Orisha Gladis Alaia
"Iyaa, lucu banget Akio di situ. Pengin unyel-unyel deh. Padahal waktu tahun lalu kita liburan bareng, Akio masih cengeng dijahilin Niel."
Aku tertawa mendengar penuturan Ghina. Kenangan itu kembali terbayang. Dibesarkan sebagai anak tunggal, Akio cenderung susah berbagi mainan. Alhasil dia mudah dikalahkan oleh bayi yang kerjanya baru bisa merangkak, ketika anak salah satu sahabat Jeffrey itu merebut mainan Akio.
"Aku kecolongan, Ghin. Kirain Akio nggak disorot waktu Jeffrey diwawancara. Ternyata malah kena sorot Akio cium helm Jeffrey."
"Ada video pendek dari fans Jef juga lho, Dis. Kalau nggak salah, pembalap-pembalapnya lagi nge-games joget-joget gitu. Tapi di bawah panggung Akio ikut lompat-lompat sambil ketawa."
"Itu waktu meet and greet."
Aku dan Ghina membunuh waktu dengan obrolan-obrolan seru. Ghina duluan yang menghubungiku. Niat awalnya untuk memberi selamat pada Jeffrey, namun ujung-ujungnya dia malah selalu terpekik gemas tiap menemukan video Akio di internet.
Dari Ghina, aku juga baru tahu bahwa saat ini foto-fotoku dan Akio mulai tersebar luas di dunia maya. Aku tidak sadar karena aku jarang membuka akun sosial media kecuali aplikasi pengirim pesan. Era digital memang menyeramkan.
"Ngomong-ngomong, kamu bisa teleponan kayak gini karena Akio lagi sama papanya?"
"Nggak."
"Lho?"
"Akio lagi tidur, makanya aku punya waktu bebas."
"Jef kemana?"
"Nggak tahu."
"LHO???"
Aku memijat pelipis pelan. Pusing juga kalau begini. Karena sudah terlanjur, sekalian saja aku cerita.
Aku berbagi kegundahan hati, walau aku tahu masalah rumah tangga tidak seharusnya didengar orang luar. Aku ceritakan kronologi pertengkaranku dan Jeffrey. Lalu, aku ceritakan juga bagaimana interaksi kami setelah malam itu.
"Hm, bukannya kalian baik-baik saja sejak sampai Qatar?"
"Iya, baik-baik aja. Kita bahkan jalan-jalan bareng ke banyak tempat. Dia selalu bisa meluangkan waktu untuk istri dan anak," aku melenguh pelan. Mataku menatap layar laptop, melihat jadwal perjalanan di Spanyol yang kubuat sendiri. "Tapi, kayaknya di Spanyol ini beda. Aku sama Akio harus jalan-jalan sendiri."
"Jef gimana? Kalian memang nggak satu hotel?"
"Ngh... Gimana ya...."
"Gladis, cerita."
"Jadi, Jeffrey sebenarnya nyuruh asistennya untuk antar aku ke hotel tempat kami seharusnya bertemu."
"Terus?"
Aku menggaruk ujung hidung serba salah. "Aku usir asistennya dan cari penginapan lain."
Detik berikutnya, aku mendengar omelan Ghina. Sampai panas kuping ini.
--
Jeffrey Esa Kurniawan
Semalam gue marah karena tersinggung oleh ucapan Gladis. Esok paginya sudah tidak terlalu marah, tinggal tersisa gengsi. Ketika siang hari di pesawat melihatnya menjaga Akio seorang diri, ada sebersit rasa bersalah di hati. Gue tahu, tidak seharusnya gue membuat jarak berlama-lama.
Gue ingin memperbaiki hubungan begitu Gladis sampai di hotel. Ternyata, telepon dari Steven menggugurkan rencana. Justru penuturan sombong Gladis yang dilayangkan pada Steven membuat darah gue lagi-lagi mendidih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Race Track
Fanfiction[lanjutan cerita keluarga Jeffrey dari universe #bcrush] Shasha itu nyebelin. Dia nggak ngerti kemauan gue sebagai laki tuh gimana. Padahal kita sudah menikah hampir empat tahun. -- Jeffrey Esa Kurniawan Jeffrey itu egois. Aku sudah usaha keras biki...