Lentera dan Senyumanmu

60 33 7
                                    

Aku sengaja mengambil langkah untuk pergi darimu, bahkan tidak mempertanyakan kembali bagaimana perasaanmu setelah apa yang telah kamu hancurkan dalam hati ini. Karena apa yang kamu lakukan sudah cukup menunjukan kalau kamu tidak cukup baik untukku, dan aku tidak akan cukup untuk kamu.

Aku melihatmu berjalan tanpa ada hadirku di sampingmu. Tidak ada kekosongan dalam hatimu karena kamu selalu mencari penghuni baru, akan selalu ada orang disampingmu siapapun itu. Kalau di perjalananmu itu kau temui kelabu, dan kamu kehilangan tujuan, lihatlah ke belakang. Apakah ada aku di sana menunggumu dengan lentera? 

Karena disaat aku tak bersamamu, jalan yang telah kita lalui ini akan tetap terang. Karena aku telah memasang lentera di sepanjang jalan setapak milik kita ini, agar menuntun kamu pulang menuju hatiku. Setidaknya sampai aku tidak mampu membawakanmu lentera lagi.

Bila aku bisa, aku sangat ingin kembali. Aku akan mengubah keputusanmu atau malah mencegah kita untuk bersama kalau aku tau akhirnya akan seperti ini. Aku ingin menanyakan pada hatimu yang saat itu masih mencintaiku, coba renungkan lah barang sekali saja.. bagaimana jadinya bila aku tanpa kamu? bayangkan bila sehari saja kita tidak berkabar dan menabur rindu sebanyak banyaknya. Bayangkan bila jarak kita semakin jauh dan aku sudah tak dapat melihatmu lagi, aku sudah tak tau kabarmu lagi. Apakah semua itu menjadi tujuanmu sayangku? bila kita sudah tak bertegur sapa lagi, bila kita sudah saling melupakan satu sama lain, dari ujung nestapa ini kutitipkan pada semesta rasa rinduku yang tulus untuk kekasih hatiku yang kini sudah tiada.

Aku menyadari saat kamu meninggalkanku, aku anggap kamu sudah tidak ada dalam kamus kehidupanku. Tidak peduli berapa banyak masalah yang pernah kita hadapi, ternyata lebih mudah bertahan daripada melalui kepahitan ini sendirian. 

Bagaimana bisa aku mencintai seseorang dengan hati sepatah ini? aku tidak bisa beranjak dari titik ini bila yang kulakukan hanya menunggumu dalam kabut. Aku tetap bertahan dalam kabut itu meskipun hatiku mengalami sakit hati yang sangat memilukan. 

Haruskah kamu kembali padaku? apakah itu dapat memperbaiki keadaan? aku tidak bisa menyerahkan hubungan yang sepertinya sudah tidak bisa kita perbaiki hanya karena mengatas-namakan cinta. Setiap langkah yang aku ambil untuk memperbaiki keadaan justru selalu membawa kita semakin dekat dengan perpisahan.

Setelah perpisahan kita, aku memutuskan untuk tidak menghubungimu. Aku tidak akan mengirimkan pesan singkat untukmu, bahkan untuk menelponmu aku akan sekuat tenaga menahannya. Aku tidak akan mengirimkan kartu ucapan apapun untukmu. Aku tidak akan mencarimu dimanapun. Aku tidak akan muncul di kehidupanmu, dan berusaha memperbaiki hatiku yang belum kunjung sembuh. Aku butuh waktu dan diriku sendiri untuk melewati fase ini. Dulu memang sulit sekali rasanya. Berusaha beranjak dari titik yang sama seperti waktu kamu meninggalkan aku. Kupikir kamu adalah obat dari luka, tapi justru kamulah yang membuat luka baru, bahkan melebihi dari luka yang lama.

Semenjak kamu pergi dengan dia, , entah apa yang aku rasakan. Keputusanmu yang terpaksa harus aku hargai membuatku bungkam. Aku masih takjub dengan diriku yang tetap bungkam tentang apapun yang terjadi di antara kita. Aku tak tau sampai kapan diamku ini. 

Seiring dengan diamku, dapat ku pastikan namaku akan semakin pudar dalam hatimu bersama semua kenangan dan janjimu yang tak dapat kau tepati.

Sampai sekarang, aku berusaha memulihkan hatiku dalam ketenangan yang damai. Mencoba mengobati perihku sendiri. Mencoba kembali pulih karena diriku sendiri. Mencoba kembali menata tujuan hidup yang kini tidak kuselipkan namamu lagi. Biarlah kamu yang sudah pergi dengan siapapun itu yang kau pilih, itu ku anggap sudah menjadi takdirku.

Saat aku mengunjungi cafe kesukaanku sendirian, sosok dirimu hadir di kursi seberang. Tersenyum manis dirimu menatapku. Menemaniku menulis surat bersama rintik hujan di kala itu. Musik kesukaan kita mengalun lembut, memberikan kesempatan pada kenangan manis kita yang tiba tiba muncul. 

Aku tidak akan bertanya bagaimana kabarmu? apakah kamu sudah menemukan kebahagiaan yang kamu cari? aku harap kamu sudah bahagia, karena untuk mencapai 'kebahagiaanmu' itu, kamu harus mengorbankan kebahagiaanku. Mungkin kita juga tidak dapat bercengkrama seperti kawan lama yang sudah lama tidak berbagi cerita, karena aku belum bisa. Setiap melihatmu, aku selalu sedih. Aku bersedih, mengapa harus kamu yang kini menjadi karakter jahat dalam kisahku.

Senyumanmu dan dirimu yang masih tergambar nyata dalam memoriku, selalu aku selipkan dalam kisah-kisah yang aku buat. Hadirmu yang baik dan manis itu menjadi kesayanganku dalam setiap bait untuk kisah yang sedang berlanjut ini. Dirimu yang menggemaskan dengan tingkahmu yang selalu ingin tau dan menyenangkan itu menjadi kesukaanku setiap mengingatmu. Tapi hanya sisi dirimu itulah yang bisa aku angkat dalam kisah ini. Aku tidak ingin membenarkan kejahatanmu yang tega merobek hatiku hingga sulit untuk sembuh kembali.

Seketika sosokmu menghilang di ikuti pergantian lagu yang masih bersenandung di cafe ini. Aku termenung sambil memandang kursi di depanku yang kini kosong. 

Tersenyum simpul sambil menutup surat kali ini, kuucapkan dengan lembut pesanku melalui hujan "Selamat tinggal sayangku, jalan kita musnah tertutup kabut, dan lenteraku untukmu telah redup. Kepergianmu adalah kebaikan untukku. Semoga setelah ini ku temui ikhlas dalam melepasmu."

Malam Membiru.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang