21. Satu-Dua

107 30 15
                                    

Di sebuah rumah makan yang sepi pengunjung, terlihat seorang wanita paruh baya tengah duduk gusar dengan kaki yang bergerak terus tanpa henti.

Perempuan tersebut terlihat cemas dan ketakutan karena harus berhadapan dengan orang-orang yang terlihat berkuasa. Dia juga tidak pernah berhenti menatap sekelilingnya.

Rumah makan tradisional tempat dia bertemu dengan kedua orang ini terletak cukup jauh dari keramaian. Dan melihat bahwa tidak ada pengunjung sama sekali disini, sepertinya tempat tersebut disewa untuk hari ini.

"Anda sudah mau bicara?" perempuan muda yang tampak angkuh dihadapannya ini berbicara sambil menyesap teh hangat dicangkirnya.

Menunjukkan betapa elegan dan berkelasnya dia. Sedangkan lelaki disampingnya duduk tegap seperti robot.

"Sa-saya sudah cerita semuanya." balas wanita paruh baya tersebut.

"Saya yakin masih ada yang ingin Anda sampaikan. Benar, kan?"

"Tidak ad-"

"Saya akan bantu mengeluarkan suami Anda dari penjara."

Mata wanita paruh baya tersebut langsung berbinar. Memang ini alasan dia datang menemui keponakannya, Naura, tempo hari yang lalu.

Tapi setelah mendapatkan makian dari bocah bau kencur seperti Nash, dia tidak punya pilihan selain pergi karena diusir oleh security sekolah. Dan ternyata sekarang, tanpa bersusah payah, jalan menuju Roma terbuka begitu saja baginya. Sungguh keberuntungan berada dipihaknya.

"Apa yang mau Anda dengar?" tanya Tami sambil memegang erat tangan perempuan dihadapannya.

"Semuanya. Tanpa melewatkan apapun."

Silla merasa jijik karena wanita itu memagang tangannya yang baru saja mendapatkan perawatan kuku seharga jutaan rupiah. Tapi informasi yang akan dia dapatkan dari Tamo, terasa cukup sepadan dengan semua ini, jadi untuk kali ini Silla akan diam.

Kado untuk gadis tidak waras itu sudah siap, pikir Silla membayangkan kehancuran Yara sambil tersenyum manis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa wajah Silla memang benar manis dan menawan.

Mayoritas orang pun akan menoleh dua kali untuk melihat gadis tersebut, jika mereka tak sengaja berpapasan dengan Silla yang notabennya merupakan beauty vlogger.

Tapi ya, untuk tahu kepribadian seseorang, kita memang harus mengenalnya lebih lama dari sekadar berpapasan saja.

_ _ _ _ _

Nyatanya, kondisi mental memang sangat berpengaruh pada kondisi fisik seseorang. Tidak perlu berat-berat dengan melihat jurnal ilmiah, buku kesehatan, maupun artikel dan sebagainya.

Hal kecil yang bisa manusia lakukan adalah dengan melihat sekelilingnya.

Bagaimana perbedaan fisik seseorang yang memiliki kondisi mental baik dengan seseorang yang mentalnya sedang tidak baik-baik saja. Aura di wajah mereka pasti akan menunjukkan perbedaan yang jelas.

Dan hal itulah yang tengah dialami oleh Yara selama ini.

Selama waktu ia dirawat di rumah sakit, baik kondisi fisik maupun psikis Yara tetap tidak menunjukkan perubahan positif yang signifikan. Gadis itu bahkan belum bisa mengukir senyum yang lebih cerah dari lilin temaram sekali pun.

Nash yang senantiasa berada di sisi Yara tanpa sedetik pun pergi, mencoba berbagai macam cara untuk mendapatkan kembali sinar kehidupan pada gadis itu.

Termasuk dengan terus mengatakan banyak hal yang biasanya akan Yara sukai.

"Yara, perawat tadi bilang jika hari ini kolam di taman depan itu akan banyak diisi oleh ikan-ikan baru. Kamu mau melihatnya?"

"Tidak."

Tapi kayaknya mayat hidup, Yara hanya akan duduk termenung menatap ke luar jendela tanpa bergerak sedikit pun.

Selain Nash, Reno juga tidak pernah absen untuk mengunjungi Yara setelah pulang dari sekolah. Dia sering sekali pulang malam agar bisa menghabiskan waktu mengobrol dengan Yara. Dimana sesungguhnya Yara hanya diam saja, ketika Reno banyak sekali menceritakan hal-hal random.

Nindi dan Lessi juga sempat datang berkunjung beberapa kali. Mereka bersimpati terhadap kondisi gadis itu, namun tidak sampai membuat keduanya akan menghabiskan banyak waktu mereka yang berharga, ketika Yara bahkan tidak menanggapi ucapan mereka sedikit pun.

Di mata Nindi sekarang, dia tidak lagi memandang Yara dengan perasaan seperti sebelumnya.

Gadis itu lebih bisa mengerti mengapa selama ini Yara terlihat sangat bergantung kepada Nash. Dan lagipula, punya hak apa Nindi untuk merasa cemburu pada Yara. Karena pasalnya, Nash bukanlah siapa-siapa Nindi.

Pemikiran itulah yang pada akhirnya membuat Nindi menjadi ramah seutuhnya kepada Yara, setelah sebelumnya masih ada setitik rasa dengki pada gadis itu.

"Nash ..."

"Iya, Yara."

Hari ini seharusnya Yara sudah diperbolehkan untuk pulang. Tapi karena gadis itu terus saja muntah sejak pagi, maka rencana untuk pulang pun harus ditunda.

Nash yang awalnya sedang membereskan barang-barang milik Yara, kemudian berjalan mendekati gadis itu, dan berdiri tepat belakang Yara yang sedang duduk di dekat jendela dan menatap kosong ke arah luar.

Dari jarak sedekat ini, Nash bisa melihat dengan jelas bagaimana rambut Yara yang biasanya hitam legam bersinar, kini berubah menjadi kusut dan hilang cahaya.

Pun sama halnya dengan punggung Yara yang nampak semakin mengecil, dan tubuh yang tidak sekokoh biasanya.

Semua itu membuat Nash merasa jika Yara bisa berubah menjadi istana pasir dan hancur kapan saja.

"Aku ingin tidur."

Mengerti dengan maksud perkataan tersebut, Nash pun mengangguk paham dan segera membantu Yara untuk berdiri dari tempat duduk.

Namun belum sempat Yara berdiri seutuhnya, kaki gadis itu lebih dulu kehilangan kekuatan sampai dia jatuh ke dalam pelukan Nash.

Tanpa perlu bertanya maupun menunggu perintah, Nash langsung mengangkat tubuh Yara dalam sekali hentakan dan menjaganya untuk tetap aman dalam pelukan.

Yara merasa sedikit lebih tenang saat ia menyandarkan kepala seutuhnya di antara ceruk leher pemuda itu. Itu karena alam bawah sadar Yara begitu terbiasa dengan keberadaan Nash. Jadi saat aroma tubuh pemuda itu mencapai indera penciuman Yara, gadis itu pun refleks menyandarkan diri pada Nash sembari memeluk erat lehernya.

"Jangan pergi ..." Bisik Yara yang perlahan kesadarannya mulai ditelan habis oleh rasa kantuk.

"Aku tidak akan pergi ke manapun, Yara. Jadi, tidurlah dengan tenang, karena saat kamu bangun, aku akan ada di sampingmu."

"Kamu ... Tidak akan meninggalkan aku kan, Nash?"

"Tidak akan."

"Sampai kapan pun?"

"Iya. Sampai kapan pun itu, aku akan tetap ada di sampingmu." Ucap Nash berusaha terdengar tegar.

Jadi, bertahanlah sampai akhir bersamaku, Yara. Nash melanjutkan jawabannya, namun hanya sampai uluh hati. Sebab saat ini, Nash bisa merasakan bagaimana nafas Yara mulai kembali teratur lagi.

Gadis itu telah lelap seutuhnya di dalam gendongan Nash layaknya anak kecil yang tak berdosa.

"Yara ..."

"Hmm ..."

Sekali pun Yara menjawab, tapi sesungguhnya gadis itu telah hilang kesadaran. Jadi dia tidak akan pernah tahu apa yang Nash katakan setelahnya.

"Kamu adalah alasanku tetap hidup. Jadi ... Tentu saja aku akan memberikan waktuku hanya untukmu. Seumur hidupku, Yara. Karena kamu adalah duniaku."

_ _ _ _ _


Dengan Hati Yang Galau,
Yoeshina

Januari 2022.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sin(k)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang