Bab 2

551 97 5
                                    

Akhirnya ... setelah berhari-hari tanpa bisa menulis, alhamdulillah bisa update. Semoga kedepannya bisa tiga hari sekali update.
Happy reading. Semoga suka ya...

Dengan sigap Yuda memegang lenganku yang reflek aku tepis. Dia tampak kaget tetapi berusaha menyembunyikannya. Aku bukan gadis ingusan lagi yang bebas bergelayut manja padanya. Untunglah aku masih bisa berdiri tegak meskipun tadi sempat limbung. Yuda tetap didekatku. Mungkin ingin menjagaku seandainya aku jatuh.

Kupandangi Yuda dengan tatapan penuh tuduhan. Dia hanya mengedikkan bahunya tanpa rasa berdosa.

"Kalau kamu mengira aku yang mengajaknya ke sini kamu salah besar. Aku ke sini sendirian. Aku juga enggak tahu mengapa mereka tiba-tiba ada di sini," katanya pelan menjelaskan tuduhanku.

"Tante kenapa, Papa?" tanya Noni polos pada Yuda.

"Enggak apa-apa Noni. Tante baik-baik saja," jawabku cepat. Kulihat Noni hanya menganggukkan kepala.

Kemudian dia berlari mendekati laki-laki yang baru muncul tadi. Laki-laki itu pun berjongkok menyamakan tingginya dengan Noni. Gadis kecil itu membisikkan sesuatu di telinganya, dan laki-laki tersebut terlihat serius mendengarkannya tetapi matanya tetap lekat terarah padaku. Setelah itu kulihat dia juga membisikkan sesuatu pada Noni kemudian mengecup pipi gadis kecil itu.

"Yud, Noni itu anakmu?" tanyaku menoleh ke arah Yuda.

"Keponakan. Dari kecil dia memanggilku Papa. Anaknya Mas Indra."

Aku menatapnya tak percaya. Feeling-ku enggak enak. Mataku sudah berkabut. Aku sudah sembuh. Aku sudah sembuh, bukan?

"Noni anakmu, Madina." Suara itu begitu pelan tetapi bagaikan petasan yang memekakkan telingaku.

Aku langsung luruh terduduk lemas. Takmampu melihat ke arah mereka yang aku yakin juga panik melihatku.

"Madina, aku antar kamu pulang ya?" bujuk Yuda. Aku bergeming. Aku masih shock mencerna semua yang tiba-tiba terjadi.

Aku, Madina. Setelah bertahun-tahun meninggalkan kota ini hanya berharap semua masa laluku terkubur. Aku datang ke sini lagi karena Uma yang menyuruhku mengambil berkas perceraianku dulu. Ada laki-laki yang akan melamarku, entah siapa aku juga tidak mengenalnya, masih saudara jauh umaku.

Dulu aku neninggalkan semuanya begitu saja. Proses perceraian aku serahkan ke Mas Indra, laki-laki yang dulu pernah menikahiku ketika aku masih kuliah. Laki-laki yang menjadi cinta pertamaku. Laki-laki yang menghancurkan hidupku. Laki-laki yang seharusnya membuatku bahagia menjadi seorang ibu. Tetapi dia adalah laki-laki yang membuatku kehilangan semuanya. Kehilangan orang-orang yang kusayangi. Kehilangan kesempatan untuk menjadi ibu sesungguhnya

Dia adalah Mas Indra, kakak dari Yuda, sahabat terbaikku.

*****

Mataku terbuka. Rasanya aku mengantuk sekali. Kulihat sekeliling kamar. Langit-langitnya putih dengan motif list berbentuk ukiran bunga di pinggirnya. Ini kamarku. Kamarku dulu. Masih sama seperti dulu. Bulik Tanti merawatnya dengan sangat baik. Rumah eyangku ini akhirnya dihuni oleh Bulik Tanti dan suaminya. Karena Eyang hanya mempunyai dua anak. Bapakku dan Bulik Tanti.

Ketika Bapak meninggal otomatis tinggal bulikku ini yang menjadi harapan Eyang. Bulikku pada waktu itu tinggal berpindah-pindah mengikuti suaminya yang bertugas di KPPN. Salah satu kantor yang merupakan kepanjangan tangan dari Kementerian Keuangan di sektor anggaran.

Om Fahmi, suami Bulik Tanti akhirnya mengalah dan keluar dari kantor untuk mengambil alih perusahaan Eyang. Alhamdulillah perusahaan tersebut semakin maju sampai sekarang. Setiap bulan aku selalu mendapat kiriman uang dari bulikku ini. Katanya itu adalah keuntungan yang seharusnya menjadi hak bapakku.

Matahari Yang KuingkariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang