"Rave..."
"Kau hilang akal? Atau kau sudah menjadi bodoh?" Rave menyentak ku.
Ia memangku ku sembari mengepakkan sayap hitam legam miliknya. Aku meraih lehernya dan berpegangan padanya. Diam dan tak bersuara, itu yang aku lakukan. Masih merasakan sensasi yang jujur tak ingin ku rasakan lagi.
"Semenjak kapan otak mu menjadi tumpul? Kau tak curiga dan benar benar polos." Rave masih terus mengata-ngatai diriku.
Rave menurunkan ku dan aku mencoba untuk berdiri dengan kedua kaki yang masih lemas.
"Siapa orang bodoh yang percaya untuk pergi berdua dengan demon pencabut nyawa? Terlebih manusia? Ya...tak salah lagi itu kau."
Masih dengan kata-kata mencaci, mulut Rave tak berhenti. Dari pada aku menyimak perkataan Rave, aku lebih memperhatikan Cavian yang masih terdiam di posisi yang sama saat Rave mengucapkan mantra.
Beberapa menit setelahnya, aku melihat pergerakan Cavian. Rave masih dengan omong kosongnya yang terus memaki ku seperti orang bodoh.
"Apa yang kau lakukan disini?" Cavian menghampiriku.
Terlihat banyak pertanyaan dari mimik wajahnya. Matanya yang sayu seperti biasanya. Pandangan yang kosong bahkan saat melihatku.
Cavian menghela nafas sembari menunduk."Athana..." Ujarnya.
Aku melihatnya dengan tatapan sinis. Tentu saja aku kesal dan benar benar marah, karena ia hampir membuatku kehilangan nyawa. Walaupun ia dirasuki, aku tak peduli.
"Sebaiknya kau pulang sebelum Vallion panik dan melakukan hal gila. Aku tau rival ku sangat tak terkendali jika sesuatu terjadi pada hal yang menurutnya berharga." Rave meraih lenganku dan menariknya.
"Tunggu!"
Aku menghentikan langkah kakinya.
"Aku sungguh tak takut dengan mu Irene dan jangan jadikan Cavian wadah untuk berbuat hal-hal yang di luar keinginannya."
Cavian melihatku dengan tatapan terkejut. Aku melihat bibirnya seakan ingin mengatakan sesuatu. Namun, aku terlanjur berbalik badan dan pergi bersama Rave untuk kembali ke istana Vallion.
***
"Mengapa kau peduli?" Tanyaku saat di perjalanan.
"Gadis kecil, jangan salah sangka. Aku tak peduli padamu, tapi kau tahu...aku masih membutuhkan mu. Jadi, mutualisme yang baik akan memberikan hasil yang baik, bukan kah begitu?" Ujarnya.
Mendengarnya berbicara omong kosong, aku tak lagi berkomentar hingga akhirnya istana Vallion sudah di depan mata.
Rave mengantarkan ku kedepan jendela lorong tak jauh dari kamar ku."Apa kau akan pergi begitu saja? Dan tak berkata apapun?" Tanyanya.
"Mutualisme tak butuh kata terimakasih. Mutualisme hanya butuh hasil yang menguntungkan satu sama lain." Ujar ku berbalik dan hendak meninggalkan Rave yang masih mengepakkan sayapnya.
"Ada sesuatu yang kau inginkan, bukan kah begitu?"
Rave tersenyum, lalu tanpa mengatakan apapun ia pergi.
Aku menggelengkan kepalaku tak paham pasti dengan isi pikiran demon bernama Rave.***
Cavian masih terdiam sembari mengamati sabitnya. Memikirkan apa yang baru saja ia lakukan.
Betapa sedih dan benci jiwanya saat itu. Mengetahui Irene telah melakukan hal yang sangat berbahaya untuk mahkluk yang tak berdosa."Semua ini...salah ku. Lebih banyak jiwa yang membencinya, maka kekosongan hatinya akan semakin membutakan caranya hidup dengan wujud buruk rupanya." Gumam Cavian.
