12 : Minimarket

106 34 0
                                    

Ngga ada niat endorse ya, gatau kenapa kepikiran buat chapter random ini. Buat nambah momen Ja-Im aja sih sebenernya.

Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jam telah menunjukkan pukul dua belas malam. Bulan nampak melaksanakan tugasnya dengan baik, yakni menyinari bumi meskipun tugasnya akan digantikan oleh mentari enam jam lagi.

Adanya benda bulat yang kini memancarkan sinar terang, menandakan bahwa malam ini cuaca sangat cerah. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang kehadirannya tertutup oleh awan hitam, bahkan rintikan air hujan.

Harusnya, kini para manusia akan berada dirumah masing-masing dan bergelut di dunia mimpi. Tidak terkecuali oleh seorang gadis yang kerap disapa Jaci. Ah, sepertinya hari ini akan dijadikan suatu pengecualian.

Karena nyatanya, kedua kelopak mata gadis itu masih terbuka lebar sebab ia baru saja terbangun dari tidurnya sepuluh menit yang lalu.

Saat ini, ia dilanda kebingungan mengenai tempat dimana ia tidur.

"Tadi bukannya gue abis makan martabak diruang keluarga ya? Kok bisa dikamar dah tiba-tiba?" gadis itu bermonolog, walau tahu tidak akan mendapat jawaban.

Merasa segar dan jauh dari kata kantuk, gadis itu mengganti pakaian nya dengan piyama bermotif kucing dan mengikat rambutnya yang tergerai menjadi satu atau sering disebut 'kuncir kuda'.

Anak rambutnya yang tidak bisa diraih oleh ikat rambut pun dibiarkannya mencuat, tanpa berniat menjepitnya atau memberi bando untuk merapihkannya.

Dia membuka pintu, berencana mencari udara segar untuk menetralkan pikirannya sekaligus membuat tubuhnya lelah agar kembali mengantuk.

Cklek!

Kamarnya berada di lantai satu, tepat didekat ruang keluarga. Maka dari itu saat ini ia berhadapan langsung dengan sofa dan seseorang yang berbaring di atas nya.

Tidak dapat disebut berhadapan juga, sih. Karena oknum yang menjadi objek penglihatan gadis itu kini menutup kelopak matanya dengan damai. Bahkan dari mulutnya terdengar dengkuran halus yang tidak mengusik, justru membuat sang pendengar menjadi empati.

Jaci berbalik ke kamarnya, mengambil selimut yang baru saja ia cuci minggu lalu dari dalam lemari. Dia memang mempunyai beberapa selimut sebagai cadangan bila selimut kesayangannya dicuci.

Selimut lucu bermotif kartun beruang itu pun memenuhi tangan mungil nya. Selimut ini merupakan yang paling besar dari semua selimut yang dia miliki. Tebalnya pun tidak kira-kira, sangat cocok untuk melindungi tubuh di musim dingin.

Cewek itu menghela napas begitu jaraknya sudah sangat dekat dengan Karel, laki-laki yang mengisi hatinya sejak awal masuk ke Sekolah Menengah Atas. Kembali mengingatnya membuat dadanya sesak. Bukan lagi mengenai penolakan cowok itu, tetapi terkait ikatan darah yang ada dalam diri keduanya.

JAIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang