Jeffrey Esa Kurniawan
Di dua lap terakhir, gue masih mengejar celah untuk membalap Marc. Dia handal di tikungan kiri. Gue sadar kapabilitas diri dan menghindari celaka dengan menyalipnya di area yang ia sukai. Namun, berharap hanya pada lintasan belok kanan tentu tidak begitu menguntungkan.
Di lap terakhir, gue berhasil mendahului posisi Marc, tepat selepas dari tikungan kesembilan. Tak ingin memberinya kesempatan, gue makin agresif menggeber mesin motor. Di pikiran gue, gue nggak boleh membiarkan celah sedikitpun. Marc lagi-lagi unggul sepersekian detik dari gue. Adegan menyalip side to side terjadi hingga di section terakhir, tepatnya tikungan kelima belas.
Tak mau kalah, gue terus mengejar Marc. Di tikungan keenam belas, alias tikungan terakhir, gue menyalipnya. Gue termasuk beruntung karena itu adalah tikungan belok kanan. Lepas dari tikungan, tak ingin lengah, gue melaju cepat di lintasan lurus. Gue dan Marc melaju bersama menuju garis finish.
Sorakan penonton terdengar membahana. Gue menekan laju motor secara bertahap. Jujur, gue bingung dengan hasil dari pemenang di balapan kali ini. Gue melihat anggota tim gue yang berada di pinggir lintasan. Mereka menyodorkan bendera kebangsaan gue.
"Me? I am the champion?" tanya gue begitu motor terhenti.
Gue bertanya karena murni tidak tahu, bukan songong. Padahal jawabannya sudah jelas. Dengan badan gue dipeluk-peluk gini, jelas jawabannya adalah gue.
"You're first. Luigi is the third."
Gue meninju udara dan berteriak kesenangan. Ini jelas kemenangan yang membahagiakan. Tidak pernah sebelumnya gue dan Luigi, rekan berbagi garasi, bisa naik podium bersama.
Salah seorang anggota tim gue menyodorkan pakaian khusus. Seketika gue ingat. Gue sudah merencanakan selebrasi spesial andaikan gue berhasil menjadi juara pertama di sirkuit pertama musim ini.
Gue turun dari motor. Dengan senyum selalu terpasang di wajah, gue memakai atasan kostum panda bercorak hitam dan putih. Gue kembali naik motor sambil membawa bendera merah putih di tangan kiri. Kali ini, gue melakukan satu lap mengelilingi sirkuit sambil mengibarkan bendera dan dengan tampilan baru.
Ketika tiba di pit, gue turun dari motor, langsung memeluk Om Adam yang sudah berdiri menunggu di sana. Dia nepuk-nepuk bahu gue, tepukannya yang bertenaga membuat gue sadar bahwa ini semua nyata. Tak terasa air mata gue merembes keluar.
Setelah sekian lama, gue berhasil dapat kesempatan naik podium di posisi tertinggi!
"Selamat, Jef! Ini baru permulaan, okay?" Gue mengangguk dan menyusut air mata. Om Adam terus menepuk bahu gue dengan bangga. "Tuh, motor lo sudah masuk display. Buruan sapa-sapa anggota tim yang lainnya."
Gue berjalan masuk ke kandang dimana motor gue sudah diparkir dengan papan nomor bertuliskan angka satu di depannya. Gue melihat ke slot parkir ketiga. Benar, motor Luigi di sana. Kabar baik tadi bukan fantasi gue semata.
"Jef, selamat," Marc si juara dua menyalami tangan gue. "Good game." Gue membalas ucapannya. Dia juga menyalami Luigi yang baru saja tiba di samping motor.
Masih dengan adrenalin yang menggebu-gebu, gue melemparkan diri ke anggota tim yang bersorak gembira di balik pagar pembatas. Semuanya gue kasih high five. Gue sadar, tanpa dedikasi mereka menyiapkan motor yang bagus, gue nggak akan bisa merasakan euforia ini lagi.
"Panda man, huh?"
"This is for my Akio," sahut gue penuh rasa bangga sambil melepas helm.
Setelah sekian waktu berlalu, gue baru sempat melihat ke arah tribun penonton. Dengan banyaknya orang di sana, gue jelas tidak bisa melihat keberadaan Gladis dan Akio. Sama saja mencari jarum dalam jerami. Mustahil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Race Track
Fanfiction[lanjutan cerita keluarga Jeffrey dari universe #bcrush] Shasha itu nyebelin. Dia nggak ngerti kemauan gue sebagai laki tuh gimana. Padahal kita sudah menikah hampir empat tahun. -- Jeffrey Esa Kurniawan Jeffrey itu egois. Aku sudah usaha keras biki...