Bab 12: Visit

61 31 2
                                    


"Ugh, Justin kau berat sekali." Celetuk Xyon yang masih kesusahan memapah tubuh sepupunya.

"Diam, bodoh. Tadi kan aku sudah bilang biar aku berjalan sendiri saja, tapi kau malah bersikeras untuk membantuku." Balas Justin tak terima.

"Hei, aku hanya berpikir menggunakan logikaku. Kakimu ini kan baru akan sembuh, jika sudah dibawa jalan kesana-kemari, bisa-bisa nanti malah tidak jadi sembuh." Ujar Xyon yang tak mau kalah.

"Ck, aku tahu, Xyon. Tapi masalahnya ada sesuatu yang harus aku urus." 

"Sepenting apa memangnya masalah itu sampai kau rela keluar dari kamarmu?" Tanya Xyon penasaran.

"Ini soal hidup dan mati wanita yang aku cintai." Jawab Justin yang mana hampir membuat Xyon muntah mendengarnya.

"Astaga, sejak kapan kau mencintai seorang wanita? Perasaan selama ini kulihat kau hanya menghabiskan waktumu di kamar dan taman istana. Apa jangan-jangan kau menjalani hubungan dengan salah satu pelayan disini?"

Tak!

Justin dengan cepat menjitak kepala sepupunya itu, "kalau ingin berbicara itu minimal dipikir dulu, Xyon. Tidak mungkin aku menjalani hubungan dengan seorang pelayan."

"Ya siapa tau saja kau menurunkan seleramu." Ucap Xyon mengundang helaan nafas lelah dari Justin.

Sesampainya mereka di penjara bawah tanah, Justin langsung berbicara dengan penjaga yang ada disana. Awalnya mereka hanya berbicara seperti biasa namun lama kelamaan terjadi perdebatan diantaranya.

"Tapi aku hanya ingin mengunjungi orang itu!" Kesal Justin.

"Sekali lagi maafkan saya, Pangeran. Anda tidak dapat masuk ke dalam jika tidak didampingi oleh Panglima Cleovanno." Ucap penjaga tersebut.

Xyon yang jengah mendengar perdebatan keduanya itu pun merogoh saku celananya kemudian melempar sekantong koin emas ke penjaga tersebut. "Lebih baik kau bukakan sebelum uang itu kutarik kembali," ucapnya.

"T-tapi saya—

"Hei, harusnya kau sadar sedikit. Derajat Panglima Cleovanno itu dibawah kami, jadi sudah pasti kau tahu harus mengikuti perintah siapa disini." Ucap Xyon dengan tatapan tajamnya.

Penjaga itu pun langsung meminta maaf kemudian membukakan pintu penjara tersebut. Justin pun lanjut berjalan terlebih dahulu dengan bantuan tongkatnya, meninggalkan Xyon yang masih sibuk mencibiri penjaga disana.

"Jika ada salah satu dari kalian yang memberitahukan hal ini ke Panglima, aku pastikan hidup kalian selesai nanti malam." Ancam Xyon kemudian langsung pergi menyusul Justin yang sudah jauh di depannya.

Ya, memang yang paling bisa diandalkan dalam urusan mengancam seperti ini hanya lah Xyon seorang.

Justin dengan mata elangnya menelisik satu persatu ruang penjara yang ada. Beberapa diantaranya kosong, dan ada juga yang terisi. Namun isinya bukanlah Isabela melainkan beberapa orang gila atau pejabat-pejabat kerajaan yang pernah melakukan tindak korupsi dan penggelapan pajak.

Sampai pada ujung lorong, terdapat satu ruang penjara yang belum dilihat olehnya. Dengan tenang Justin berjalan ke arah ruang tersebut, dan matanya mendapati dua orang wanita yang sedang terduduk di tanah sambil menghadap ke arah celah kecil yang ada di ruangan tersebut.

"Isabela.." Panggil Justin lirih berhasil menarik perhatian keduanya.

