[4 ; mejikuHIbiniu]
Bukan seperti Jaim yang kalian pikirkan. Ini hanya sebuah kisah antara Jaci yang iseng-iseng menyatakan bahwa Daim adalah kekasihnya dihadapan mantan gebetan nya. Keduanya tidak tahu, bahwa kejadian itu dapat membuat keduanya sal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Sumpah, Ta. Gue juga hampir jatuh kalau ngga ditahan Yugo,"
Hasta mengulum bibirnya ragu, namun hatinya bilang bahwa gadis didepannya telah berkata sejujur-jujurnya.
"Terserah lo deh. Emang dari awal lo ngga pernah percaya gue kan? Jaci, Jaci, Jaci terus diotak lo. Lagian ya, gue baru aja mau minta maaf sama dia atas ketidaksengajaan yang gue gatau siapa pelaku aslinya ini. Tapi liat lo curigain gue gini, jadi ilang niat gue."
Gadis tadi, Hesti, melengos pergi. Tangannya mengepal, menahan kumpulan emosi yang tertampung dalam batin.
Ingat saat Jaci hampir terkena cermin yang ukurannya lumayan besar dari lantai atas? Hasta mencari tahu dalang dibalik peristiwa itu. Hasta cuma ingin memastikan, ini benar-benar kecelakaan atau memang ada unsur kesengajaan.
Hesti menjelaskan bahwa memang benar ia yang memegang cermin saat itu, namun dibelakangnya ada seseorang yang mendorongnya dan menyebabkan cermin tersebut terlempar lalu jatuh kebawah.
Sayangnya, Hasta ragu dengan penjelasan Hesti. Karena ia berpikir bahwa ini adalah salah satu dampak kecemburuan Hesti terhadap Jaci.
Hasta mengacak rambutnya frustasi. Apa benar yang dikatakan oleh Hesti? Apakah kecurigaan nya salah?
🦁🐱
Bel berbunyi, menandakan waktu istirahat pertama. Semua murid-murid lantas keluar dari kelas masing-masing dan memenuhi koridor. Kebanyakan dari mereka memiliki tujuan kearah kantin, tentunya untuk memanjakan lidah dan perut setelah lelah berkutat dengan pelajaran.
Tidak terkecuali Jaci, gadis itu telah berada di garis terdepan dunia per-antrian soto. Seharusnya hari ini menjadi jadwal Hasta, tetapi gadis itu bersikeras bahwa ia saja yang membeli makanan. Kama dan Fagan sih tidak ambil pusing. Buktinya, kini mereka duduk santai dimeja yang biasa ditempati.
Ngomong-ngomong soal kejadian pulang sekolah kemarin, Hasta dan Jaci belum berbicara empat mata sama sekali. Bahkan interaksi nya terasa kurang karena Jaci terlihat menghindari lelaki bermarga Kacaya itu.
"Gue aja yang bawa." Hasta menyambar nampan berisi empat mangkuk soto. Berjalan mendahului Jaci yang menghembuskan napas kasar dibelakang nya.
Dengan segera Jaci melakukan pembayaran kepada sang penjual soto. Setelahnya, ia berlari kecil untuk menyusul langkah besar Hasta yang kini sudah dekat dengan meja Kama dan Fagan.
Mereka pun makan siang dengan tenang. Entahlah, Kama dan Fagan merasa bahwa dua orang lainnya itu tengah berada di situasi awkward.
"Eh iya, Ci. Udah ke ruang informasi belum?" sebelum memulai pembicaraan, Kama berdehem terlebih dahulu untuk menetralisir hawa canggung itu.
Yang ditanya hanya menggeleng seraya mengerutkan kening, ia menyuapkan sesendok kuah soto dengan pandangan bingung.
"Wah kudet nih anak. Lo jadi salah satu perwakilan Olimpiade Sosiologi tingkat nasional. Masa belum dihubungin sama pak Ardi?" Fagan mengangkat gelas berisi esteh manis miliknya dan menunjuk Jaci menggunakan minuman tersebut.