Sesaat setelah itu, Cavian merasakan sesuatu yang janggal berada di sekitarnya. Sesuatu yang ia kenal namun asing baginya saat ini. Cavian menjatuhkan sabitnya. Sesuatu mencengkeram pergelangan tangan dan lehernya. Namun, tak ada wujud yang bisa ia lihat.
"Ire...ne...ber-henti...ber-main...main."
Perkataannya terpenggal penggal.Perlahan, sosok yang mencengkramnya terlihat dengan wujud tangan seekor naga yang bersisik hitam dengan asap hitam pekat yang seakan membakar tangan itu.
"Berani-beraninya kau mencelakainya."
Cavian terkejut saat melihat sosok yang tengah berdiri di hadapannya. Ia mengenalinya namun bibirnya tak sanggup mengucapkan nama sosok itu.
"Di mana Irene? Aku ingin segera menyelesaikan semua ini." Ujarnya.
Cavian masih tak bisa berkutik dan tak bisa mengucapkan sepatah katapun.
"Kemana Rave membawa Athana?"
Nada yang mengintimidasi dan terkesan sangat posesif.Sosok itu melepaskan leher Cavian. Tangan naga itu berubah menjadi tangan layaknya manusia. Kulit putih pucat dengan mata merah menyala. Rambut putih dengan sedikit siluet hitam di bagian depan.
"Kau...banyak berubah." Ujar Cavian yang mencoba mengatur nafasnya.
"Aku bahkan hampir tak mengenal mu dengan sosok manusia itu." Cavian meraih sabit yang ia jatuhkan.
"Katakan dimana Athana? Aku akan membawanya pulang. Aku kemari bukan untuk bernostalgia. Aku bertanggung jawab atasnya."
Cavian terkekeh kecil dan tersenyum memandangnya.
"Kau kira semudah itu? Kau terlambat datang untuk mengatakan kau bertanggung jawab atasnya. Karena sekarang, yang bertanggung jawab bukan hanya diri mu. Seluruh King Demon bertanggung jawab atasnya." Jelas Cavian yang masih tersenyum.
"Jangan berfikir bodoh. Athana akan kembali ke dunia manusia bersama ku. Aku tau kalian membohonginya selama ini. Mengatakan tak ada jalan keluar. Itu karena kalian memanfaatkannya."
"Jika kau mengerti, maka selesaikan urusan mu di demon world sebelum kau pergi bersama manusia merepotkan itu."
Mendengar kata-kata terakhir itu, membuatnya tersinggung. Untuk kedua kalinya, ia mencekik Cavian.
"Kau tak tahu apa apa tentang, Athana."
Cavian tersenyum kecil menanggapinya.
"Jika kau...benar-benar tahu se-gala tentangnya...Kau akan ter...kejut dengan dirinya...sekarang."
Cavian mengayunkan sabitnya dan sosok itu menghindarinya dengan cepat. Cavian yang masih terduduk di tanah hanya tersenyum melihatnya.
"Kau akan terkejut dengan dirinya yang sekarang."
"Apa yang sebenarnya kalian rencanakan? Apa yang kalian lakukan padanya?"
"Kau akan tahu dengan sendirinya, tapi aku sangat menyarankan untuk tidak bertemu langsung dengan Athana. Atau akan terjadi keributan yang tak kau inginkan. Yang mungkin bisa menyakiti diri manusia itu. Pergi dan carilah manusia itu, sekarang ia sedang bersama Vallion...."
"Namun aku tak yakin kau bisa pergi dengan tanpa di ketahui oleh siapapun. Semoga beruntung dan selamat datang kembali di tempat mu sebenarnya, Elson the Flame Demon."
To Be Continued
Next Chapter~
"Untungnya manusia bodoh ini tak menjatuhkan potongan tangannya ke makan siang ku."
Aku terkejut saat mengetahui seseorang berada di bawah ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My 5 Demons Sweetheart
VampirAsrama sekolah putri ku memiliki rahasia yang sangat mengerikan. Ada rumor bahwa sesosok penampakan mahkluk aneh sering terlihat pada jam tidur siswi asrama. Seakan memperhatikan mereka sebelum tertidur lelap. Aku sebagai siswi pindahan dari Euthopi...