang masuk dan berbicaranya. Setelah itu barulah ia melemparkan dirinya kearah tempat tidur, dan menutupi seluruh badannya dengan selimut. Berteriak dalam sebuah bantal, dengan air mata yang derasnya bercucuran hanya karena ia menahannya sesaat. Ia menggigit bibirnya kuat, sama sekali tidak memedulikan apabila ada suatu darah yang keluar dari mulutnya. Rasanya semua suara yang diperbuat diluar kamar, sama sekali tidak terdengar masuk kedalam indera pendengarannya. Semua panggilan Yohan ia abaikan.
Cukup, bukan lagi saatnya untuk dia datang kepada Yohan. Namun kini sudah saatnya untuk Yohan datang kepada dirinya, dengan lapang dada dan hati yang siap dipenuhi oleh namanya. Tidak ada lagi rasa keibaan hanya karena Yohan memiliki masa masa lalu yang lebih buruk dari padanya. Maksudku, itu salahnya sendiri untuk memendamnya dan membuang orang kesayangannya hanya untuk menjadi kuat.
Aku tahu, aku adalah seorang lemah kelas bawah yang siap ditindas oleh monster monster yang siap untuk naik keatas. Tapi tidak seharusnya aku berdiam diri, dan merutuki nasibku yang sangat jelek ini. Zin bangkit, melepas selimut yang tergulung dalam badannya. Langkahnya mengarah kearah pintu. Sampai saat ini suara Yohan yang terus memanggil manggil nama Zin masih terdengar.
"Buang rasa egoisme-mu, jangan mencoba mendekatiku. Jika itu hanya kemauanmu yang berlangsung sementara."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗙𝗢𝗥𝗖𝗘𝗗 𝗠𝗔𝗥𝗥𝗜𝗔𝗚𝗘. Yohan X Zin
FanfictionSepasang sahabat yang sangat akrab dulu sebab tragedi yang memutuskan ikatan persahabatan mereka. Tapi entah kenapa, mereka kini ditakdirkan untuk bersama lagi. Bukan sebagai teman tapi sebagai pasangan yang akan menemani hidup sampai akhir hayat. "...