CHAPTER 26

222 18 0
                                    

Sekitar pukul 7 malam, Yuki mengajakku keluar. Awalnya aku sempat menolak dan memilih untuk menghabiskan waktu bersama keluarga Ishikawa, namun Ibu Yuki mengatakan padaku kalau mereka akan ke rumah keluarga mereka untuk menghabiskan pergantian tahun baru bersama.

Aku tak tahu, kemana Yuki akan mengajakku apalagi aku sadar di malam pergantian tahun ini, kota Tokyo telah dipadati warga Jepang untuk merayakan pergantian tahun dan akan sangat beresiko jika aku dan Yuki berada di tengah keramaian.

Sekitar setengah jam perjalanan, aku heran saat Yuki membawaku di gedung tempat mereka sering latihan. Aku masih terdiam memandanginya dan menunggunya untuk menjelaskan lebih dulu.

"Walaupun, gedung itu tak sepenuhnya kosong, tapi setidaknya kita bisa leluasa berada disini"Serunya dan aku mengerutkan dahiku memandanginya "Maksudnya?"tanyaku masih kebingungan. Pria itu tersenyum lebar nampak bersemangat, jadi ia tak menjawab pertanyaanku melainkan membukakan pintu mobil untukku dan menggenggam tanganku erat berjalan memasuki gedung JVA.

Gedung itu sangat besar dan megah. Di malam terakhir tahun ini, tak begitu banyak pegawai yang berada di kantor dan hanya ada cleaning service masih sibuk membersihkan jendela di cuaca yang sangat dingin ini. Yuki tak melepaskan tangannya padaku dan berjalan dengan penuh percaya diri, sedangkan aku, sejak tadi menundukkan kepala, tak ingin orang-orang melihat wajahku.

Yuki membawaku di salah satu vanue indoor tempat mereka sering latihan. Lapangan itu kosong dan hanya menyisahkan kami berdua. Akhirnya pria itu melepaskan tangannya berjalan dengan mata menyusuri setiap sudut lapangan itu, begitu pula dengan aku.

"Jadi, ini tempat biasanya atlet nasional berlatih?"tanyaku.

Yuki berbalik badan menungguku berjalan menyusulnya di tengah lapangan "Begitulah. Bagaimana, kamu merasa bangga?"tanyanya tak melepaskan senyumannya.

Aku tertawa kecil lalu mengangguk "Aku bahkan sudah bangga memilikimu, tidak ada yang lebih membanggakan dari itu"

Kami berdua pun duduk bersila di tengah lapangan "Apa tak apa kita berada di lapangan ini?"tanyaku merasa cemas jika seseorang tiba-tiba masuk.

"Kamu tidak perlu khawatir"lanjut Yuki lalu memeluk kakinya yang ditekuk. Sedangkan aku sibuk memerhatikan pria itu dari samping. Dia memiliki alis mata yang tebal dan lentik. Hidungnya tak begitu mancung namun terlihat cocok untuk wajahnya, dan juga aku dapat melihat banyak moles di wajahnya "Apa kamu tidak bisa berhenti melihatku?"serunya mengagetkanku.

Dengan refleks aku pura-pura melihat ke segala arah namun akhirnya berakhir kembali melihatnya. Kali ini, pria itu melihatku dengan intens. Dia terus memandangiku walaupun di saat aku sedang menunjukkan wajah canggungku.

"Kamu memiliki mata yang besar"ujarnya.

"Berhenti menatapku seperti itu. Kamu masih punya banyak kesempatan nantinya" lanjutku.

Yuki meringis kecil lalu sejenak terdiam dengan helaan napas panjang.

"Sebenarnya aku cukup tahu mengenai perjalanan karirmu, tapi aku ingin mendengar langsung dari mulutmu. Jadi... apa kamu mau menceritakannya?"tanyaku tersenyum.

Selang beberapa detik Yuki terdiam "Pertama kali aku tertarik pada voli karena aku melihat kak Naomi bermain voli. Saat menontonnya, aku merasa voli itu sangat asyik. Namun saat itu, aku hanya merasa asyik saja,aku belum berniat untuk menggelutinya. Aku sempat bermain basket dan baseball di sekolah namun entah mengapa aku tiba-tiba berubah haluan menjadikan voli sebagai passionku. Karena ayah dan Ibuku juga juga merupakan atlet, jadi mereka mendukung keputusanku lalu aku pun akhirnya masuk ke klub voli sekolah"ceritanya.

An Each Year With Yuki (Indonesian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang