🕞|| MATYR 2363 || #6: Lamp

15 2 0
                                    

| MATYR 2363 |
| #6: Lamp |
|| 1595 word ||

.:.:.**.:.:.

"Kematian memang tercipta untuk kita yang sejak awal sudah terlahir di neraka berlendir ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kematian memang tercipta untuk kita yang sejak awal sudah terlahir di neraka berlendir ini."

- Samuel De Viev-

.

.

.

.


Tyro city, District Mariena, Rock Land.
March 14th, 2364.

[Hazel's POV]

"Mau lavitesre??" Seorang pria tua menyodorkan semangkuk penuh masakan buatannya.

"Lavitesre?? Apa itu??" tanyaku. Di negaraku tidak pernah ada nama makanan seperti itu.

"Isi perut burung kakatua. Ciumlah aroma menggugahnya. Ini enak karena pakai bumbu racikan khas Coca. Ibuku sering masak ini dulu," jelasnya. Aku mengintip isi dalam mangkuk itu. Cairan kental berwarna kuning pucat dan beraroma sedap yang tampak menggugah selera jika saja aku melupakan fakta darimana itu berasal sebelumnya.

"Terima kasih, tapi aku sudah kenyang," tolakku.

Tempat minim penerangan ini sangat ramai pengungsi yang didominasi oleh para lelaki. Ya, saat ini aku berada di lorong kereta bawah tanah yang sekarang sudah berubah jadi tempat bagi puluhan tenda-tenda kumuh para pengungsi yang saling berhimpitan. Martina mengantarku kemari setelah menemui pak Vergeer.

Pak Vergeer. Dulu ia adalah kepala sekolahku. Aku masih tidak menyangka bahwa si kumis mesum cebol sialan itu menjadi pemimpin di sini. Bahkan memimpin sekolah saja ia tidak becus. Aku jijik jika membayangkan muka jeleknya itu.

"Normani."

Aku menoleh dan mendapati Partrait yang sedang berjalan kearahku sambil menggandeng seorang bocah laki-laki.

"Ya??"

Partrait memberikan sepiring kentang tumbuk dan brokoli kepadaku. "Hanya ini yang bisa kuberikan. Pakailah tendaku dulu untuk siang ini. Nanti malam akan kucarikan tenda baru untukmu."

"Lalu nanti kau tidur dimana??"

Sejujurnya aku merasa tidak enak hati karena terus-terusan merepotkannya. Ditambah melihat wajah Partrait yang kelelahan seperti kurang tidur.

"Jangan pikirkan aku. Aku bisa tidur dimanapun aku mau," ujarnya.

"Ayah, siapa kakak ini??" Atensiku teralih ke seorang bocah yang sedaritadi bersembunyi dibalik tubuh Partrait.

"Hai, aku Normani. Siapa namamu anak tampan??"

Anak itu memunculkan setengah wajahnya dari balik tubuh ayahnya. Ia membalas ucapanku dengan takut-takut, "H-hai ... na-namaku Sammy."

MATYR 2363Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang