CHAPTER 29

184 19 0
                                    

Selama sebulan penuh, waktuku banyak tersita untuk menyelesaikan tesis. Aku sudah berniat untuk menyelesaikannya agar aku bisa mengejar wisuda bulan ini. Untung saja Professor Tanaka sangat membantuku. Penelitianku banyak membahas berbagai issue yang tengah terjadi, dan aku banyak mendapatkan ilmu sejak seminarku di Italia kemarin sehingga aku jadi lebih mudah menyusun.

Jarum jam mengarah pada pukul 12 siang setelah sekitar 4 jam aku duduk mengikuti segala rangkaian acara yudisium sebelum keesokan harinya aku akan di wisuda. Ini pertama kalinya aku mengikuti wisuda, sebelumnya aku tak sempat karena aku mengikuti program lanjut belajar sehingga tak ada wisuda yang aku hadiri, sebenarnya itu membuatku cukup sedih karena aku tak bisa ikut wisuda seperti Azumi dan juga tak bisa membawa orang tuaku untuk melihatku memakai toga.

Jika dipikir-pikir, nasibku dan Yuki tak begitu berbeda. Kami berdua melewatkan wisuda sarjana kami. Pria itu tak bisa ikut wisuda mengingat dirinya masih sibuk berada di Italia dan tak memungkinkan untuknya untuk balik ke Jepang.

Yuki dan anggota Ryujin telah tiba di Jepang sekitar 3 minggu yang lalu, namun mereka tak bisa begitu saja memiliki waktu luang karena mereka harus langsung kembali ke asrama untuk latihan mempersiapkan diri Olympic bulan depan. Bahkan, aku belum bisa bertemu dengan Yuki sampai saat ini. Kami hanya selalu berkomunikasi lewat video call, walau tak tiap hari. Namun aku telah memintanya untuk meluangkan waktunya sebisanya untukku hari ini hari esok. Apalagi hari ini kedua orang tuaku akan datang ke Jepang bersama Risa.

Aku berlari keluar dari gedung departemen Hubungan Internasional saat melihat mobil Yuki sudah terparkir di depan. Aku berlari dengan senyum bahagia. Pria yang sudah hampir 6 bulan tak kutemui keluar dari mobilnya lalu menyambutku dengan kedua tangan yang terbuka. Aku langsung memeluknya dengan erat. Aku sangat merindukannya.

"Aku sangat merindukanmu"ucapku tak berhenti tersenyum.

"Aku juga. Aku sangat merindukanmu"balasnya juga memelukku dengan erat.

Kami berdua pun saling berpandangan dengan tersenyum lebar. Aku melihat kumis tipisnya tumbuh, rambutnya yang sudah cukup panjang "Apa latihannya sangat melelahkan?"

"Begitulah"jawabnya lalu menarik tanganku untuk masuk ke dalam mobilnya.

Aku melihat Yuki juga masuk ke dalam mobilnya lalu berbalik ke jok belakang dan ia pun memberikan sekotak bewarna merah dengan ikat pita abu-abu. Aku tertawa melihatnya yang tak berkata-kata saat memberikan itu padaku.

"Aku sama sekali tak begitu tahu soal keromantisan. Tapi... ini hadiah untukmu karena sudah menyelesaikan tesismu"jelas pria itu dengan tersenyum malu.

"Terima kasih banyak"

Aku pun membuka kotak itu dan melihat gelang cantik pemberian Yuki. Aku tertawa kecil saat melihat ada manik-manik di gelang itu nomor 14 "Ini kamu sengaja?"

"Aku sengaja memesannya"jawab pria itu meringis malu.

Mendengar jawaban Yuki, aku pun memandanginya.

"Kenapa memandangiku seperti itu? Kamu tak suka?"

"Aku sangat suka"jawabku lalu berinisiatif memajukan badanku lalu mengecup bibirnya.

Sontak respon Yuki sangat lucu, ia terkejut namun terlihat malu juga. Namun tak berselang lama, Yuki memegang kepalaku dengan kedua tangannya lalu menciumku dengan lembut. Rasanya kami meluapkan kerinduan kami.

***

Sore harinya, aku ditemani Yuki menunggu kedatangan kedua orang tuaku di bandara. Tak lama, kedua orang tuaku bersama Risa keluar dari pintu kedatangan. Saat aku melihat dari jauh, air mataku seakan tak lama lagi akan menetes. Aku berlari lalu memeluk Ibuku dengan erat.

An Each Year With Yuki (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang