"Aku ingin kabur dari sini." Ujar Isabela pelan."Lalu? Kau punya rencana?" Tanya Liana yang langsung dibalas gelengan pelan oleh Isabela.
"Aku tidak—ah belum punya rencana. Tapi secepat mungkin aku akan membuat rencana agar dapat kabur dari tempat ini." Ucap Isabela.
"Kau kelihatan sangat panik, Isabela. Ada apa? Apa yang Yang Mulia Pangeran katakan padamu?" Tanya Liana yang menjadi penasaran dengan kegelisahan wanita itu.
"Ia bilang jika Panglima Cleovanno dan Yang Mulia Raja sedang berunding di aula kerajaan, mereka berunding tentang hukuman apa yang harus dijatuhi padaku. Dan kemungkinan besar, aku akan dieksekusi mati oleh mereka." Jelas Isabela.
"Wah, Panglima bajingan itu memang tidak punya hati ternyata." Ucap Liana.
"Liana, apa kau punya suatu rencana? Kau bilang kau sudah lama kan disini, jadi tidak mungkin kau tidak pernah mencoba untuk kabur dari penjara ini."
Liana terdiam sejenak, "entahlah. Sejujurnya jika aku ingin kabur, mungkin sudah aku lakukan sedari kemarin. Namun sayangnya penjagaan di penjara ini sangat ketat, Isabela. Jika hanya mengandalkan diri sendiri saja tidak akan bisa, kau membutuhkan seseorang dari luar untuk membantumu."
"Aku bisa meminta Tuan Justin untuk membantuku!" Seru Isabela.
"Dan jika panglima Cleovanno mengetahui tentang itu maka ia akan menghalangi Pangeran Justin untuk membantumu."
Lagi-lagi balasan Liana membuat Isabela terdiam. Memang semua permasalahan ini dimulai dari Panglima sialan itu. Isabela jadi berpikir kesalahan sebesar apa yang telah ia lakukan dahulu hingga harus bernasib seperti itu.
"Tapi jika kau memang bersikeras ingin kabur. Aku akan membantumu," celetuk Liana yang langsung memecah keheningan diantara keduanya.
Mata Isabela langsung berbinar mendengarnya, "benarkah?"
Liana mengangguk, "ya. Tapi, bukan hanya kau saja yang ingin kabur, aku juga. Jadi anggap saja kita bekerjasama. Bagaimana?"
***
Sudah seminggu lepas, dan nampaknya keadaan Justin sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Bahkan hari ini ia baru saja mencoba berlomba lari dengan Xyon.
Kini, ia tengah termenung sendirian, memikirkan banyak cara agar Isabela dapat kabur dari kerajaannya ini. Namun, tak lama kemudian suara ketukan pintu kamarnya membuat pikirannya buyar.
"Bagaimana keadaanmu, Justin? Sudah baik?"
"Hm, lebih baik dari sebelumnya."
"Lalu bagaimana jika Ibu mengajakmu berjalan-jalan sebentar keluar, kau mau?"
"Ya, tentu saja."
Sang Ibu tersenyum lembut kemudian menggenggam tangan Justin dan berjalan pelan menuntun sang pangeran ke taman istana.
"Jadi bagaimana rasanya kabur selama tiga minggu?"
"Aku rasa aku tidak perlu menjawab pertanyaan seperti itu," balas Justin singkat.
"Benarkah? Ini pertama kalinya kau kabur dengan waktu selama itu dan nampaknya kau sangat bahagia selama di luar sana," ujar Ibunya yang menurut Justin tak ada salahnya sama sekali.
"Tentu saja, itu pertama kalinya aku merasakan kebebasan yang sebenarnya. Bukan disini, yang mana aku hanya terus-menerus dikekang dan disuruh untuk menuruti semua perkataan Ayah hanya karena aku penerus tahta selanjutnya." Ujar Justin dengan raut wajah kesalnya.
Ibunya terdiam mendengar perkataannya, lalu tak lama menghela nafas panjang. "Bagaimanapun juga itu tanggung jawabmu, Justin."
"Lalu menikahi Victoria juga merupakan tanggung jawabku juga?" Tanya Justin meninggi.
"Tentu saja, itu tanggung jawabmu. Hubungan dengan Kerajaan Fallon tidak akan terjalin jika bukan karena kau dan Victoria yang dulu saling menyukai. Justin, dulu kau yang bersikeras soal Victoria sampai Ayahmu terpaksa mengiyakan permintaanmu meskipun Kerajaan kita dan Kerajaan Fallon tidak pernah menjalin hubungan yang baik sejak dulu."
"Aku? Sejak kapan?!"
"Kau tidak akan ingat, Justin. Itu sudah lama sekali sejak kalian pertama kali bertemu di pesta perjamuan Kerajaan Dysai, dan sebelum kau terjatuh dari pinggiran Kastil kecil tua dulu."
Ah, Kastil kecil tua. Justin tidak ingat terlalu banyak tentang Kastil kecil itu, namun Ibunya bercerita jika dia memang sempat jatuh dari pinggiran Kastil dan mengalami luka cukup parah akibat kepalanya terbentur oleh batu besar yang diujung dataran.
Itu sebabnya Justin tidak terlalu ingat hal-hal yang telah ia alami saat dulu ia belum jatuh. Jika dipikir lagi, dia sudah mengalami banyak kecelakaan parah di hidupnya.
"Bisa-bisanya ini semua terjadi karena permintaanku dulu." Ucap Justin.
"Namun sepertinya, kau sekarang lebih tertarik dengan gadis yang kau temui di luar itu. Siapa namanya?"
"Isabela," jawab Justin pelan.
Sang Ibu tersenyum simetris, "apa benar dia menculikmu?"
"Dia tidak menculikku, dia membantuku." Setidaknya itu kalimat yang bisa keluar dari mulut Justin saat ini.
"Jika begitu, mengapa kau membawanya sampai sejauh ini? Gadis yang malang, ia bahkan tak melakukan kesalahan apapun." Ujar Ibunya.
"Aku tahu ini salahku, aku sendiri tak pernah berniat untuk melibatkannya masuk ke dunia Istana yang kejam ini. Aku pasti akan segera membantunya keluar dari masalah ini." Ucap Justin penuh yakin.
"Ibu tidak tahu apa yang telah terjadi antara kau dan wanita itu, dan apa yang telah kalian lalui bersama sampai kau berani melakukan itu. Tapi yang pasti, Ibu tidak bisa banyak membantu, Justin. Semua ini tergantung kesepakatan ayahmu dan Panglima."
Begitu perkataan ibunya selesai, Justin langsung melenggangkan kaki pergi begitu saja, namun ia sempat terdiam sebentar. "Aku mencintainya, mungkin Ibu tidak percaya, tapi aku akan memastikan tak seorang pun bisa melukainya sedikit pun."
***
"Pertama, kita harus bisa keluar dari penjara ini, dan untuk itu kita harus membuka pintu penjara ini karena tidak ada satupun celah yang bisa membuat kita keluar dari sini kecuali pintu itu." Ujar Liana pelan.
"Caranya?" Tanya Isabela.
Liana tersenyum miring, "kita gunakan ini." Ia mengeluarkan satu kantung kecil.
"Biasanya sekitar tengah malam, penjaga akan melakukan patroli bergantian perorang ke dalam lorong penjara ini, ketika ia berdiri tepat di depan pintu penjara kita, aku akan menyebarkan serbuk tidur ini." Ujar Liana.
"Darimana kau mendapat serbuk itu?" Tanya Isabela penasaran.
"Aku membawanya sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di Istana ini, aku menyimpan banyak sekali serbuk tidur ini. Dan ketika aku masuk ke penjara ini, aku menyimpan sisa serbuk ini dengan baik, ini tidak pernah ku pakai sama sekali."
"Kenapa?"
"Tentu saja karena aku tidak cukup berani, dulu aku sendirian dan jika ingin melakukan aksi seperti ini tentunya harus sangat berhati-hati karena bisa-bisa taruhannya nyawaku." Ujar Liana.
"Baiklah, lalu setelah kita berhasil keluar dari penjara ini, kita akan kemana?" Tanya Isabela.
"Kalau itu biar aku saja yang pikirkan rencananya," celetuk Justin yang tengah berjalan di tengah lorong penjara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist
FanfictionPertemuan keduanya yang sudah direncanakan entah oleh siapa, mengundang banyaknya kematian orang-orang. *** Jika saja Justin tidak kabur dari kerajaan, mungkin saja dia tak akan bertemu dengan gadis misterius seperti Isabela yang nyatanya malah memb...