5. Kelas Ambis

120 43 6
                                    

"Aku menyukaimu!"

Dengan ini, maka total sepuluh anak sudah menyatakan perasaannya pada Nash dalam kurun waktu satu bulan. Dan seperti biasanya, jawaban yang akan keluar dari bibir indah itu hanyalah, "maaf. Tapi aku tidak."

"A-aku tahu. Maksudku, apakah kamu bisa memberikan kesempatan-"

"Sudah selesai, kan? Aku pergi dulu."

"Apa? Hei! Nash! Tunggu!"

Bahkan jika gadis itu berteriak sampai tenggorokannya kering, Nash tetap tidak akan mempedulikannya.

Satu-satunya alasan Nash mau datang ke sini hanya agar tidak diganggu lagi. Karena jika ajakan gadis asing tadi ditolak, maka bisa dipastikan dia akan mengganggu Nash lagi selama berminggu-minggu ke depan.

"Nash? Kamu dari mana?"

"Yara."

Wajah kesal Nash langsung hilang seketika begitu ia melihat Yara di depan sana. Pemuda itu berlari cepat menghampiri Yara yang nampak kerepotan membawa sebuah kardus.

Tanpa diminta, Nash langsung mengambil alih kardus tersebut dari tangan Yara.

"Kamu mau ke mana? Kenapa membawa kardus begini?"

"Mau ke gudang."

Nash mengangguk. Pemuda itu lantas berjalan beriringan dengan Yara menuju gudang yang ada di belakang.

"Koran-koran ini mau ditaruh di gudang? Siapa yang menyuruh kamu?"

"Aku inisiatif sendiri. Tadi, aku baru saja beres-beres ruangan klub."

"Oh. Lain kali jangan sendirian, ya. Ajak teman kamu. Kalau mereka tidak bisa, kamu bisa langsung memanggilku."

"Hahahaha ... Ini bukan pekerjaan besar, Nash."

"Yara."

"Iya, iya. Aku paham."

"Bagus."

"Ngomong-ngomong, bagaimana kelasmu? Apa menyenangkan?"

Jika boleh jujur, sebenarnya Nash tidak terlalu peduli dengan urusan sekolah. Dia bisa melakukan home schooling seperti saat Sekolah Dasar dulu lalu mengambil ujian paket.

Tapi, Yara tidak menyukai hal itu. Dia selalu mengatakan tidak ingin melihat Nash kehilangan masa remajanya.

Karenanya, Nash memutuskan untuk bersekolah di sekolah umum saat SMP. Sedangkan Yara tetap home schooling. Sebab Yara masih dalam masa pemulihan saat itu.

Nash ingin menjawab apa adanya, tapi begitu ia mendapati sorot mata Yara yang penuh harap, kontan saja Nash jadi tidak tega menjawab seperti rencana awal.

Dengan tersenyum hangat, pemuda itu berucap, "cukup menyenangkan. Kelasku agak ramai, tapi aku suka."

"Syukurlah kalau begitu. Aku senang jika kamu menyukai kelasmu."

Iya. Aku juga ikut bahagia jika kamu bahagia dengan jawabanku.

_ _ _ _ _

Seharian penuh Nash hanya menghabiskan waktunya untuk memikirkan Yara.

Pemuda yang memiliki mata kiri silinder dengan skala satu per empat itu sedang berpikir sambil memainkan bolpoinnya. Nash mengabaikan penjelasan guru di depan kelas.

Rasanya Nash salah pilih sekolah, karena tidak mempertimbangkan perihal pembagian kelas ini. Jika ini sekolah biasa, maka Nash pasti bisa membuat dirinya satu kelas dengan Yara.

Tapi karena sistem sialan ini, Nash harus terpisah dari Yara.

Apa sebaiknya aku ganti nama saja? Pikir Nash secara tiba-tiba.

Sin(k)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang