CHAPTER 5

222 19 0
                                    

Sekitar pukul 7.30 malam, aku  dan kedua orang tuaku makan malam bersama. Kali ini Ibuku memasakkan makanan Indonesia. Ibuku selalu berusaha agar aku tak melupakan makanan Indonesia dan aku pun menyukai hampir semua makanan Indonesia, lagipula aku sangat suka makanan yang pedas, tak seperti orang Jepang pada umumnya yang kurang suka makanan pedas.

"Jadi, kamu sudah dapat tanda tangan Yuki?"Tanya Ayahku yang sudah mengetahui kalau hari ini aku ikut fansign di kampus.

"Iya. Tapi maafkan aku, aku tak mendapatkannya untuk kalian"jawabku menyesali

"Sayang sekali"ujar Ibuku

"Jadi, bagaimana perawakannya?"Tanya Ayahku sekali lagi. Dibanding Ibuku, Ayahku lebih sangat menggemari nonton pertandingan voli, jadi wajar jika dia sangat penasaran mengenai pemain termuda dari tim nasional Jepang.

"Sangat keren"jawabku sambil menunjukkan kedua jempolku "Apapun yang ada padanya sangat menarik"lanjutku malu.

"Hm.. jadi apa kamu sudah jatuh cinta padanya?"Tanya Ibuku menggoda.

"Iya, sebagai fans. Jika kalian nonton secara langsung, kalian akan memahamiku"balasku "Hmm, bagaimana jika nanti aku memesan tiket untuk kita bertiga menonton pertandingannya?"

"Ide yang bagus. Tapi lebih bagus jika pertandingan itu dari timnas"seru Ayahku.

"Oke. Aku akan mengabari jika aku sudah mendapatkan tiketnya"balasku tersenyum lebar.

"Luna, jangan lupa besok kita ada kegiatan di panti jompo"lanjut Ibuku berseru mengingatkanku pada kegiatan yang sering aku lakukan.

"Tentu saja aku takkan melupakannya. Aku sudah menyiapkan beberapa kado untuk Emi Grandma"

"Dia pasti senang"ucap Ibuku tersenyum bangga. Aku pun berharap jika Nenek Emi menyukai kado yang kubuat sendiri, berupa sweater rajutan berwarna merah maron berhubung tidak lama lagi akan musim dingin jadi aku berharap nenek Emi akan memakainya.

Aku mengenal Nenek Emi sudah 5 tahun. Nenek Emi adalah salah satu dari lansia yang memilih untuk tinggal di panti jompo dibanding ikut tinggal di rumah anaknya, baginya ia takut akan merepotkan keluarganya. Nenek Emi mengatakan padaku kalau dia sangat senang berada di panti jompo yang tepat, sehingga dia bisa bertemu denganku. Aku pun juga senang bisa bertemu dengannya.

***

Bulan November akhirnya tiba. Tak lama lagi cuaca akan semakin dingin. Biasanya di musim panas, aku selalu menggunakan dress kasual selutut yang biasa digunakan untuk aktivitas sehari-hari. Aku memang sangat menyukai dress santai, itu membuatku tampak terlihat feminism. Namun jika musim dingin telah tiba, aku akan memaki mantel yang tebal dan kemeja di dalamnya serta celana jeans panjang, serta sepatu boot hitam.

Setibanya kami di panti jompo, aku langsung menghampiri Emi yang sudah menunggu kedatanganku. Kami saling berpelukan dengan hangat dan tersenyum. Setahun ini, Emi sudah duduk di kursi roda dan sudah sangat sulit untuk berjalan bahkan berdiri. Saat pertama kali aku tahu Emi memakai kursi roda karna kakinya tak mampu lagi menompang badannya, aku benar-benar merasa sangat sedih. Aku tahu betapa semangatnya Emi selama ini, Emi sering mengikuti berbagai kegiatan fisik bahkan aku pernah melihatnya ikut senam pagi di depan panti, dan ia tersenyum sangat lebar. Membayangkan bagaimana bahagianya Emi saat itu membuatku sedih dengan keadaannya, namun aku takkan pernah menunjukkan kesedihanku di depan Emi. Aku tahu Emi orang yang kuat dan aku pun harus kuat untuk selalu mendampinginya.

"Kata Ibumu, kamu akan memberikanku kado"ujar Emi tak mengindahkan senyumnya.

"Ei, Ibuku sama sekali tak tahu mengenai surprise"balasku cemberut lalu mengambil sweater rajutanku "Ta-daa..."

Emi tersenyum lebar melihat pemberianku, dan aku pun segera memakaikannya "Apa kamu membelinya?"

"Aku membuatnya Nek"jawabku tersenyum lega sweater itu tampak cocok untuk Emi. Aku pun mendorong kursi roda Emi bergabung dengan teman-teman yang lainnya yang tengah duduk di ruang tengah sambil mengobrol dengan kedua orang tuaku. Ayah dan Ibuku membicarakan mengenai liburan mereka bulan lalu di Bali.Tampaknya para lansia begitu senang mendengarnya dan berharap suatu saat nanti bisa ke sana juga.

Saat orang-orang tengah memerhatikan kedua orang tuaku, Emi malah terpaku pada layar tv dengan volume suara yang rendah. Hanya ada gambar seorang Yuki Ishikawa yang tengah diwawancarai usai pertandingan antar liga.

Aku melihat Emi tersenyum menonton "Nenek suka dengan Yuki?"tanyaku.

"Anakku di kampung sangat menyukainya"jawab Emi "Bahkan dia pernah menonton pertandingannya secara langsung, katanya dia sangat menyukai permainan Yuki. Oh dia juga menyukai Masahiro Yanagida, karena pria itu sangat tampan"ceritanya semangat.

"Jadi menurut Nenek bagaimana permainan mereka setelah menonton dari TV?"tanyaku lebih lanjut lagi.

"Sebagai warga Jepang, saya sangat bangga memiliki atlet seperti mereka untuk mengharumkan nama negara kita. Tidak mudah ada diposisi mereka di usia mereka yang masih muda. Hm... saya bisa membayangkan bagaimana rasanya masa muda mereka yang pastinya hanya berfokus pada voli, mungkin saja mereka sering kali akan merasa tertekan karena harapan warga Jepang yang sangat tinggi kepada mereka. Namun, selama mereka mencintai voli, saya yakin mereka dapat mengontrol semuanya"jelas Emi berkomentar.

Aku mengangguk setuju dengan jawaban dari Emi. Umur Yuki sewaktu masuk ke timnas Jepang masih 19 tahun, dia masih begitu muda dan mungkin saja banyak beban yang ia pikul diam-diam dibalik ketenangannya.

"Mereka pasti akan sangat sulit untuk berkencan"lanjut Emi mematahkan lamunanu "Mereka akan kesulitan jika berkencan dan mungkin tak memikirkan ke hal itu dulu"ucapnya lagi.

"Mungkin saja. Mereka harus fokus dan tak boleh diganggu dengan masalah cinta"balasku bercanda. Emi pun tertawa dengan candaanku.

Sejenak pikiranku terlintas untuk segera mengecek isi tas.Untung saja, lembar tanda tangan Yuki masih ku simpan di dalam tas "Sekitar seminggu yang lalu aku mengikuti fansignnya dan mendapatkan tanda tangannya"ucapku sambil memberikan tanda tangan itu kepada Emi.

Ekspresi Emi memandangiku terlihat terkejut dan tak percaya "Kamu memberikannya padaku?"

Aku mengangguk "Tentu saja. Aku rasa kamu sudah menjadi penggemarnya lebih dariku. Mungkin ini bisa menjadi penyemangatmu agar bisa bertemu dengannya nanti secara langsung"

Emi membelai rambutku "Kamu wanita yang sangat baik, Luna". Aku hanya tersenyum tulus padanya. Aku benar-benar menyayangi orang yang ada di panti jompo itu termasuk Emi. Mereka adalah orang yang berhati baik dan penuh dengan semangat hidup. Begitu banyak hal yang ku pelajari dari mereka semua, dan tentu saja aku banyak mendapatkan nasehat dari mereka bahkan banyak hikmah yang dapat kupetik dari cerita hidup mereka.


TO BE CONTINUE..

An Each Year With Yuki (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang