|| MATYR 2363 || #9: Tuduhan

9 2 0
                                    

| MATYR 2363 |
| #9: Tuduhan|
|| 1301 word ||

.:.:.**.:.:.

:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.

.

.

Atlantic Ocean.
March 23th, 2364.

[Hazel's POV]

Sup ayam milikku mungkin akan segera menangis karena kudiamkan sejak tadi sampai ia mulai mendingin dengan sendirinya. Selera makanku memang tidak pernah normal sedari dulu, sehingga yang kulakukan hanya mengaduk-aduk hidangan itu sampai orang-orang mulai meninggalkan kursi mereka bersama mangkuk kosong. Bahkan sekarang ruang makan ini hanya terisi olehku dan segala isi pikiranku yang bergerombol untuk memukul kepalaku dari dalam sana. Sampai-sampai aku sakit kepala dibuatnya. 

Dua jam lalu aku berhasil membujuk—mengemis pada Thariq untuk meminjamiku alat komunikasi apapun yang bisa didapat dari pamannya. Ini sudah lebih dari seminggu sejak insiden kecelakaan helikopter yang kualami, dan aku harus segera mencari cara untuk menghubungi 'orang-orangku'. Sejak siang aku sudah berkutat dengan laptop yang bahkan susah sekali untuk terkoneksi karena posisi kami yang ada di tengah lautan. 

Aku tidak mau terlalu lama terjebak di sini. Terlebih perhitungan kami semua salah, karena perjalanan kami menuju Citrus tidak setenang yang kami bayangkan di awal. Rasa aman saat berada di lautan hanyalah ilusi belaka karena kami hanya selamat dari kejaran makhluk-makhluk itu saja, bukan dari manusia-manusia berbahaya.

"Makanan itu kami dapatkan dari belas kasihan Tuan Qou. Akan sangat menyedihkan jika pria itu mengetahui bahwa kamu tidak menghargai rasa kasihannya." Sebuah suara menginterupsi kegiatan melamunku. "Cepat habiskan sebelum ayam itu hidup lagi." Lanjutnya.

Bukan. Kali ini bukan Sea yang suka datang tiba-tiba, tapi Barron. 

Aku melirik semangkuk sup ayam yang masih mengepul di tangannya. Ia mengambil kursi di hadapanku dan makan dengan lahap, namun mata pria itu masih menampilkan sorot penuh duka. 

Aku tidak menjawab perkataannya sama sekali dan keheningan menyapa kami dalam beberapa menit setelahnya. Dia yang fokus dengan makan malamnya, dan aku yang sibuk memperhatikan tiap gerak-geriknya. Aku baru berani mengambil kesempatan untuk berbicara setelah melihat mangkuk itu kosong tanpa sisa. "Aku tidak melihatmu saat makan siang tadi." ucapku.

"Rebecca menangis tanpa henti sejak tadi pagi karena demam, jadi aku merawatnya di kamar. Aku takut merepotkan Nadia dan Nyonya Willies jika terus-terusan menitipkan Becca pada mereka, karena ruang kesehatan sedang sibuk-sibuknya beberapa hari ini." Jelas Barron.

Keheningan kembali mengelilingi kami, karena lagi-lagi aku tidak tau harus membalas apa.

"Aku turut berduka atas kepergian kekasihmu." Balasku setelah beberap saat, meski aku sedikit khawatir perkataanku menyakitinya karena dia hanya diam saja setelah aku mengucapkan itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MATYR 2363Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang