"Baunya sangat enak, Nona. Kau sepertinya sangat pintar dalam hal memasak." Puji Justin.
"Terimakasih, Tuan. Ini, silahkan makan," balas Isabela.
Justin langsung memakan ikan goreng tersebut dengan cepat, dia lapar, sangat. "Aku bersumpah jika masakan mu jauh lebih enak daripada masakan di Istana."
Isabela tersenyum, "terimakasih. Anda memang selalu tahu bagaimana cara untuk memuji seseorang."
Keduanya makan dengan tenang, tak ada lagi pembicaraan, hanya ada suara dentingan piring dan sendok yang terdengar. Justin maupun Isabela tidak merasa canggung karena memang ini lah yang sering mereka rasakan ketika berada di meja makan.
Hanya sebuah kesunyian tanpa berniat bersuara.
Setelah selesai makan, Isabela membereskan sisa piring sementara Justin beranjak pergi ke kursi panjang tempatnya tidur. Dia ingin merebahkan diri sejenak. Namun melihat Isabela yang tampak bersiap untuk pergi membuatnya kembali bangun.
"Kau mau kemana, Nona?" Tanya Justin.
"Saya ingin mengantarkan makanan ke rumah Helena, sekaligus meminta beberapa sayuran hasil kebunnya bulan ini." Jawab Isabela.
"Boleh aku ikut?"
Isabela tertawa, "Anda yakin, Tuan? Bukankah Anda tadi sedang bersiap untuk tidur?"
"Tadinya begitu, tapi melihat mu mau pergi aku jadi ingin ikut. Lagipula, tidak baik seorang wanita keluar malam hari seperti ini." Ucap Justin.
"Tidak ada yang bisa menyakiti saya, Tuan." Ucap Isabela mencoba meyakinkan Justin.
"Itu karena tidak ada manusia, tapi hewan liar dan alam tetap bisa menyakiti mu, Nona. Kau sering memperingati ku soal itu, tapi kenapa kau masih kukuh untuk pergi sendirian?"
Isabela pasrah, berdebat dengan Justin memang tak ada gunanya. "Baiklah, Anda boleh ikut. Lebih baik cepat sebelum hari semakin malam, Tuan."
***
"Rumahnya sangat jauh ternyata, Nona. Aku lelah." Ucap Justin pelan.
"Memang, tapi jarak rumah Helena dari rumah kita adalah setengah jarak dari kita pergi untuk mencari makanan tadi siang, Tuan. Jadi kenapa Anda merasa lelah?" Ujar Isabela.
"Itu karena seluruh tenaga ku sudah terpakai untuk melakukan perjalanan panjang itu. Hah, apa rumahnya masih jauh?"
Isabela menggeleng, "kita sudah sampai, Tuan."
Mereka berada di depan pintu rumah kayu yang terlihat masih bagus menurut Justin. Padahal jika dipikir-pikir, rumah kayu seperti ini bisa saja rusak karena dimakan rayap.
Isabela mengetuk pelan pintu kayu tersebut. "Selamat malam! Ini Isabela, boleh aku masuk?!"
"Ya! Masuk saja!"
Ketika sudah mendapat jawaban, Isabela membuka pelan pintu rumah tersebut. Tampak seorang wanita yang sedang duduk di kursi goyangnya sambil merajut selimut untuk dia pakai nantinya.
"Kau berkunjung juga akhirnya, Isa." Ucap wanita tua itu.
"Maaf, akhir-akhir ini aku sibuk mencari cara untuk mempertahankan bunga-bunga ku yang hampir mati bulan kemarin, untungnya aku berhasil menemukan caranya. Omong-omong aku bawa makanan untuk mu," jawab Isabela.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist
FanfictionPertemuan keduanya yang sudah direncanakan entah oleh siapa, mengundang banyaknya kematian orang-orang. *** Jika saja Justin tidak kabur dari kerajaan, mungkin saja dia tak akan bertemu dengan gadis misterius seperti Isabela yang nyatanya malah memb...