Mata Isabela membulat kaget, "Justin?!" Pekiknya.

Isabela pun berjalan mendekat ke arah Justin dan dengan cepat memukul kepala Justin. "Apa yang anda lakukan disini?! Kenapa mengunjungi saya?! Anda ingin saya terkena hukuman mati lebih cepat?!"

Melihat Isabela yang mengomel membuat Justin meringis pelan. "Aku hanya ingin menemuimu."

"Oh, ini wanita yang kau maksud, Justin." Celetuk Xyon yang tiba-tiba sudah berada disamping Justin.

"Anda siapa?" Tanya Isabela bingung.

Xyon pun berdeham kemudian mengulurkan tangannya. "Perkenalkan aku Pangeran Xy—

"Xyon, sepupuku." Potong Justin cepat kemudian menarik kembali tangan Xyon membuat decakan dari sang empu.

"Oh, begitu." Isabela menganggukkan kepalanya mengerti, "lalu kenapa anda kesini?"

"Aku perlu berbicara sesuatu yang penting padamu, Isa." Justin menjawab dengan nada seriusnya. Kini Isabela pun yakin jika Sang Pangeran memiliki sesuatu hal yang penting untuk dikatakan padanya.

***

"Jadi apa keputusan anda, Yang Mulia? Kita tidak bisa membiarkan wanita itu dihukum seperti itu saja, dia harus dieksekusi mati." Ucap salah satu menteri kerajaan.

"Benar, Yang Mulia. Jika kita tidak menjatuhi eksekusi mati padanya, dia bisa saja melakukan hal lain yang bisa membahayakan anggota kerajaan yang lain." Timpal yang lainnya.

Langsung saja seisi ruangan menjadi ramai mendebatkan tentang keputusan hukuman wanita yang menculik calon putra mahkota mereka itu.

Sang Raja pun termenung mendengar ucapan para menterinya, manik tajamnya pun tertuju pada Panglima Cleovanno yang sepertinya sedang menunggu giliran untuk berbicara.

"Apa tanggapanmu, Panglima Cleovanno?" Tanya Sang Raja yang langsung saja membuat seisi ruangan terdiam.

Sang Panglima pun menunduk hormat kemudian berkata, "saya setuju dengan perkataan para menteri, Yang Mulia. Kita harus mengeksekusi wanita itu, karena mungkin saja, dia adalah orang suruhan Kerajaan Byrosta untuk mencelakakan calon putra mahkota kerajaan ini."

***

"Kau harus kabur dari sini secepatnya, Isa!" Desak Justin.

"Bagaimana caranya?"

Satu pertanyaan yang keluar dari mulut Isabela berhasil membuat sang Pangeran terdiam. Isabela pun memutar bola matanya malas, lelah dengan kebodohan Justin yang satu ini.

"Anda menyuruh saya kabur, tapi anda sendiri tidak memberikan saya cara untuk kabur dari sini. Anda ini bodoh sekali." Cibir Isabela.

"Maaf, aku tidak berpikiran sampai sana. Aku terlalu takut." Ucap Justin dengan nada yang pelan.

Isabela pun meraih tangan Justin kemudian digenggamnya tangan besar itu agar merasa tenang. "Sebenarnya apa yang akan terjadi, Tuan? Kenapa anda sampai takut seperti itu?" Tanyanya.

"Panglima Cleovanno bilang, dia dan raja akan mendiskusikan soal pengeksekusianmu sore ini. Jika kau mengaku ingin menculikku, kemungkinan kau akan langsung di eksekusi saat itu juga." Justin menjeda kalimatnya, kepalanya menunduk dalam. "Aku tidak ingin kau mati sia-sia karena tuduhan konyol itu."

Isabela pun terdiam sejenak, "saya juga tidak mau mati hanya karena anda."

"Itu sebabnya, Isa. Aku ingin kau kabur dari sini, aku ingin kau pergi jauh dari istana ini dan mencari rumah barumu. Hanya itu cara agar kau aman."

***

The AntagonistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang