15. Is it true?

130 14 2
                                    

Kedua netra Jimin menatap kosong cangkir kopi yang uapnya masih terlihat sedikit mengepul. Sebenarnya akhir-akhir ini, pria itu kehilangan nafsu makannya yang berpengaruh pada berat badan yang menurun cukup drastis. Tentu saja, ini semua karena Hyunji. Ya! Jimin selalu saja memikirkan cara untuk membuat Hyunji benar-benar kembali padanya karena sejak kejadian jamuan makan malam itu, Hyunji masih tidak ingin kembali untuk tinggal satu atap bersamanya.

"Jimin-ah, bagaimana jika kau paksa saja istrimu yang keras kepala itu untuk kembali ke rumah?"

Kalimat itu berhasil menarik kembali atensi Jimin dan hanya membuang napas kasar setelah mendengar usulan dari Hoseok yang sama sekali tidak membantu memecahkan masalah yang tengah terjadi saat ini.

"Atau bagaimana jika kau pura-pura sakit?

"Hyung..."

"Yak! Kau ini bodoh atau apa? Bagaimanapun juga kau ini mempunyai hak penuh atas wanita itu, kau bisa—"

"Hyung! Hentikan..." Jimin kembali berucap sambil menyandarkan tubuhnya ke punggung kursi, kedua netranya sejenak memejam sebelum akhirnya kembali menaruh seluruh atensinya pada Hoseok, "Hyunji bukanlah wanita yang mudah luluh hanya karena mendengar aku sakit. Sejak pertamakali kami bertemu, dia benar-benar sangat membenciku. Dan jika aku memaksakan kehendak ku atas dirinya, bukankah hal itu malah semakin membuatnya semakin marah dan menambah rasa bencinya padaku?" sambungnya.

"Lantas apa yang akan kau lakukan? Tetap seperti ini? Menunggu sebuah keajaiban yang membuat hati Hyunji tergerak untuk kembali? Dan sepertinya jika itu terjadi, kau sudah tidak ada di dunia ini. Jimin-ssi!" ujar Hoseok sambil memakan suapan terakhir dari piringnya.

"Apa yang kau katakan? Berhentilah membual, Hyung! Aku tidak akan mati hanya karena tidak makan sesuap nasi!"

Hoseok hanya bisa menatap jengah pria keras kepala yang ada di hadapannya, ia sangat tau betul bagaimana seorang Ahn Jimin. Menyeruput satu kali lagi minumannya, lantas bergegas. "Ada beberapa berkas yang harus segera aku urus, kau bisa kembali nanti Jimin-ah. Nikmati waktu luangmu!" ujarnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan Jimin sendirian.

Jimin hanya mengangguk menatap kepergian orang yang sudah ia anggap seperti kakaknya sendiri, sebelum atensinya tertuju pada seseorang yang baru saja masuk ke dalam Cafe.

Dengan gerak cepat Jimin langsung bangkit dan menghampiri wanita itu. Karena saat terakhir kali mereka bertemu ia belum sempat menanyakan suatu hal yang sangat ingin ia tanyakan kala itu.

"Permisi, apa kau mengingatku?" tanya Jimin dengan begitu hati-hati.

"Ah! Ne, bukankah Tuan yang membantu melunasi biaya rumah sakit adikku waktu itu? Jika benar, syukurlah! Akhirnya aku bisa bertemu denganmu lagi."

Jimin tersenyum. Setelah kejadian di rumah sakit pada hari itu, Jimin baru menyadari bahwa wanita yang kini kembali berhadapan dengannya adalah wanita yang sama dengan wanita yang kala itu sempat tergeletak tak sadarkan diri saat ia dan timnya melakukan penyelamatan. Bahkan Jimin kira akan sulit untuk menyelamatkannya, namun tak ada yang tak mungkin. Praduganya kali ini salah, karena kenyataannya wanita yang tergeletak mengenaskan pada malam itu kini dalam keadaan yang sangat baik.

"Kau, Choi Soora? Apa aku benar?"

Wanita itu begitu terkejut kala pria asing di hadapannya ini mengetahui namanya. "Maaf, tapi bagaimana bisa kau tau namaku?" tanyanya.

Wajar saja jika Soora tidak mengenal Jimin karena ia tak sadarkan diri saat Jimin menyelamatkannya kala itu.  Lantas secara kebetulan, Jimin menyodorkan sebuah tanda pengenal yang sempat terjatuh di lantai tadi. "Ini! bukankah ini milikmu?" tanyanya.

EFFLEURAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang