8. BAGIAN DELAPAN

35 1 0
                                    

Aku baru selesai mandi saat mendengar ponselku berbunyi tanda pesan masuk. Aku bergegas mengambilnya dari nakas dan memeriksanya, sebuah pesan masuk dari Gabriel

Him: what are you up to?

Me: Nothing just finished shower

Him: Bagaimana kalau besok pagi kita ke gym?

Me: I don't do gym. How about tennis? I know you good at tennis.

Him: deal, apakah jam 8 okay?

Me: yeah, it works for me

Sejak kunjunganku ke kantornya hari Kamis kemarin, aku dan Gabriel semakin akrab. Kami berbicara di telepon dan berkirim pesan singkat berisi lelucon atau sekedar bercerita tentang kegiatan sehari-hari. Bukan berarti status hubungan kami sudah jelas, karena nyatanya kami tidak pernah benar-benar membahas tentang itu. Aku hanya mengatakan 'kami baik-baik saja' saat Alice memberondong dengan pertanyaan tentang apa yang terjadi waktu aku pergi menemui Gabriel di kantornya. Aku bahkan mengalihkan pembicaraan dan membahas tentang tawaran bekerja sebagai sekretaris dari anak pemilik FASTTRACK

"David Grace? Kau bertemu David Grace disana? Aku tidak menyangka mereka masih berteman sampai sekarang?"

Aku lupa Alice adalah teman sekelas Gabriel yang artinya dia juga mengenal David. Alice bercerita David adalah seorang yang baik, dia agak bodoh tapi itu termaafkan karena ayahnya kaya. David mengendarai Mercedes ke sekolah saat sebagian besar guru hanya memiliki mobil LCGC. Aku mengatakan pada Alice bahwa mungkin aku juga akan kehilangan motivasi belajar jika aku tahu aku akan mewarisi perusahaan besar dan menjabat sebagai CEO.

Mendengar kata-kataku Alice memutar matanya kemudian dia mulai berbicara serius

"Katakan kau punya ayah kaya yang siap mewariskan perusahaan senilai jutaan dolar kepadamu, kurasa kau pasti tidak ingin semua karyawanmu yang rata-rata intelektual menganggapmu bodoh dan tidak menghargaimu. Kau pasti ingin menyerap semua ilmu di dunia ini agar bisa menjadi pemimpin yang dihormati dan memiliki strategi terbaik untuk membuat perusahaan ayahmu lebih maju"

Alice menyeringai

"Tapi kau sudah melakukan yang ingin kau lakukan, Anna. Dropout kuliah apapun alasanmu dibalik itu. Tentu saja bukan karena kau punya ayah yang kaya kan"

Aku tersenyum getir menahan malu.

"Okay, kuakui kau benar Alice tapi bukan berarti aku bodoh. Umm aku juga tidak pintar tapi setidaknya..."

Aku berpikir keras mencoba mengingat pencapaian membanggakan apa yang pernah aku terima dan Alice masih menyerocos

"Apa lagi??? Kau pengangguran, pekerjaanmu adalah relawan di panti jompo, aku tidak mengatakan kalau pekerjaan itu buruk atau apapun, itu bahkan sangat mulia tapi maksudku kau tidak punya pendapatan kecuali beberapa ratus dolar dari cerita yang kau kirimkan ke platform buku online. So menurutku sebaiknya kau menerima tawaran dari David Grace, Anna"

"Oh begitu yaa? Bagaimana dengan kualifikasi? Jelas aku tidak pernah terlibat dengan pekerjaan sebagai sekretaris"

"Kau akan baik-baik saja, Anna karena kau tahu kan, kau punya semacam wajah imut yang menggemaskan dan sedikit lemak tubuh. Pernahkan kau berpikir mengapa dia memberikan pekerjaan padamu dari awal? Jawabannya yah karena kau cantik"

Aku tidak bisa memutuskan apakah aku harus kecewa atau tersanjung dengan pernyataan Alice. Aku tidak pernah menganggap diriku cantik kurasa aku cukup senang jika orang lain menganggap aku cantik tapi jika kemudian seseorang memberikan pekerjaan padamu hanya karena penampilanmu tanpa mempedulikan kemampuan yang kau miliki, rasanya itu cukup menyakitkan. Bukan berarti aku punya kemampuan atau bakat apapun. Aku hanya tidak ingin dianggap dangkal. Tapi sepertinya aku tidak punya banyak pilihan.

***

Ini bukan lapangan tenis yang biasa aku, Alice dan bibi Sarah kunjungi saat sedang ingin berolahraga. Ini lapangan tenis yang digunakan orang kaya untuk berpura-pura olahraga dan bertemu rekan bisnis. Bangunan terbuka yang luas dengan sekitar empat lapangan tennis outdoor dan beberapa area squash indoor. Di lobi bangunan utama terdapat lounge mewah berdinding kaca yang langsung menghadap ke arah lapangan.

Aku adalah yang terakhir tiba disana. Gabriel sudah bersama David, mereka terlihat sedang melakukan pemanasan. Aku memakai -kau tahu apa yang biasanya orang pakai saat pergi berolahraga- t-shirt putih membosankan dengan yoga pants berwarna pink dan sneaker milik Alice yang aku pinjam tanpa sepengetahuannya.
Aku tidak perlu menjelaskan lagi bagaimana Gabriel terlihat dalam pakaian olahraga.
He has a solid torso and nice biceps. All of his ceps are nice.

Gabriel meminta maaf karena mengundang David tanpa bertanya terlebih dahulu padaku. Kurasa aku tidak keberatan, ini akan menjadi keuntungan bagiku karena dengan adanya David perhatian Gabriel akan terpecah dan kemungkinannya semakin kecil untuk dia menyadari saat aku melakukan hal memalukan, walaupun yang terjadi adalah sebaliknya. Sepanjang pertandingan tennis aku melawan Gabriel, dia secara terus menerus bertanya apakah aku baik-baik saja. Aku membayangkan diriku terlihat seperti babi, berwarna kemerahan karena tersengat matahari dan basah karena keringat yang mengucur deras serta nafas yang tersengal-sengal. Aku menyesali keputusan untuk melakukan kegiatan olahraga ini karena aku sungguh sangat payah. Mungkin seharusnya aku memilih jogging daripada tennis tapi kurasa aku juga akan kelihatan payah saat jogging. Tidak ada sisi terang dari semua sekenario olahraga ini kecuali enam detik saat tanpa sengaja aku melihat otot perut Gabriel saat dia sedang mengganti kausnya.
Alice memang benar aku punya lebih sedikit lemak tubuh tapi dia jelas lupa bahwa aku sama sekali tidak bugar secara fisik dan mental.

"Bagaimana pendapatmu tentang tempat ini, Anna? Ini lebih baik daripada lapangan tennis yang berada dekat rumahku kan?"

Kami duduk dipinggir lapangan menonton David bertanding dengan seorang pemuda yang setelah kutahu ternyata bekerja disini. See, mereka bahkan menyediakan lawan jika kebetulan orang-orang kaya itu datang kesini sendirian.

"Yeah it's nice place"

"Aku sudah sangat lapar. Ayo Anna kita mandi dulu?"

Gabriel berdiri, menungguku. Kukira aku salah dengar. Sampai sesaat kemudian dia menyadari dan tertawa

"I mean by yourself Anna, not with me"

Aku menghela nafas lega. Ingat, aku hampir terkena serangan jantung saat Gabriel menciumku waktu itu. Shower together? Tubuhku tidak akan mampu menerima itu. Aku bisa mati.

Gabriel mendekat berbisik,

"Kau tahu, pancuran air panas disini punya tekanan yang mengagumkan"

Dan tentu saja karena kecerobohanku aku lupa membawa baju ganti.

"Kau boleh menggunakan kausku Anna, aku membawa beberapa"

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang