20. Terhalang

131 31 13
                                    

Dokter Gayatri, psikiater Yara, segera bergegas menuju ruang inap Yara. Setelah ditangani di UGD, tentu saja dokter yang menangani kondisi mental gadis itu harus dipanggil ke sini dari departemen tempatnya bertugas.

Sebab kehadirannya sangat dibutuhkan.

Wanita yang akan segera berkepala lima itu terlihat kesusahan untuk menyamai ritme lari Mayang, putrinya.

Mantan dokter Yara itu khawatir bukan main. Hati Mayang seperti ditarik dari tempatnya begitu saja ketika mendengar penjelasan singkat dari Nash melalui panggilan telepon.

Bagaimana? Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?

Begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab, tapi Mayang harus mengabaikannya. Karena sekarang, yang paling penting adalah memastikan kondisi Yara baik-baik saja.

Melihat beberapa anak berseragam berdiri di depan ruang rawat Yara, membuat hati Mayang mendadak ciut. Dia takut apa yang selama ini dikhawatirkannya terjadi. Yara kambuh di hadapan teman-temannya.

"Permisi." Ucap Mayang sopan agar para siswa itu memberikan jalan.

Saat akan masuk ke dalam ruangan, Gayatri, Ibu Dokter Mayang menahan tangannya. Membuat wajah gadis itu menjadi kesal.

Namun dengan tenang Dokter Gayatri menggelengkan kepala, seolah mengatakan, "kamu tidak berhak masuk lagi."

Menyadari kesalahannya, Mayang lantas mundur beberapa langkah dan membiarkan ibunya untuk masuk.

"Dasar bodoh kamu, Mayang." Mayang menghela nafas lalu berjalan menghampiri sekumpulan anak yang masih terlihat syok dan lelah.

"Kalian sudah makan?" Tanya Mayang lembut.

"Belum."

Tidak ada yang menjawab selain Bayu.

Laki-laki yang tadi mengurus administrasi Yara, selagi Nash berjaga di samping gadis itu, terlihat paling tenang di sini. Sedangkan wajah teman-temannya masih diliputi kebingungan.

"Ayo makan di kantin." Ajak Mayang.

"Tapi ... Bagaimana dengan Yara?" Lessi ingin menolak.

"Sudah ada dokter yang menangani. Kalian pasti kaget, kan? Lebih baik ikut saya saja untuk memenangkan diri."

Awalnya anak-anak itu saling berpandangan karena ragu, namun pada akhirnya mereka mengangguk, karena peka bahwa sebenarnya Mayang hanya ingin menjauhkan mereka semua dari tempat Yara berasa.

"Ayo, Nash. Kamu juga harus ikut, tapi sebelum itu, lukamu harus diobati lebih dulu." Kali ini Mayang menatap lembut pada Nash yang nampak duduk dengan ekspresi suram dan penampilan kacau.

Wajahnya tergores sana sini. Bahkan garis panjang berwarna merah tampak jelas menghiasi kedua lengan Nash.

Itu bekas cakaran Yara.

"Tidak perlu. Aku akan menunggu Yara di sini. Mbak Mayang pergi saja dengan mereka."

"Ayo ikut, sebelum aku seret."

Mayang benar-benar tidak tega melihat kondisi Nash yang sangat berantakan.

"Kamu sangat berantakan. Yara pasti akan terkejut melihat wajah buruk rupamu nanti."

Sin(k)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang