Biarkan aku menuliskan tentangmu, tentang kita meskipun sejatinya tak pernah kutemukan kata "kita" pada kisah ini.
Biarkan aku menuliskan banyak surat, menjabarkan sosok dirimu dalam bentuk puisi dan kalimat yang indah, sebagaimana aku begitu mendambakanmu.
Biarkan aku membuat kisah ini seolah hidup dan terkenang selamanya, meskipun sebenarnya telah mati dan hilang dimakan usia.
Jika tuhan memberikan kesempatan kita untuk bertemu, semoga kita dipertemukan dalam posisi dua manusia yang tak pernah saling cinta, bukan seperti kalimat-kalimat penuh cinta yang kugambarkan tentangmu.
Tak seharusnya aku merasakan ini semua, tak seharusnya emosi menenggelamkanku dalam lautan luka. Tak seharusnya pula aku mengemis meminta hal yang seharusnya bukan untukku dan tak seharusnya aku memaksakan keadaan yang sejatinya tak akan berpihak padaku.
Pikiran-pikiran jahat terus menghantuiku bagaimana jika kamu memang tak cinta aku?Bagaimana jika semua kalimat manismu hanya dusta semata? Apakah aku sudah bersiap terbunuh jika aku tau yang sebenarnya? Sudikah aku?
.
.
.
Jadi kapan kamu ingin menemuiku, sayang?
Secepatnya.-- jawabmu acuh dari seberang telepon.
Tapi kapan? Bisakah kau beri aku kepastian? Aku lelah menunggu.
Kalau ada waktu aku akan berkunjung.-- Kembali jawabanmu tak membuatku puas.
Hingga hari berganti minggu,
Minggu berganti bulan,
Bulan berganti tahun,
Kau tak kunjung menemuiku. Kembali kau berbohong. Ucapku putus asa.
Kuletakkan surat terakhir dalam kotak kayu berlapis cat warna biru muda.
Kututup kotak tersebut dan meninggalkannya di gudang atas rumahku.
Kuputuskan untuk berhenti menunggumu, aku harus menyelamatkan jiwaku.
Meskipun itu artinya kita harus berpisah, atau lebih tepatnya giliran aku yang mengakhiri kisah ini. Karena faktanya kamu sudah pergi sejak lama.
Sampai pada suatu saat kau menemukan surat-suratku yang tak pernah kau buka. Semoga penyesalan berada padamu.
Aku tidak akan menyesal karena selama ini aku sudah memperlakukanmu dengan baik. Aku sudah memberikan yang terbaik. Mungkin itulah mengapa setelah kau tinggalkan aku menjadi sangat kecewa.
.
.
.
Apakah kamu mau menerimaku kembali, wanitaku? tanyamu dalam pertemuan kita .
Aku sudah menerima takdirku malam itu. Kembalilah pada istri dan kedua anakmu - jawabku cepat sembari menatapnya lekat, menahan segala emosiku agar suaraku tak tercekat.
Tolong kembalilah, apakah pintu maaf tak terbuka untukku? – tanganmu yang hangat mencoba meraih tanganku yang sedari tadi kutautkan.
Jangan mengkhianati istrimu sebagaimana kau campakkan aku dulu. Aku sudah berdamai dengan kita. Dan aku harap kamu bisa hidup dengan pilihan yang kau pilih, - jawabku sambil menepis tangan yang dulu selalu ingin kugapai.
Dengarkan aku—
Tidak ada yang perlu di jelaskan dan di benarkan. Tidak ada pembelaan apapun yang aku harapkan. Maksud kedatanganku adalah memberikan perpisahan yang seharusnya kau akhiri dengan pantas sedari dulu. Jaga dirimu, aku permisi.
***
Angin berhempus pelan, menyadarkanku dari lamunan.
Kuhabiskan sisa kopi yang masih ada di cangkir, menikmati damainya sore di taman itu.
Tak terasa waktu dapat menyembuhkan luka yang dulunya tak kunjung sembuh.
Menghela nafas panjang, kupandangi cangkir kopi yang kini kosong.
Pundakku terasa lebih ringan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Malam Membiru.
RomanceBagaimana setiap surat yang aku kirimkan, apakah sampai padamu? Menulis tentangmu adalah caraku merawat luka. Merindukanmu, adalah caraku membiasakan diri hingga rasa sakit karena rindu akan mereda. START 1-Desember-2021 FINISH 28-April-2023 #2...