Sebuah cerita baru. Cerita biasa dan sederhana yang ada di sekeliling kita. Aku paling tidak bisa menulis hal-hal yang jauh dari kehidupanku. Mungkin karena pengetahuanku kurang. Semoga teman-teman suka membacanya.
Semburat warna jingga mulai muncul di ufuk timur. Menandakan matahari pagi segera menampakkan senyumnya. Namun, sepertinya aku tidak cukup beruntung di pagi ini untuk bisa menyaksikan senyum matahari terbit secara utuh. Semburat warna jingganya tertutup awan. Tidak apa-apa. Masih ada esok hari. Aku akan ke sini lagi besok pagi.
Suasana seperti ini yang selalu kurindukan ketika jauh dari kampung halaman. Deburan ombak yang memecah di pantai atau suara gelombang laut yang berhamburan menabrak jembatan pemecah gelombang. Selain suara-suara tersebut, maka hanya ada kesunyian yang membelenggu suasana.
Aku melangkah menyusuri jembatan pemecah gelombang yang ada di ujung pantai ini. Karena hanya yang di ujunglah jembatan pemecah gelombang ini bisa disusuri tanpa ada ketakutan akan jatuh ke laut. Karena jembatan-jembatan lainnya mempunyai struktur yang berlubang-lubang seperti zebra cross dengan warna putih merupakan lubang besar, yang akan membuat jantung berdebar-debar ketika menyusurinya karena kemungkinan jatuh ke laut akan sangat besar.
Di ujung jembatan pemecah gelombang ini ada beberapa orang yang sedang memancing ikan. Jelas saja orang-orang tersebut bukanlah nelayan yang memang mata pencahariannya adalah mencari ikan. Mereka hanya orang-orang yang hobi memancing. Pancingnya saja aku perkiraan harganya jutaan rupiah. Entah ada sensasi apa sehingga ada banyak orang yang hobi memancing. Menurutku itu suatu hal yang sangat membosankan.
Kalau memang ingin mendapatkan ikan mengapa tidak pergi saja ke pasar dan membeli ikan dengan berbagai jenis yang diinginkan. Semua tersedia banyak. Namun, menurut beberapa orang yang hobi memancing, euforia ketika ujung kail bergerak-gerak dimakan ikan itulah sensasi yang tidak bisa dihitung dengan uang. Ada-ada saja memang alasan seseorang untuk menekuni hobinya.
Aku duduk sendiri agak menjauh dari orang-orang hobi memancing tersebut. Tubuhku menghadap ke arah selatan. Memandang lautan biru yang berbatasan dengan Pulau Nusakambangan. Ya.. aku memang sedang berada di pantai Teluk Penyu Cilacap. Pantai laut selatan di Kabupaten Cilacap yang berbatasan dengan Pulau Nusakambangan. Di sinilah kampung halamanku. Di Kota Cilacap maksudku bukan di Pulau Nusakambangannya. Kalau pulau tersebut tidak bisa ditinggali oleh masyarakat umum. Karena memang pulau tersebut hanya untuk narapidana kelas kakap menjalani hari-harinya.
Dulu setiap hari Minggu atau libur sekolah setelah salat Subuh pasti aku dan teman-temanku akan bermain di pantai ini. Bermain pasir, mainan air atau ikut main sepak bola bersama teman-teman cowok. Meskipun aku anak pantai tetapi aku mempunyai rahasia yang memalukan bagi seorang anak pantai. Iya. Aku tidak bisa berenang. Memalukan sekali.
Anehnya lagi meskipun aku anak pantai dan pemandangan ikan yang dijual berjejer-jejer oleh pedagang ikan di sekitar pantai adalah hal yang biasa aku lihat dari kecil tetapi aku sama sekali tidak suka ikan. Mau muntah saja kalo makan ikan. Rasa amis di mulutku yang aku tidak bisa mentolerir. Meskipun bau ikan yang mampir di hidungku tidak pernah membuatku protes, tetapi tidak ketika ikan mencapai lidahku.
Kenangan-kenangan manis saat kecil silih berganti memenuhi otakku. Suasananya sangat mendukung. Seorang diri. Sepi. Sunyi. Tenang. Seandainya semua bisa berhenti tepat pada satu titik optimal keindahan ini, maka tidak akan ada lagi yang namanya kesedihan. Kesedihan? Aku bahkan lupa bagaimana rasanya sedih. Karena aku memang berusaha untuk tidak mengingat hal-hal seperti itu.
Aku sudah cukup menikmati apa yang terjadi pada diriku. Lebih tepatnya menikmati dan mensyukuri. Mensyukuri apapun yang terjadi pada hidupku hingga usiaku mencapai 26 tahun ini. Usia yang sudah cukup matang untuk melangkah maju pada tahap selanjutnya. Hmmm, aku mengingat-ingat apa yang sudah kuraih sampai dengan usiaku sekarang ini. Tidak ada yang istimewa. Setelah mengalami kehidupan bak roller coaster pada 6-7 tahun yang lalu praktis kehidupanku sekarang tenang seperti air laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Yang Kuingkari
RomanceKetika kepercayaan sudah tergadaikan, apalagi yang kuharapkan darinya? Madina, seorang gadis ceria, hidupnya terasa mudah karena dia memiliki ayah yang sangat menyayanginya, sahabat yang melindunginya dan laki-laki yang mencintainya. Hingga suatu ke...