Orisha Gladis Alaia
Jeffrey memperkenalkan beberapa rekan kerjanya padaku. Ada banyak wajah yang baru aku lihat untuk pertama kali. Sebenarnya, terhitung hingga hari ini aku sudah empat tahun menikah dengan Jeffrey. Rasanya sangat terlambat untuk memperkenalkan diri seperti ini. Untung saja banyak dari mereka yang menyambutku dan Akio dengan baik.
Menuruti keinginan Jeffrey, aku dan Akio bersiap-siap ikut pergi ke venue tempat meet and greet diadakan. Aku berusaha memposisikan diri sebaik mungkin. Aku tidak berdandan neko-neko, namun tetap menunjukkan bahwa aku adalah wanita berkelas.
Aku sadar diri. Dibandingkan pasangan para pembalap lain, aku tidak terlihat sebanding. Penampilanku kelewat sederhana.
Tidak jarang aku merasa minder. Kurasa, aku tidak secantik model. Bahkan mungkin saja kecantikanku tidak melebihi cantiknya umbrella girl.
"Kamu tuh cantik banget. Nggak pantas dibandingkan dengan yang lain."
"Cantik gimana?"
"Ya, pokoknya cantik. Beda lah. Aura kamu beda. Cantik luar dalam. Cantiknya kamu nggak ngebosenin."
Berbekal pujian dari Jeffrey, tingkat rasa percaya diriku naik. Meskipun malu dan rikuh bertemu dengan banyak orang baru, aku selalu berusaha tersenyum.
Aku juga mendapat banyak bantuan dari Akio. Lumayan menguntungkan punya anak menggemaskan sepertinya. Akio bisa aku jadikan tameng, jadinya bukan aku yang disorot, tapi Akio.
Seperti siang ini. Selagi Jeffrey dan pembalap lainnya menyapa para fans di atas panggung, aku dan Akio menunggu di samping panggung, tempat para staf. Kami tidak sendiri. Steven, asisten Jeffrey, ikut menemani. Dia banyak membantuku mengasuh Akio.
Aku melihat jelas dari monitor. Mereka yang di panggung sedang bermain games. Tantangannya adalah menari.
Tak kusanhka Akio ikut menari sambil melompat-lompat. Ia bahkan tertawa kesenangan. Musik yang berdentum membuat Akio tertarik untuk terus bergerak.
Beberapa fans Jeffrey melihat. Perhatian yang awalnya tertuju padaku kini terarah sepenuhnya pada Akio. Maklum, kehidupan pribadiku sebagai istri Jeffrey jarang sekali tersorot kamera. Begitu kini terlihat, langsung ada tontonan baru, yaitu buntut Jeffrey ikut beraksi.
"Akio," panggilku panik. "Jangan jauh-jauh. Sama Mama aja."
Akio menurut. Kaki kecilnya berlari menghampiriku, tak lagi melompat-lompat nyaris menyentuh pagar pembatas para fans. Akio masih tertawa kesenangan, seolah ia ikut tertawa bersama mereka.
Usahaku terlambat beberapa detik. Kegaduhan yang ditimbulkan Akio terlanjur dilihat mata pembawa acara. Awalnya aku was-was, namun Akio malah dipanggil naik ke atas panggung.
"Is it okay?" tanyaku tak yakin pada Steven. Dia sudah berniat membawa Akio ke panggung.
"Menurutku tidak apa-apa. Ini bukan acara yang serius dan formal."
Aku berjongkok di depan Akio, menyesuaikan level pandangannya. "Akio mau naik panggung sama Papa?"
"Au!"
"Kalau gitu, jangan jauh-jauh dari Papa ya."
"Iyah!"
Anaknya mau, ya sudah. Aku membiarkan Steven menggenggam tangan Akio, menuntunnya menaiki tangga menuju panggung. Di atas sana, Jeffrey sudah menunggu. Akio langsung tiba di dalam dekapan sang ayah. Sorak sorai penonton pun kembali terdengar.
Aku mengawasi dari bawah, takut Akio mengacaukan suasana. Untungnya, Akio termasuk anak penurut. Ia tidak pernah jauh dari Jeffrey. Saat screen time Akio berakhir, Jeffrey mengembalikan Akio pada Steven.
KAMU SEDANG MEMBACA
Race Track
أدب الهواة[lanjutan cerita keluarga Jeffrey dari universe #bcrush] Shasha itu nyebelin. Dia nggak ngerti kemauan gue sebagai laki tuh gimana. Padahal kita sudah menikah hampir empat tahun. -- Jeffrey Esa Kurniawan Jeffrey itu egois. Aku sudah usaha keras biki...