NINETEEN

34.3K 1.5K 24
                                    

Aku update lagi nihh xixixi
greget gak si guys?
huftt hope you're enjoying this part everyone!

Happy Reading ❣️

Sudah setengah jam berlalu sejak kejadian dirinya bertemu dengan pria yang tak lain dan tak bukan adalah ayah biologis anaknya sekaligus dosen barunya. Kini Elle tengah duduk di kantin kampusnya, dengan tangan yang tak berhenti saling memilin. Kedua teman Elle, Karla dan Dias tengah berada di kelas dengan mata kuliah yang berbeda dengan dirinya.

Tiba-tiba, ada seorang mahasiswa yang menghampiri dirinya dengan wajah yang? panik? entah lah ia terlihat seperti ketakutan. "Nama, Lo. Ellena, kan?" Tanyanya di hadapan Elle. mendengar pertanyaan itu, Elle menganggukkan kepalanya. "Kenapa?" Tanya Elle.

"Ehm .... Itu, Lo di tunggu sama Sir Allard di ruangannya. Cepet deh, kesana. Katanya, kalo Lo ga sampe ke ruangannya dalam 5 menit. Dia sendiri yang bakal nyamperin Lo," Ujar mahasiswa itu sebelum berlalu dari hadapan Elle.

"Aduhh .... Kenapa jadi rumit gini, sih?" Batin Elle. Setelah menghembuskan nafas panjangnya, akhirnya Elle memberanikan diri untuk menghampiri Allard di ruangannya. "Oke, Ellena. Waktu dia ngelakuin itu, dia lagi mabuk. Dia enggak tau, siapa Lo. Pura-pura enggak kenal sama dia, El. Lo bisa," Lanjut batin Elle.

- - -

Disinilah, Elle sekarang. Di depan ruangan dengan nama "Allardyce Bancroft Addison"  terpasang di pintu kaca yang cukup besar itu. Elle mengatur nafasnya kembali. Tangannya hendak mendorong pintu dihadapannya itu, namun belum juga itu terjadi, pintu dihadapannya sudah lebih dulu dibuka dari dalam dan menampilkan wajah Allard yang seperti menahan kesal? 

Elle sedikit mengerenyitkan dahinya. "Ah, rupanya kau sudah datang nona Ellena?" Ujar Allard. Mendengar uacapan Allard, Elle kembali menormalkan ekspresi wajahnya. Setelahnya Elle menganggukkan kepalanya, memberikan jawaban atas pertanyaan Allard.

Allard menggeser tubuhnya, dengan maksud menyuruh Elle untuk masuk ke dalam ruangannya. Seolah mengerti maksud Allard, dengan sedikit  tak yakin, Elle pun melangkahkan kakinya ragu memasukki ruangan Allard. Setelah Elle masuk, Allard menutup pintu ruangannya. Tak lupa, pria itu juga menguncinya.

Mendengar suara pintu yang dikunci, Elle menoleh dengan cepat. "Kenapa pintunya harus dikunci, Sir?" Tanya Elle cepat dan sedikit terdengar panik. Allard menjawab pertanyaan Elle dengan mengangkat bahunya acuh.

Allard bergerak mendudukan dirinya di sofa yang tersedia di ruangannya itu. "Kau , ingin tetap berdiri disana. Nona, Ellena?" Tanya Allard sarkas dengan nada yang terdengar menjengkelkan di telinga Elle. Dengan pasrah, Elle ikut menudukkan dirinya di sofa single yang cukup jauh dari Allard.

Setelah Elle mendudukkan diri, Allard membuka suaranya. "Bukankah. Kita pernah bertemu sebelumnya, Nona?" Tanya Allard.

"B–belum pernah, Sir?" Jawab Elle gugup. "Apa dia mengingat malam itu?" Batin Elle seraya menggelengkan pelan kepalanya. Allard tersenyum miring. "Oh. Rupanya dia ingin bermain-main denganku? let's see," Batin Allard.

Allard menggeser duduknya, sehingga saat ini posisinya lebih dekat dengan Elle. Mendapati hal itu, Elle membuang pandangannya ke arah lain. "Benarkah itu, Ellena?" Tanya Allard dengan nada yang seolah-olah ia tak yakin.

Dengan cepat, Elle menganggukkan kepalany. "Benar, Sir," Jawab Elle. Dari ekor matanya, Elle melihat tangan Allard bergerak seperti merogoh saku celananya. Setelahnya, Allard membawa tangannya ke hadapan Elle. Elle melihat tangan Allard yang menggumpal di hadapannya.

Mata Elle dibuat membulat sempurna, kala Allard membuka gumpalan tangannya. Dihadapannya terdapat kalung berbandul huruf 'E' miliknya menggantung disana. Melihat keterkejutan Elle, Allard kembali tersenyum miring. "Anda terlihat terkejut, Ellena," Ujar Allard.

Mendengar itu, Elle segara menormalkan ekspresi wajahnya. "P–perasaan anda saja, Sir," Ujar Elle. "Apakah kalung ini milik anda, Nona?" Tanya Allard seraya menatap dalam ke arah Elle. "Bukan, Sir," Jawab Elle yang masih mengalihkan pandnagannya.

Allard menganggukkan kepalanya beberapa kali. "Masih ingin menyangkal, Nona?" Karena tak kunjung mendapatkan jawaban dari Elle, Allard sedikit dibuat geram. "Dimana anak saya?" Tanya Allard to the point

"Anak siapa, yang anda maksud Sir?" Tanya Elle yang masih tetap diam dengan kepura-puraannya. Allard dibuat semakin tak sabaran. "Ellena, Oswald. Dimana anak saya?!" Tanya Allard penuh penekanan. 

Elle memilih tetap bungkam. Allard bangkit dari duduknya, lalu berjalan mondar-mandir sambil melihat kalung Elle yang masih ada dalam genggamannya. "Jangan pikir, Saya lupa tentang malam itu. Ellena–" Ujar Allard menggantung. "Pagi-pagi sekali, kamu meninggalkan apartemen saya. Setelah beberapa waktu kamu pergi, saya bangun dan menyadari semuanya. Saya ingat, malam itu. Saya, dan kedua teman saya menghabiskan malam dengan berkumpul disalah satu club. saya mabuk namun masih cukup sadar untuk kembali pulang. Entahlah, sepertinya ada yang mencampur minuman saya dengan obat perangsang. Di tengah perjalanan menuju apartemen, saya merasakan panas di sekujur tubuh saya. Rasanya benar-benar menyakitkan saat itu. Hingga saya melihat kamu di pinggir jalan, dan yah kamu pasti tahu kelanjutannya. Sekali lagi, saya tanya. Dimana, anak saya Ellena?" Ucap Allard menjelaskan.

Elle sudah menangis sejak tadi. "Kalau, Anda sadar. Kenapa harus saya? Kenapa?! Brengsek!! Anda sudah mengahncurkan masa depan saya!!" Teriak Elle yang sudah ikut bangkit dari duduknya. Elle membawa dirinya kehadapan Allard. "Saya hancur, saat itu. Itu semua karena, Anda. Bajingan!" Elle meluapkan semua kemarahannya. Air mata tak berhenti mengalir, bahkan dada wanita itu naik turun karena kekesalannya.

"Anak? Anda bertanya tentang anak Anda? Saya tidak hamil. Saya meminum obat pencegah kehamilan setelah malam itu," Jelas Elle, lalu wanita itu berniat meninggalkan ruangan Allard. mendengar pernyataan Elle, Emosi Allard benar-benar memuncak. Pria itu meraih vas bunga yang ada di mejanya, lalu melempar vas tersebut ke arah dinding.

"Jangan berbohong, Ellena. Saya melihat kamu mengandung, saat saya wisuda. Saya melihat kamu keluar dari arah toilet, dan berjalan menuju parkiran. Saya mengejar kamu, tapi saya kehilangan jejak kamu," Jelas Allard cepat. "Saya, mohon. Katakan, diamana anak saya Ellena?" pinta Allard parau.

Ellena terdiam dengan tubuh bergetar karena menangis mendengar penjelasan Allard. "Jadi, dia teman satu kampus kak Dave?" Batin Elle. Elle masih memilih bungkam, Elle tak siap Allard mengetahui tentang anaknya, Aillard. Elle takut, Allard akan merebut Aillard darinya. Ia tak akan pernah rela dan membiarkan hal itu terjadi.

"Jawab saya, Ellena. DIMANA ANAK SAYA?!" Teriak Allard frustasi. Bahkan pria itu ikut mengeluarkan airmatanya. "Dia sudah mati. Jangan pernah tanyakan tentang keberadaan anak Anda," Ujar Elle.

Allard menggelengkan kepalanya cepat. Allard melangkahkan kakinya mendekati Elle, tangannya bergerak memutar tubuh Elle agar berhadapan dengannya. Allard menggoyangkan tubuh Elle dan menatap mata Elle dalam. "Katakan dengan benar, Ellena. Dimana anak saya?!" Tanya Allard dengan suara rendah.

Elle masih tetap bungkam. Elle menangis sambil menggelengkan kepalanya. Allard kembali menggoyangkan tubuh Elle, dan sedikit memperkuat cengkramannya pada lengan Elle. "DIMANA ANAK SAYA, ELLENA?!?!?!?!" Tanya Allard sambil berteriak. Cengkraman tangan Allard sedikit mengendur. 

"Kamu bohong, Ellena. Anak Saya masih hidup, dia belum mati," Ujar Allard parau, tubuh Allard luruh ke lantai setelahnya. Bahu kokohnya itu bergetar hebat. Melihat itu, tangis Elle makin kencang. Tubuhnyapun bergetar tak kalah hebat, bahkan Elle membekap mulutnya sendiri untuk meredam suara tangisnya.

tbc

Gennaíos Lámpsi (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang