2

1.4K 197 6
                                    



🥀__🥀



Hazel tidak tahu apa kesalahannya, tapi ketika ia masuk rumah, dia disambut dengan muka masam ayahnya, dan sang ibu yang hanya berdiam diri disamping beliau. Hazel gak mau tau, karna mungkin kalo dia nanya yang ada semuanya malah berantakan, makanya dia coba abai dan melangkah perlahan menuju kamarnya.


"Kayak percuma aja gak sih ayah punya anak cewek" Kalimat itu menghentikan langkah kaki Hazel. Tidak hanya berhenti, Hazel juga ikut memutar tubuhnya menghadap sang ayah sepenuhnya.


"Kamu tuh cewek, tapi pulangnya selalu jam segini. Ya kalau bisa tuh pulang awal lah Zel, bantuin ibu mu dirumah, masak, nyuci piring, atau bahkan nyapu aja juga gak masalah"


"Yah, Kakak tuh kuliah, trus tadi sore juga full rapat buat UAS salah satu makul, aku juga kalo bisa pulang awal ya pasti bantuin ibu lah"

"Mbakmu dulu kuliah juga, bisa dia bantu ibu mu dirumah padahal dia juga sibuk organisasi" Hazel menelan saliva-nya sakit, ia tidak suka dibandingkan dengan sang kakak.

"Tuh adek, asik aja dia main PS disitu, kenapa gak minta tolong adek aja sih?"


"Ini nih, kamu ini. Kalo dibilangin sama orang tua tuh adaa aja sahutannya. Kamu nih gak suka dibandingin sama mbak mu, tapi kelakukan kalian beda banget. Kalo dikasi saran malah bawa-bawa adeknya, adekmu itu lho masih kecil"

"He's fucking seventeen dan ayah bilang itu anak kecil?? Dahlah emang salah banget aku disini" Hazel tau kalimatnya sangat kurang ajar, sedikit banyak ia bersyukur karena orangtuanya tidak bisa berbahasa inggris. Ia hanya kesal, kenapa harus ia kalau adiknya mungkin bisa melakukannya??








🥀__🥀






Berkali-kali Hazel mengumpati keadaannya, sesederhana mengapa ia lahir dikeluarga yang tidak mampu sehingga kamarnya tidak memiliki kamar mandi. Ia marah sama ayahnya, Hazel tipe yang punya gengsi tinggi, ia tidak mau keluar kamar selagi ayahnya masih ada ada diluar. Efeknya, Hazel harus mandi tengah malam ketika ayah dan ibunya sudah tidur, ketika membuka tudung saji pun sudah tidak ada satupun lauk tersisa. Resiko orang yang makan terakhir, entah mendapat banyak lauk atau bahkan kuahnya saja tidak dapat.



"Gue makan apa dong tuhaaaaaaan, mana tadi pake acara nolak waktu Jev ajakin makan. Hhhaaaah" Sebenarnya Hazel punya opsi untuk masak mie instan, tapi dia lupa kalau stock mie instannya sudah habis. Ibu gak pernah mau stock mie instan soalnya tau kalau dirumah ada mie instan, lauk pasti gak bakalan diperduliin. Samar Hazel dengar ada orang yang manggil dia di depan pintu.



"Kenapa Ji?"


"Laper kak, masakin mie dong" Hazel terkekeh ketika Jingga mengulurkan dua bungkus mie rasa soto kehadapannya.


"Lo nih, kalo ibu tau lo masak mie jam segini bisa diomelin anjir"


"Yaudah, kakak diem aja. Kan udah aku kasi sebungkus juga" Ji memperhatikan si kakak yang mulai sibuk didepan kompor, sebenarnya lapar itu hanya alibi, Ji tau kalau mereka tidak punya lauk, ketika makan malam tadi ibu hanya menggoreng dua buah telur yang dipotong menjadi empat. Harusnya cukup masing-masing satu, tapi ayah mengambil potongan terakhir. Ji tidak tahu, kakaknya sudah makan atau belum, jadi dia inisiatif buat ajakin Hazel makan mie.



"Sama kak Jev baik-baik aja?" Hazel melirik sebentar, sedikit aneh ketika adiknya ini bertanya tentang hubungan asmaranya.



"Baik aja sih, kenapa?? Lo putus sama Cela?"


"Kakak apaan sih, aku gak pacaran sama Cela!!! Awas ya kalau ngomong-ngomong sama ibu!!" Mata Ji seolah memberinya peringatan. Hazel tertawa melihatnya. Adiknya ini menggemaskan, namun sayang orang tua mereka tidak bisa menempatkan keduanya untuk posisi yang aman.









🥀__🥀

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang