9. BAGIAN SEMBILAN

29 1 0
                                    

Kami bertiga duduk di sisi luar lounge yang menghadap ke arah lapangan. Kami memesan menu yang sama, mimosa dan pancake dengan topping strawberry 'n cream kecuali Gabriel, dia hanya menginginkan honey butter untuk pancake nya seperti orang-orang elite.

Dari kejauhan aku melihat sosok yang kukenal, dr. Eliza Neumann. Dokter Eliza berdiri di dekat bar, dia terlihat sangat anggun mengenakan cocktail dress berwarna putih dengan motif bunga mawar dan sepatu boots kulit berwarna coklat, rambut merahnya yang ikal jatuh sempurna di bahunya. Dokter Eliza dan aku bertemu saat dia menjadi dokter tetap yang mengawasi perkembangan kesehatan para manula di tempat aku bekerja.
Tentu saja dia ada disini, dokter Eliza adalah dokter resident dari rumah sakit terbaik di kota kami. Dialah tipe yang seharusnya berolahraga di tempat seperti ini, bukan aku.
Aku tidak mungkin menyapanya karena yang benar saja, lihatlah dia kemudian lihat aku!? Aku memakai kaus milik Gabriel, kaus berwarna putih dengan gambar logo Nirvana yang terlihat kebesaran dan hotpants dari bahan jeans yang berpotongan sangat pendek, satu lagi sepatuku basah dan seorang staff memberikan sandal dari bahan karet berwarna kuning yang saat dipakai memperlihatkan sisa pedicure lamaku yang mulai mengelupas dan terlihat menjijikkan.

"Aku tahu wanita itu"

Tidak jelas aku mengatakannya pada siapa, tapi rupanya aku berbicara cukup keras karena Gabriel dan David secara bersamaan menoleh ke arah dokter Eliza.

"Sungguh, kau benar-benar mengenalnya, Anna??"

David menjawab dengan senyuman penuh arti. Dia bangkit dari kursinya kemudian berjalan ke arah dokter Eliza. Mereka berdua terlihat ngobrol di bar.

"Itu Eliza kan?"

Aku terkejut saat tahu Gabriel juga mengenalnya dan lebih terkejut lagi karena ternyata dokter Eliza adalah mantan kekasih David. Gabriel mengatakan bahwa ini akan menjadi sangat canggung karena David dan Eliza berpisah setelah dia tahu David memiliki selingkuhan. Aku menatap mereka berdua dari kejauhan, bagiku mereka tidak terlihat canggung. Mereka terlihat serasi. Sesaat kemudian mereka berdua berjalan menghampiri meja kami. David memberikan perkenalkan formal

"Eliza, kau mengenal Anna, Anna ini Eliza"

"Apa kabar, dokter?"

Aku menjabat tangannya dan memberikan senyuman ramah. Gabriel berdiri dan membukakan kursi untuknya. Dia benar-benar seorang gentleman. Dokter Eliza duduk disebelah Gabriel dan aku disamping David.

"Thanks Gab, by the way Anna apakah kau pergi bersama Gabriel atau David?"

Dokter Eliza bertanya tanpa basa-basi. Aku tidak tahu harus berkata apa dan hanya bisa tersenyum kecut. Gabriel benar. Ini semua mulai terasa sangat canggung.

"Eh itu... eh.."

David tersenyum sinis dan berbicara dengan santainya

"Kenapa kau sangat memperdulikan itu Liz, apakah itu artinya kau masih punya perasaan untukku"

Dokter Eliza tertawa seolah yang dikatakan David adalah sesuatu yang sangat lucu.

"Bisa dibilang justru ini sebaliknya Dave, karena aku mengenal Anna. Kau tahu kan dia bekerja di rumah jompo sebagai relawan yang artinya dia punya hati nurani yang suci atau mungkin sulit bagi bayi kapitalis serakah sepertimu untuk memahami hal semacam itu"

(Damn...)

Kata-kata Eliza sangat tajam dan jelas menyinggung tapi David hanya tertawa seolah menikmatinya. Dokter Eliza menambahkan

"Maksudku untuk seorang gadis yang memiliki dedikasi dan komitmen yang tinggi seperti dia tidak membutuhkan game konyol yang biasa kau mainkan untuk mendapatkan sedikit kegembiraan yang kau butuhkan untuk menutupi semua kerapuhanmu serta ketakutan akan tidak dicintai"

Ini kontradiktif karena kata-katanya terdengar sangat kejam tapi caranya berbicara penuh sopan santun.

"Aku tidak memainkan game apapun dengannya dia adalah sekretarisku yang baru dan kau benar Liz, dia memiliki hati nurani yang suci yang sekarang ini jarang sekali bisa kita temukan pada sebagian wanita dan kurasa semua orang setuju Anna adalah wanita yang sangat cantik"

Dengan sangat santai David meletakkan lengan kirinya di sandaran kursiku, tangannya tak sengaja menyentuh bahu kiriku. Aku menelan ludah karena tiba-tiba saja tenggorokanku sangat kering. Gabriel hanya diam disana dengan ekspresi bosan. Kejadian ini pasti bukan yang pertama kali baginya. Poor Gabriel.

Obrolan sengit terus berlanjut sampai kemudian dokter Eliza pamit pulang. David akan mengantarkannya menuju ke parkiran.

Setelah mereka berdua berjalan cukup jauh dari kami, aku dan Gabriel menghela nafas dan secara bersamaan berkata 'astaga...' kemudian tertawa.

"Kau setuju 'kan itu tadi sangat aneh? Apakah mereka berdua selalu seperti itu?"

Aku berkata pada Gabriel dan dia hanya tersenyum

"Yaah, mereka bisa sangat intens"

Kemudian dia merubah raut wajahnya menjadi sangat serius.

"Anna, apakah benar yang David katakan bahwa kau akan menjadi sekretarisnya? Apakah kau sudah benar-benar memikirkannya?"

Aku menyeruput mimosaku yang tinggal separuh kemudian menusuk potongan buah strawberry dari piring David dengan garpuku dan memakannya

"Yaah Alice mengatakan aku harus menerimanya, ini adalah kesempatan langka"

Gabriel terlihat sedikit gelisah dia membenarkan posisi duduknya dan menyandarkan punggungnya di kursi dengan cukup kencang sampai terdengar bunyi berderit

"Tapi bagaimana dengan kau sendiri?? Do you want to?"

"Aku tidak tahu Gabe, terkadang aku tidak tahu apa yang benar-benar kuinginkan. Kurasa itulah sebabnya mengapa aku tidak punya pekerjaan kau tahu lah maksudku 'the real job' aku juga dropout kuliah mungkin karena sampai sekarang aku masih belum memahami jati diriku yang sebenarnya. Selama ini aku hanya mengikuti kata hatiku dan jika kata hatiku mengatakan aku tidak ingin melakukan suatu hal maka aku tidak akan melakukannya"

"Tapi sampai sekarang kau masih melakukan pekerjaan relawan itu Anna, that's means you're good person. Itu adalah yang terpenting"

"Thanks for saying that Gabe"

UntitledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang