Bab 13

711 77 21
                                    

Sebelumnya aku mohon maaf kemarin ada notif yang salah ya. Aku salah pencet 'publish'. Harusnya 'save' karena aku memang nulisnya nyicil sedikit demi sedikit. Kalau pas ada waktu luang aku nulis meski hanya beberapa kalimat. Sampai selese satu bab, yang kadang membutuhkan waktu berhari-haru bahkan pernah berbulan-bulan, baru aku publish. 🥰🥰🥰🥰
*****

"Ya?" Laki-laki itu memutar tubuhnya dan menatapku dengan tanda tanya.

"Ehm, sebetulnya aku ... aku mau bilang, Mas bisa ... ehm ... bisa nitipin Noni ke ... aku. Tapi ...." Aku mengambil jeda.

"Tapi?" ulang Mas Indra menunggu kelanjutanku.

"Tapi sepertinya sudah ... sudah terlambat," lanjutku lirih. Ya karena sepertinya Noni akan diajak ayahnya pergi.

Kudengar helaan nafas lelahnya.

"Kalau menitipkan Noni padamu dengan syarat aku harus menceraikanmu, maaf May, mungkin sebaiknya Noni selalu bersamaku."

Aku yang awalnya tidak ingin bertengkar tiba-tiba jadi jengkel dan emosi mendengar jawabannya.

Aku mendorong tubuhnya kuat tetapi dia bergeming. Kupukul dadanya penuh amarah. Dia diam saja.

"Kamu memang laki-laki egois, Mas! Aku benci!" desisku tajam dan berlari masuk rumah. Pintu depan aku banting dan berlari masuk kamar.

Untuk mendinginkan hati, aku masuk ke kamar mandi dan mengguyur kepala dengan air dingin. Meresapi setiap tetesan yang mengalir dari atas hingga turun ke bawah.

Lama berada di kamar mandi. Berusaha mendinginkan emosi. Entahlah, semua yang berhubungan dengan laki-laki itu selalu membuatku marah. Aku masih ingat bagaimana dia begitu menyesal dan memohon maaf padaku dulu. Tetapi hanya melihat wajahnya aku bisa histeris tidak terkendali. Bahkan tidak ada rasa kasihan ketika Yuda menghajarnya habis-habisan tanpa ada yang menolong atau lebih tepatnya tidak berani menolong karena lebih menjaga perasaanku. Mama hanya menangis, dan Papa sibuk menenangkan Mama. Hanya Umaku yang bisa meredakan emosi Yuda dan menyelamatkan Mas Indra dari amukan adiknya.

Uma adalah orang terdekatku yang paling tidak emosional. Dia kecewa dengan menantunya tetapi tidak berlarut-larut menyalahkannya. Uma lebih berkonsentrasi merawat dan menenangkanku. Katanya beliau sedih kehilangan suami tetapi lebih sedih lagi melihat keadaanku.

Aku tahu Papa dan Mama mendiamkan Mas Indra cukup lama. Hingga kepergianku ke kampung halaman Uma, hubungan mereka belum membaik. Pun dengan Yuda. Saat aku akan pergi, Papa Mama sama sekali tidak menghalangiku. Mama hanya menangis memelukku. Berulang kali beliau meminta maaf padaku. Aku hanya diam tidak merespon apapun. Hatiku mati.

Semenjak itu Uma mengambil ponselku. Aku betul-betul putus hubungan dengan masa lalu. Anakku pun dipisah dariku, karena seringnya berhalusinasi sangat membahayakan bayi mungil tersebut. Aku menyadarinya. Aku bahkan takut memeluknya. Takut dengan memeluknya aku akan menyakitinya.

Tahun-tahun yang sangat berat. Uma berkonsentrasi dengan penyembuhan mentalku. Dan, setelah lebih dari dua puluh empat purnama, setelah berbagai terapi dan upaya dilakukan akhirnya aku bisa hidup normal kembali. Hanya keceriaan yang dulu selalu menjadi ciri khasku hilang terbawa angin.

Aku keluar dari kamar mandi setelah kurasakan ujung-ujung jariku keriput karena lama kena air. Dengan memakai daster pink bergambar Minnie aku menuju meja rias. Duduk menghadap cermin dan mengambil hair dryer yang kuletakkan di dalam laci meja rias. Setelah itu mengeringkan rambut yang baru kucuci.  Rasanya segar dan tubuhku terasa ringan.

Aku berjalan menuju ruang tengah dan mengambil remote untuk melihat acara televisi. Mencari chanel movie serta memilih film dengan genre period drama series yang banyak bertebaran di Netflix.  Bridgerton session 2 menjadi pilihanku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Matahari Yang KuingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang