16. Di antara mereka ...

96 34 4
                                    

Itu terjadi begitu saja. Tanpa Yara sadari, tiba-tiba saja dirinya dan Reno berada dalam situasi yang membuat Yara ingin kabur.

Beberapa saat yang lalu, ketika akan ikut teman-temannya pergi ke perpustakaan, Yara harus kembali ke kelas lagi, karena kotak pensilnya ketinggalan. Dan di sana, dia melihat Reno sedang berdiri di depan bangkunya. Sendirian.

Pemuda itu memandang meja tempat Yara biasanya duduk dengan mata yang mirip seperti anak anjing terbuang.

Seolah ia adalah mahluk paling kesepian di muka bumi ini.

"Kenapa masih di sini, Ren? Anak-anak sudah di perpustakaan."

Awalnya, Yara hanya ingin mengambil barangnya lalu pergi kemudian. Namun, karena cara Reno menatapnya, gadis itu jadi kehilangan rasa percaya dirinya.

Reno yang selalu tersenyum, kini juga tersenyum memandang Yara. Namun itu bukan senyum hangat yang biasa ia suguhkan. Ada kegetiran di dalamnya, dan Yara tidak tahu apa itu.

"Kamu sendiri kenapa belum ke sana, Princess?"

"Barangku ada yang ketinggalan." Kali ini, Yara mencoba terlihat berani. Dia berjalan melewati Reno agar bisa segera mengambil kotak pensilnya.

Itu adalah saat-saat dimana keheningan terasa begitu berat, namun udara menjadi lembut seketika tatkala Reno membuka bibirnya yang sedari tadi mengatup.

"Aku menyukaimu, Yara."

Kalimat itu, yang keluar karena Reno tidak tahan lagi untuk mendekapnya, menjadi sebuah hunusan pedang bagi Yara.

Tengkuknya meremang seketika.

Yara merasakan bahaya mengancam karena hanya ada mereka berdua saja di dalam kelas. Ingatan buruk tentang kejadian di masa lalu merayapi kaki hingga punggung gadis itu.

Laki-laki. Reno adalah seorang laki-laki. Dia pria. Dan Yara sudah terlalu lengah.

Gadis itu ketakutan.

Tubuhnya refleks menjauh. Di saat itulah, Reno menyadari jika Yara masih belum bisa menerima kehadirannya.

Ada rasa sakit yang berdenyut di uluh hatinya, namun Reno terus mencoba untuk menekannya.

Ini bukan saatnya menjadi egois. Reno tahu itu, namun perasaan memang tidak bisa dikendalikan. Hanya saja, Reno masih bisa berpikir jernih. Dia tahu bahwa sekarang, Yara sedang menatap nanar ke arahnya. Oleh sebab itulah, sambil tersenyum lebar dan membagikan kehangatan, Reno lantas berkata, "tapi aku tahu, kamu tidak menyukaiku kan, ya?"

Yara juga tidak tahu. Apakah Reno adalah pria yang ia sukai atau tidak, Yara sungguh tak dapat menemukan jawabannya.

Satu-satunya yang pasti di sini hanyalah perasaan Yara yang masih paranoid ketika berada di sekitar pria.

"Haduhhh ..." Suara Reno yang biasanya terdengar riang kini telah kembali lagi, bahkan ekspresinya pun menunjukkan jika dia sudah menjadi Reno yang biasa Yara temui.

Reno yang awalnya ingin membuat Yara sadar akan kehadirannya, pada akhirnya memilih untuk mengalah. Dia tidak ingin menjadi lelaki brengsek yang memaksakan perasaannya pada seorang gadis.

Terutama ketika gadis itu memiliki trauma yang begitu dalam terhadap pria.

Rudapaksa yang Yara alami ketika masih anak-anak, Reno yakin betul jika untuk selamanya hal itu tidak akan mungkin bisa hilang dari ingatannya. Jadi untuk sekali lagi, Reno mengikat harapannya dalam sebuah ketiadaan.

"Padahal aku sudah ditolak begini, tapi kenapa hatiku masih saja berdebar keras, ya? Hahahahaha!"

Yara masih tidak menjawab. Gadis itu juga tidak mengubah posisinya sama sekali. Masih tetap penuh kewaspadaan.

Sin(k)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang