17. Keluarga

44 24 1
                                    

Nash dan Yara sampai di rumah Delima sesuai perkiraan waktu. Nash bahkan masih sempat untuk mampir ke toko kue saat Yara masih tertidur. Dia membeli bolu coklat bertabur kacang almond kesukaan Hansel.

Jujur saja, Nash sudah sangat bahagia ketika membayangkan betapa bahagianya Hansel saat menyantap kue yang ia bawa.

"Yara ... Bangun. Kita sudah sampai."

Dengan lembut dan perlahan, Nash membangunkan Yara. Dia mengelus puncak rambut gadis itu sembari memanggil pelan namanya.

Sesaat kemudian gadis bulu mata tipis nan halus itu pun mengerjap perlahan. Sorot mata sayu, serta bola mata sejernih laut milik Yara, selalu mampu membuat debaran jantung milih Nash bertalu tak menentu.

Pemuda itu berpikir, dan terus berpikir.

Aku ingin berjalan di dekat bayangmu.
Berdiri di sampingmu,
dan meletakkan pandangku di belakang punggungmu.
Jadi dengan begitu, tidak akan ada luka yang bisa menyentuhmu sebelum itu menghancurkanku.

Nash memikirkan semua itu.

Setiap kali Yara berbicara, berjalan, bahkan hanya dengan bernafas sekali pun, Nash akan senantiasa menggulung hatinya dengan pemikiran yang hanya ditujukan untuk Yara.

Itu sebuah cinta yang melebihi kata cinta itu sendiri.

"Aku ketiduran lagi. Maaf ya, Nash. Kamu jadi menyetir sendirian."

"Tidak masalah. Kamu harus banyak istirahat agar bisa cepat pulih." jawab Nash tidak keberatan, "duduk dulu saja, sampai pusingnya hilang."

"Baiklah."

Barulah ketika Yara tersadar sepenuhnya, Nash membantunya bangun dari duduk. Tidak lupa tangan kanannya digunakan untuk melindungi kepala gadis itu, agar tidak sampai membentur pintu mobil.

Mereka berdua berjalan beriringan menuju rumah Delima, namun belum sampai Nash mengetuk pintu rumahnya, seorang bocah laki-laki blasteran yang terlihat tampan dengan mata abu-abu yang sama percis dengan milik Nash sudah lebih dulu menyambut kedatangan mereka.

Hansel, adik tiri Nash, nampak kegirangan dengan kehadiran kakaknya.

Bocah itu menghambur ke dalam pelukan Nash dan tidak lupa menyapa Yara dari balik punggung sambil tersenyum lebar.

"Abang mau datang kok tidak bilang?" Tanya anak laki-laki yang masih duduk di bangku kelas 5 SD tersebut.

"Kemarin Abang sudah kirim SMS." Jawab Nash sambil mengelus-elus rambut lembut Hansel.

Bocah itu masih tidak mau melepaskan pelukannya. Bagaimana tidak? Nash adalah kakak kesayangannya. Dia tumbuh besar dalam gendongan Nash. Jadi wajar saja jika Hansel selalu merindukan kakaknya setelah Delima memutuskan untuk hidup terpisah dari Nash.

Meskipun wajah Nash tidak sering berekspresi, tapi dari sorot matanya terlihat jelas bahwa dia sangat menyayangi bocah berlesung pipi sebelah kanan itu. Pipi Hansel yang terlihat seperti mochi juga sangat mengundang jari untuk mencubitnya.

"Tidak mau peluk Mbak Yara, nih?" Tanya Yara sambil merentangkan kedua tangannya.

Melihat hal itu, Hansel pun langsung melepaskan tubuh Nash dan berganti memeluk erat Yara. Dia terlihat sangat menyukai keduanya. Baik Yara maupun Nash, adalah kakak yang begitu ia cintai.

"Ayo masuk! Mama sudah masak buanyakkkk!" Ajak Hansel sambil menarik tangan kanan Yara dan tangan kiri Nash. Menggiring mereka berdua untuk segera masuk ke dalam rumah yang terlihat cukup tua tersebut.

Disambut ramah oleh Delima, Yara melepaskan gandengan dari tangan kecil Hansel dan beralih memeluk wanita yang tampak cantik meskipun hanya memakai pakaian sederhana yang terdapat beberapa noda kecil di lengannya tersebut.

Sin(k)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang