★ 58 ★

395 43 5
                                    


Semua berjalan sesuai keinginan mereka berdua. Hasil dari pertemuan orang tua Yansa dan Soobin membuahkan hasil yang baik. Orang tua mereka setuju menyatukan kembali 2 orang yang pernah berpisah itu.

Bagaimana dengan Hyunjin?
Awalnya ia menolak mentah-mentah kesepakatannya, bahkan sampai berani mengancam akan mengacaukan pesta pernikahan itu nanti. Untungnya Mama berhasil menenangkan Hyunjin, dan entah apa yang Mama perbuat hingga akhirnya Hyunjin dengan berat hati harus menyetujui rencana ini.

Acara itu akan berlangsung seminggu lagi, karena dari pihak Soobin mengatakan semuanya akan ditanggung mulai dari pakaian, aksesoris, dekorasi, kartu undangan, catering, dan keperluan lain, jadi lebih baik segera dilaksanakan.

Kini mereka berdua membagikan beberapa undangan yang sudah dicetak, rumah Arin adalah tujuan pertama.

"Kak, ini.."

Arin menyambut mereka dengan baik, senyumnya masih terpasang hingga menerima undangan dari tangan Soobin.

"Kak, makasih, kalo bukan karena bujukan kakak pasti aku ga bakal dapetin Yansa lagi," ucap Soobin.

"Santai, Bin." Lalu Arin beralih pada Yansa yang duduk di samping Soobin. "Yansa?"

Yang dipanggil menoleh. "Ya? Em.. kak?"

"Maaf ya, pernah buat kamu salah paham. Itu idenya Soobin, awalnya juga aku nolak tapi dia maksa biar keliatan punya pacar baru di depan kamu, dia cemburu tapi ga berani bilang, lemah emang tu anak," ujar Arin sedikit menyinggung Soobin.

"Dih, ga gitu ya!" Soobin menyangkal meski Arin memang benar.

"Hahaha, iya kak."

Sedikit canggung mengobrol dengan Arin karena ini pertama kalinya. Dan satu hal yang baru Yansa ketahui, ternyata Arin adalah orang baik. Hampir saja Yansa membenci Arin jika tidak tahu bahwa ia adalah kakak sepupunya Soobin dan diperlakukan sebaik ini.

"Yaudah, aku mau lanjut nyebar undangan lagi," pamit Soobin.

"Engga nanti aja?"

"Keburu malem."

"Kalo Yansa, mau main sini aja? Atau mau makan dulu?" tawar Arin sebelum mereka pergi.

"Engga, kak, lain kali aja. Aku mau ikut Soobin," balas Yansa tersenyum ramah agar tidak menyinggung Arin.

"Yaudah, hati-hati di jalan ya!"




🎈





Soobin memencet bel rumah, ini adalah tujuan terakhirnya setelah mengelilingi beberapa kerabat lain. Tidak banyak undangan yang ia antar sendiri, hanya beberapa saja.

Tanpa menunggu lama pintu terbuka, mempersilakan mereka masuk. Ya, ini adalah rumah Lucas. Sengaja mereka terakhirkan.

"Lucas, baru pulang kerja?" tanya Yansa setelah dipersilahkan duduk, dengan Soobin di sampingnya.

"Iya. Kalian ada apa kesini?"

"Ini, Cas." Soobin menyerahkan surat undangan.

Lucas membaca tulisan bagian depan surat itu. Seketika hatinya berdenyut namun bibirnya tetap tersenyum.

"Jangan lupa dateng ya," ujar Yansa.

"Pasti dateng, nanti jangan lupa foto bertiga yang banyak pake hp gue, terus nanti gue jadiin polaroid, atau kasih bingkai sekalian deh." Setelahnya, Lucas tertawa hambar.

"Lo gapapa kan, Cas?" tanya Soobin.

"Ya, gapapa lah. Emang gue kenapa?"

"Lo agak ... aneh." Soobin mengecilkan suaranya di akhir.

"Apa? Ga kedengaran."

"Lupain aja."

Canggung sekali, mereka sama-sama diam tanpa ada yang memulai pembicaraan. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Yaudah, kita balik dulu," ucap Yansa saat tidak tahu lagi harus melakukan apa.

"Iya. Hati-hati di jalan."

Lucas ikut mengantar sampai pintu depan. Sebelumnya ia sempat menghentikan langkah Soobin, tangannya bertengger pada bahu kiri Soobin sambil tersenyum tipis.

"Bin, janji sama gue, kalo apapun yang bakal terjadi suatu saat nanti, lo ga bakal ninggalin Yansa."

"Gue dapetin dia susah payah, ga mungkin gue ninggalin dia gitu aja."

Lucas balas mengangguk. "Gue percaya."

"Relain dia buat gue ya, Cas?"

"Udah gue usahain."

"Gue tau ini nyakitin lo, tapi gue juga ga mau ngelepas Yansa lagi buat lo. Maafin gue, Cas."

"Ga perlu minta maaf, gue gapapa."

Soobin berganti menepuk pundak Lucas pelan, lalu pergi menuju mobilnya.

Setelah dipastikan mereka berdua telah pergi, Lucas mengunci pintunya, mematikan lampu ruang tengah dan pergi menuju kamar.

Lucas menatap lama surat di tangannya, mengusap cetakan nama yang tertera, matanya tidak bisa berbohong, ini menyakitkan.

Karena ia hanya berpura-pura rela, membohongi dirinya sendiri lewat kata-kata yang berbanding terbalik dengan keadaan. Menurutnya, ini adalah yang terbaik untuk Yansa.

Kedua kalinya ia gagal. Namun tidak bisa menyalahkan siapapun, karena ini perbuatannya sendiri. Ia dengan sadar melepas Yansa pada Soobin beberapa hari lalu, malam hari di alun-alun kota. Ia ingat dengan jelas.

Lucas membuka gallery di ponselnya, melihat momen bersama Yansa yang berhasil ia abadikan dalam foto.

"Kalo gue boleh jujur... gue belum siap."

"Gue cemburu sama Soobin tentang segalanya yang bisa buat lo senyum."

"Sampe saat ini, gue belum nemuin orang yang lebih baik dari lo."

"Karena lo yang terbaik menurut gue."

Lucas sudah mencoba jadi yang terbaik, tetapi ia kalah dengan seseorang yang benar-benar telah mengisi hati Yansa.

"Kalo diliat-liat, gue emang ga bisa ngebuat lo lebih bahagia dari yang Soobin bisa."

"Gue juga ga selayak itu buat lo."

Lucas menghela nafas pelan, tersenyum simpul mengingat bagaimana ia pernah melihat Yansa tertawa lepas bersama Soobin, tawa yang bahkan tidak pernah muncul saat bersamanya.

Lucas sedang sendiri, jadi ia pikir bebas mengekspresikan bagaimana perasaannya kali ini, tanpa ada orang yang tahu. Untuk kali ini saja, ia membiarkan sesuatu menetes dari matanya.

Ia tidak peduli jika dikata lemah atau apapun itu, karena ia juga manusia, punya perasaan sama seperti yang lain.

"Gue coba lepasin lo pelan-pelan ya."

"Tapi gue ga janji kalo gue bakal baik-baik aja."

Helaan nafas kembali terdengar, Lucas mematikan ponsel itu dalam keadaan hening, lalu mencari posisi nyaman dan menutup matanya, membiarkan dirinya tenggelam dalam mimpi.

Mengistirahatkan fisik dan batinnya untuk hari ini. Berharap semoga besok merasa lebih baik meskipun sedikit.














•••

Byee~
See u next chapt!

•Rey

Dijodohin: CSB [End] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang